Sabtu, 31 Mei 2014

Melanjutkan Gagasan Melanjutkan Gagasan Prof Sarjadi

Melanjutkan Gagasan Prof Sarjadi

Rosidi  ;   Pengurus Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Cabang Kudus,
Staf Humas Universitas Muria Kudus (UMK)
SUARA MERDEKA,  31 Mei 2014
                                                
                                                                                         
                                                      
"Universitas Muria Kudus dan  beberapa perguruan tinggi lain  di Kudus kini telah menjadi  tujuan belajar"

KEPERGIAN Rektor Universitas Muria Kudus (UMK) Prof Dr dokter Sarjadi Sp PA pada Senin (19/5/14) malam, mengejutkan banyak pihak, termasuk civitas academica Universitas Diponegoro, dan dunia kedokteran di Tanah Air. Senin pagi, ia masih terlihat bugar, mendampingi Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah Nur Hadi Amiyanto, mewakili Wagub Heru Sudjatmoko, membuka ’’Expo dan Kreativitas Universitas Muria Kudus 2014’’.

Guru Besar Fakultas Kedokteran Undip itu sepertinya ingin menitipkan ’’dua pesan’’ terakhirnya, yang dia sampaikan sewaktu membuka pameran tersebut. Pertama; ia kembali mengingatkan pentingnya mewujudkan Kudus sebagai kota pendidikan, dan kedua; perlunya menginternalisasi pemahaman secara fair tentang keretek.

Dia berpendapat bila Kudus ingin mewujudkan diri sebagai kota pendidikan, selain sebagai Kota Keretek dan Kota Jenang maka profil kota pendidikan harus dimunculkan. Hal itu mensyaratkan kerja sama erat antara pemkab dan berbagai elemen masyarakat. Menggagas Kudus sebagai kota pendidikan, sebenarnya pernah dimunculkan Bupati HM Tamzil.

Gagasan Prof Sarjadi dan HM Tamzil mewujudkan Kudus sebagai kota pendidikan di Jateng masih butuh perjuangan panjang dan penyadaran masyarakat, kendati dukungan pengusaha lokal sangat positif. Keterlibatan pengusaha bisa dilihat dari partisipasinya melalui beragam kegiatan, antara lain seperti dilakukan PT Djarum, PT Nojorono, PT Pura, PR Sukun, dan PT Mubarokfood Cipta Delicia.

Di tengah pro dan kontra mengenai isu keretek, Prof Sarjadi yang notabene dokter, mengapresiasi penemuan Dr Gretha Zahar tentang peluruhan radikal bebas, yang bersama Prof Dr Sutiman B Sumitro dikembangkan menghasilkan divine yang dianggap menyehatkan. Prof Sarjadi menuturkan, radikal bebas merupakan penyebab utama hampir semua penyakit. Prosesnya, radikal bebas masuk ke dalam tubuh melalui polusi udara, makanan, tambalan gigi amalgam, kosmetik dan sebagainya.

Dalam kondisi itu, radikal bebas menjadi racun yang menyebabkan kemampuan tubuh untuk menyembuhkan diri sendiri tidak berjalan maksimal. ’’Anehnya’’, yang dituduh sebagai penyebab utama penyakit adalah rokok. Padahal, nikotin justru sebagai zat peluruh radikal bebas. Stigmatisasi itu menggelitik Prof Sarjadi untuk membedahnya. Ia mengagendakan simposium internasional tentang keretek pada Oktober mendatang di Semarang, mengundang pembicara dari negara-negara Asia Pasifik, khususnya yang memiliki tembakau dan industri hasil tembakau.

Bagi Pemkab Kudus dan sekitarnya, dua pesan tersebut bisa menjadi garapan menarik. Pembangunan pendidikan harus ditingkatkan karena UMK sudah menjadi kiblat pendidikan tinggi di pantura timur Jateng. Adapun industri hasil tembakau (IHT) merupakan bagian penting penopang ekonomi masyarakat.

Peningkatan Kualitas

Lebih dari 10 tahun memimpin UMK, dukungan Prof Sarjadi terhadap pengembangan dunia pendidikan tentu bukan tanpa pertimbangan. Karena itu pula, perlu terus menggulirkan dukungan untuk menjadikan Kudus sebagai kota pendidikan. Pertama; tujuan belajar. Universitas Muria Kudus, dan beberapa perguruan tinggi lain di Kudus, kini telah menjadi tujuan belajar warga pantura timur Jateng, khususnya Eks Karesidenan Pati plus sebagian Demak. Sebagai tujuan belajar, tentu harus selalu meningkatkan kualitas.

Kedua; pembelajaran santri. Selain perkembangan pendidikan tinggi, tak dapat dimungkiri  bahwa Kudus merupakan salah satu kabupaten yang banyak memiliki lembaga pendidikan berbasis pesantren (santri). Kolaborasi pemikiran antara lembaga pendidikan modern (perguruan tinggi) dan pendidikan pesantren, akan menghasilkan corak pemikiran khas yang memiliki karakter tersendiri.

Sejarah mencatat Kudus melahirkan banyak kader yang diperhitungkan. Kita bisa menyebut KH Raden Asnawi (pendiri NU), H Subhan ZE (tokoh NU), KH Arwani Amin (mursyid thariqah dan pendiri Pesantren Yanbu’ul Qur’an), dan KH Turaikhan Adjhuri (pakar falak/astronomi). Selain itu, Prof Dr Abdurrahman Masíud (pakar pendidikan), Prof Dr Abdul Djamil (pakar filsafat), Prof A Rofiq (pakar Hukum Islam), Dr Noor Ahmad (ketua umum perguruan tinggi NU), Dr M Syafiíi Anwar (tokoh pluralisme), dan Dr A Muíti (tokoh muda Muhammadiyah).

Dari fakta itu, Kudus memiliki modal sosial lebih dari cukup untuk memajukan dunia pendidikan. Terlebih bila dapat mempertemukan para tokoh dan cendekiawan yang dimiliki, supaya menyumbangkan pemikirannya bagi kemajuan daerahnya. Dalam konteks itu, pesan terakhir Prof Sarjadi menemukan gayutnya, yakni pemunculan ikon pendidikan yang dimiliki, dan tentu menggali lebih dalam berbagai potensi lain.

Mengenai keretek, Prof Sarjadi hingga menjelang kepergiannya tetap mengajak masyarakat melihatnya dalam bingkai yang lebih netral, tidak dengan stigma negatif lebih dulu. Perjuangannya mengembangkan UMK dan dunia pendidikan di pantura timur Jateng tak boleh mandek. Akademisi di Kudus punya kewajiban meneruskan berbagai pemikirannya. Pemkab pun semestinya cerdas menerjemahkan berbagai pemikiran tokoh itu demi kemajuan Kudus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar