Kamis, 29 Mei 2014

Menegakkan Integritas Penyelenggara Pemilu

Menegakkan Integritas Penyelenggara Pemilu

 Ferry Kurnia Rizkiyansyah  ;   Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU)
KORAN SINDO,  28 Mei 2014
                                                
                                                                                         
                                                      
Penyelenggaraan pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD sudah memasuki babak akhir. KPU telah menetapkan hasil perolehan suara setiap partai politik dan anggota DPR, DPD, dan DPRD terpilih untuk periode 2014-2019.

Kini KPU sudah kembali disibukkan dengan tahapan pemilu presiden dan wakil presiden. Pelaksanaan agenda lima tahunan ini menjadi salah satu tolok ukur kinerja penyelenggara pemilu. Meski dalam penyelenggaraan pemilu juga sangat terkait dengan kinerja peserta pemilu, pemilih, dan pemerintah. Tetapi secara teknis penyelenggaraan, KPU dan jajarannya memiliki porsi tanggung jawab yang lebih besar dalam memastikan tahapan demi tahapan pemilu berjalan dengan baik.

Kini kritik dari publik dialamatkan ke KPU dan jajarannya karena dianggap belum maksimal dalam mengelola tahapan demi tahapan pemilu, khusus pemungutan, penghitungan dan rekapitulasi suara. Salah satu aspek yang mendapat banyak sorotan adalah kinerja penyelenggara di tingkat KPU kabupaten/kota, panitia pemilihan kecamatan (PPK), panitia pemungutan suara (PPS), dan kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS).

KPU tidak menutup mata dengan beberapa peristiwa dan tindakan yang menciderai integritas dan profesionalitas penyelenggaraan pemilu. Karena sejak awal, KPU telah berkomitmen untuk mewujudkan Pemilu 2014 sebagai pemilu yang berintegritas. Salah satu langkah yang ditempuh untuk mewujudkan komitmen itu dengan mendorong terciptanya integritas penyelenggara, selain juga harus didukung integritas peserta pemilu dan pemilih.

Menyikapi sejumlah dugaan kecurangan yang terjadi selama penyelenggaraan pemilu, KPU telah mengambil sejumlah langkah-langkah penanganan. Hal ini dilakukan agar kejadian serupa tak terulang dalam penyelenggaraan tahapan pemilu presiden dan wakil presiden yang saat ini sudah memasuki tahap pencalonan. Pertama , melakukan klarifikasi kepada penyelenggara yang diduga melakukan pelanggaran selama tahapan penyelenggaraan pemilu.

Klarifikasi dilakukan untuk mendapatkan penjelasan secara detail terkait dengan kebijakan dan tindakan yang dilakukan penyelenggara dan dicurigai sebagai pelanggaran pemilu. Kesempatan yang seluas-luasnya diberikan kepada penyelenggara untuk menjelaskan kronologi setiap peristiwa untuk menegaskan posisinya dalam peristiwa tersebut. Klarifikasi juga dilakukan dengan meminta informasi dari para pihak di luar penyelenggara pemilu untuk mendapatkan informasi sebagai pembanding terhadap keterangan yang diberikan oleh penyelenggara.

Semua informasi yang dihimpun itu menjadi pertimbangan bagi KPU untuk mengambil tindakan terhadap peristiwa yang terjadi, apakah akan memberhentikan atau tetap mempertahankan keberadaan penyelenggara pemilih yang diduga melakukan pelanggaran tersebut. Kedua , KPU telah memberikan tindakan tegas kepada penyelenggara yang secara nyata telah melakukan pelanggaran pemilu.

Hingga saat ini terdapat 25 anggota KPU kabupaten/ kota, 57 anggota PPK, 75 anggota PPS, dan 88 anggota KPPS yang telah diberhentikan sementara. Mereka yang diberhentikan sementara karena dalam pelaksanaan penghitungan dan rekapitulasi suara, bekerja tidak sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) yang ditetapkan oleh KPU. Sejumlah KPU di kabupaten/ kota tidak dapat menyelesaikan rekapitulasi suara tepat waktu.

Selain itu, terdapat KPU kabupaten/kota yang melakukan rekapitulasi secara tertutup. Terhadap kinerja KPU kabupaten/kota yang buruk, KPU tidak hanya memberhentikan sementara, tetapi meminta KPU provinsi mengadukan mereka ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Setelah ada putusan DKPP, KPU akan mengambil keputusan pemberhentian tetap.

Tindakan tegas ini sebagai bentuk komitmen KPU untuk menegakkan integritas dan profesionalitas penyelenggara pemilu. KPU tidak ingin komitmen menyelenggarakan pemilu berintegritas yang telah dibangun secara nasional terciderai gara-gara adanya kepentingan individu dan kepentingan sesaat dari oknum penyelenggara di beberapa daerah.

Para penyelenggara yang telah diberhentikan ini, datanya harus tetap terdokumentasikan dengan baik sehingga dalam rekrutmen untuk periode berikutnya tertutup peluang mereka untuk lolos. Ketiga , KPU telah memberikan sanksi berupa teguran kepada para penyelenggara yang melakukan pelanggaran ringan.

Terdapat 25 anggota KPU kabupaten/kota, 57 anggota PPK, 75 anggota PPS, dan 88 anggota KPPS yang telah diberi sanksi. Tindakan ini sebagai bentuk komitmen KPU yang tidak akan memberikan toleransi terhadap kesalahan penyelenggara sekecil apa pun.

Setiap pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara meski masuk dalam kategori pelanggaran ringan, tetap harus dikenai sanksi. Hal ini penting untuk memberikan peringatan kepada setiap penyelenggara bahwa KPU secara berjenjang tetap melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kinerja penyelenggara.

Keempat , memperkuat monitoring dan supervisi. Bagi KPU, integritas dan profesionalitas mutlak dimiliki semua jajaran penyelenggara pemilu. Penyelenggara harus memiliki daya tahan terhadap setiap godaan yang datang dari luar, termasuk godaan yang datang dari para kandidat yang ikut berkontestasi dalam pemilu.

Karena itu, KPU memperkuat pelaksanaan supervisi secara berjenjang untuk memastikan kinerja penyelenggara di kabupaten/ kota, kecamatan, desa/kelurahan dan TPS sesuai dengan SOP yang ditetapkan. KPU provinsi memiliki posisi yang sangat strategis dalam pelaksanaan fungsi monitoring dan supervisi tersebut. Ke depan, KPU provinsi harus dapat melakukan pemetaan kondisi kerawanan di daerahnya masingmasing, beruparawankonflik, rawan kecurangan, rawan sumber daya manusia, dan sebagainya.

Kegiatan monitoring ke daerah-daerah yang rawan dilakukan secara intensif untuk dapat melakukan tindakan antisipasi agar kerawanan yang bersifat laten tidak berubah menjadi sesuatu yang manifes. Kelima , memperkuat koordinasi dan konsolidasi. Koordinasi yang intensif di antara sesama penyelenggara pemilu akan membuat penyelenggaraan merasa terawasi setiap saat.

Ketika seseorang merasa dalam pengawasan, posisinya akan selalu waspada dan berusaha menjalankan tugas sesuai dengan aturan yang ditetapkan. Koordinasi yang baik antar penyelenggara akan mendorong terbangunnya komunikasi interaktif dan terbuka di antarsesama penyelenggara. Keterbukaan ini merupakan kunci untuk saling berbagi masalah yang dihadapi dalam penyelenggaraan tahapan demi tahapan pemilu.

Dengan mengetahui dan memahami peta masalah di setiap daerah secara gamblang, kegiatan supervisi di setiap jenjang dapat berjalan secara maksimal. Koordinasi juga dilakukan dengan pengawas pemilu untuk mendapatkan informasi pembanding terkait dengan kinerja penyelenggara.

Informasi ini penting sebagai masukan kepada KPU dalam melaksanakan kegiatan evaluasi dan pengisian ulang jajaran penyelenggara pemilu untuk tingkat KPPS, PPS, PPK, dan KPU kabupaten/kota. Sementara untuk konsolidasi dilakukan dalam rangka memberikan pemahaman yang utuh kepada penyelenggara terhadap setiap tahapan penyelenggaraan pemilu.

Transfer yang dilakukan tidak hanya sebatas meningkatkan pengetahuan dalam teknis kepemiluan, tetapi yang tidak kalah penting menumbuhkan pemahaman akan pentingnya nilai-nilai kejujuran dan tanggung jawab dalam melaksanakan tahapan pemilu. KPU sudah melakukan upaya preventif dan represif dalam menegakkan integritas dan profesionalitas penyelenggaraan pemilu.

Sejak rekrutmen, KPU telah menerapkan pola proaktif dan partisipatif dalam menjaring figur yang potensial untuk menjadi penyelenggara pemilu. Pola ini sebenarnya cukup efektif dalam mengurangi pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara. Dari sekitar lima juta penyelenggara pemilu, hingga saat terdapat 229 petugas penyelenggara pemilu yang telah dikenai sanksi karena kurang profesional dalam menjalankan tugas. Secara presentasi, jumlah itu tentu sangat kecil.

Tetapi KPU tidak melihat banyak atau sedikitnya pelanggaran pemilu. Sekecil apa pun kasus yang terjadi akan disikapi secara serius sebagai bentuk komitmen KPU menegakkan integritas dan profesionalitas penyelenggara pemilu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar