Senin, 26 Mei 2014

Kampanye Hitam, Masih Dipakai?

Kampanye Hitam, Masih Dipakai?

Munajat; Dosen STAIN Salatiga, Alumnus Texas A&M University, Amerika Serikat (S-3), dan Universiteit Leiden, Belanda (S-2)
JAWA POS,  26 Mei 2014
                                                
                                                                                         
                                                      
DUA pasangan capres-cawapres Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta baru saja dideklarasikan, namun kampanye hitam sudah mulai bersliweran di dunia maya, seperti di Facebook, Twitter, BlackBerry. Bahkan, di beberapa daerah, selebaran-selebaran gelap juga sudah mulai tersebar.

Kampanye hitam tersebut sangat beragam, mulai dari cara yang lunak, seperti menerjemahkan kegiatan politik capres lawan secara negatif, sampai dengan cara yang keras, seperti menye­rang capres lawan dengan isu-isu SARA, dan bahkan sudah berbentuk pembunuhan karakter.

Meskipun secara umum orang tidak menyukai kampanye hitam atau bahkan menganggapnya sebagai perbuatan yang licik dan keji, mengapa bentuk kampanye ini masih terus dilakukan oleh calon, tim, atau partai tertentu sebagai bagian dari strategi gerakan politik mereka?

Alasan mendasar yang sering digunakan untuk melakukan kampanye hitam, pertama, meningkatkan elektabilitas calon. Pencitraan (branding) dengan bahasa yang positif semata tidaklah cukup. Karena itu, perlu strategi lain, yaitu menjatuhkan lawan. Karena itu, kampanye hitam dianggap mempunyai dobel fungsi, yakni menurunkan elektabilitas lawan dan menaikkan elektabilitas calon.

Kedua, ada anggapan bahwa informasi negatif atau buruk lebih menarik daripada informasi positif. Sebagimana idiom yang populer di dunia media bahwa bad news is good news. Karena itu, orang akan cenderung lebih mudah menangkap dan menyimpan kampanye yang bersifat negatif daripada yang positif semata.

Ketiga, kampanye hitam dapat dijalankan dengan mudah dan murah. Karakter kampanye hitam yang cenderung anonim mengharuskan penyebarannya melalui media maya (internet) karena lebih sulit untuk dilacak pembuatnya. Pada saat yang sama, akses internet sangat mudah dan murah, serta mampu menyebar secara luas dalam waktu yang singkat.

Efektivitas dan Risiko

Richard R. Lau et. al (2007) melakukan studi meta analisis terhadap 111 penelitian tentang efektivitas kampanye hitam. Hasilnya menunjukkan "tidak ada bukti kuat bahwa kampanye politik hitam mempunyai dampak sesuai dengan yang dikehendaki oleh pembuatnya."

Young Min (2004) menjelaskan bahwa strategi hitam sama sekali tidak akan memberikan efek yang baik bagi calon ataupun memberikan efek buruk kepada lawan. Namun, ketika kampanye hitam tersebut buruk dan terlihat asal-asalan, ia justru akan merugikan calon atau pembuatnya.

Daniel Stevens (2005) menambahkan, efektivitas kampanye hitam (jika ada) tidak terletak pada bentuknya yang negatif (bad news), namun lebih kepada kualitas isi kampanye tersebut. Efektivitasnya sering terbatas pada menjatuhkan lawan, namun tidak menaikkan elektabilitas calon, karena pemilih akan cenderung apatis ketika orang yang dikagumi ternyata juga dianggap kotor atau buruk.

Hal ini senada dengan temuan Stephen Ansolabehere et. al. (1996) dan Richar R. Lau et. al. (2007) bahwa kampanye hitam akan cenderung mengurangi tingkat partisipasi pemilih semata karena orang yang sudah mempunyai calon akan cenderung apatis ketika dia menerima berita yang dianggap kuat bahwa calon yang didukung mempunyai sesuatu hal yang buruk.

Di samping itu, kampanye hitam juga berisiko menciptakan efek bumerang (boomerang effect) dan serangan balik (backlash). Efek Bumerang akan terjadi ketika kampanye hitam kurang berkualitas, buruk, cenderung subjektif dan personal, sehingga kampanye tersebut justru akan menjatuhkan calon yang membuat (atau diduga membuat) dan karena itu, dapat menguntungkan lawan yang diserang.

Serangan balik (backlash) akan terjadi karena pihak yang diserang tentu tidak akan tinggal diam. Backlash tersebut biasanya berbentuk pemberian respon serangan dan atau serangan balik dengan kampanye hitam yang lain.

Akhirnya, fakta di lapangan menunjukkan bahwa kampanye hitam memang sangat murah (low cost), namun efektivitasnya masih dipertanyakan (low impact) dan memiliki risiko yang cukup berbahaya (high risk). Karena itu, secara ilmiah, kampanye hitam haruslah dihindari oleh para calon, tim sukses, dan partai pendukung calon karena ia akan cenderung kontraproduktif dengan tujuan kampanye untuk menaikkan elektabilitas calon.

Yang lebih penting lagi adalah bahwa kampanye hitam, dengan cara mengeksploitasi kelemahan lawan, menjual prasangka buruk, dan menebar fitnah, adalah satu bentuk strategi politik yang dapat merusak dan menodai proses demokrasi.

Di samping itu, kampanye hitam yang berimbas pada serangan balik juga akan membuat pertarungan calon presiden menjadi tidak sehat dan efisien. Sebab, mereka harus melakukan kegiatan kampanye yang sebenarnya tidak akan memberikan manfaat bagi mereka. Karena itu, kampanye hitam adalah musuh kita bersama yang harus dilawan dua tim sukses: Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar