Sabtu, 29 Maret 2014

Boneka Maladewa

Boneka Maladewa

Flo K Sapto W ;   Praktisi Pemasaran
TEMPO.CO,  28 Maret 2014
                                      
                                                                                         
                                                      
Rekaman video Aburizal Bakrie (ARB) bersama Marcella Zalianty (MZ) dan Olivia Zalianty (OZ) diyakini tidak akan berpengaruh pada elektabilitas capres dari Partai Golkar (PG) itu. Namun, saat ini, ARB diibaratkan sebagai salah satu produk andalan yang sedang hendak dijual produsen (parpol) ke konsumen (pemilih). Maka, apa pun berita yang terkait dengan produk yang dipasarkan dalam bursa paling bergengsi di negeri ini (pilpres) tetap akan mengundang perhatian publik.

Saat ini, 50 juta lebih pemilih adalah usia muda. Kisaran 30 persen data demografis konsumen yang lahir pada era 1990-an inilah yang potensial untuk disasar oleh PG. Segmentasi konsumen ini, seturut pemahaman Henry Assael dalam Consumer Behavior (1998), bisa dimengerti perilakunya dalam tiga hal.

Pertama, semakin mengharapkan produk memiliki nilai lebih (greater value orientation). Kedua, memiliki hasrat tinggi untuk mendapatkan lebih banyak informasi produk (a desire for and access to more information). Ketiga, keinginan lebih untuk mendapatkan fitur produk yang sesuai dengan kebutuhannya (more customized product to fit consumer needs).

Implementasi dari kecenderungan perilaku pertama adalah pada sensitivitas harga. Artinya, konsumen akan cenderung memilih produk yang berharga lebih murah dengan mutu sama (low price-high quality). Bagi produsen, aplikasi strategisnya adalah dengan penerapan total quality management (TQM). Kendali mutu di proses produksi akan memberikan sebuah efisiensi tertinggi, sehingga dapat memberikan produk berharga murah tanpa mengorbankan kualitas. Pengertiannya, produk harus dihasilkan melalui proses kaderisasi bersahaja serta memiliki standar moral tinggi. Adapun tayangan video sudah pasti akan dikorelasikan dengan kualitas (ARB) sebagai kandidat RI-1.

Sedangkan implementasi perilaku kedua adalah pada kebutuhan untuk mendapatkan lebih banyak pilihan beserta ketersediaan informasi yang memadai. Aplikasi strategisnya bagi produsen-produsen adalah dalam penyediaan sebanyak mungkin kandidat sehingga, ketika kredibilitas pribadi salah satu produk (ARB) terusik, konsumen akan dengan mudah segera dialihkan ke lain kandidat.

Selanjutnya, implementasi perilaku konsumen ketiga adalah pada penyesuaian fitur produk dengan kebutuhan spesifiknya. Aplikasi strategisnya bagi produsen adalah dengan menjual sebanyak mungkin spesifikasi produk kepada satu (segmentasi) konsumen. Hal ini sangat bertolak belakang dengan strategi korporasi sebelumnya (Orde Baru) yang melulu menjual satu jenis produk kepada sebanyak mungkin konsumen. Kecenderungan ini bisa dengan cerdas dipahami sebagai pengejawantahan fitur paling spesifik dalam semua jenis produk yang bisa diterima segmen ini, yaitu muda usia. Maka, produsen yang cerdas tentu tidak akan mengeluarkan produk tua.

Kesadaran inilah yang sepertinya mendorong banyak parpol mengusung berbagai konsep penjualan taktis. Misalnya, menyandingkan kandidat lama dengan kandidat muda. Bisa juga dengan mengusung tema-tema perubahan dan pembaruan. Pendekatan ini bisa saja berhasil. Namun yang jelas, pencitraan kemudaan tidak bisa didapatkan hanya dengan pelesir bersama artis belia. Tidak juga dengan memeluk boneka di Maladewa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar