Selasa, 24 Juni 2014

Membangun Industri Sepak Bola

Membangun Industri Sepak Bola

Harjoko Sangganagara ;   Dosen STIA Bagasasi Bandung
                                                  KORAN JAKARTA, 23 Juni 2014 
                                                
                                                                                         
                                                      
Piala Dunia 2014 yang diselenggarakan di Brasil menghabiskan biaya sekitar 11 miliar dollar AS atau sekitar 130 triliun rupiah. Ini menjadi Piala Dunia dengan biaya terbesar atau naik hampir tiga kali lipat dari Piala Dunia 2010 Afrika Selatan yang menelan dana 4 miliar dollar AS. Pesta yang pembukaannya dihadiri 12 kepala negara, termasuk Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-Moon, tersebut berlangsung empat pekan.

 Sepak pola adalah sihir sosial yang berdampak luar biasa. Bermula dari sang petualang globalisasi gelombang pertama yakni Marco Polo pada 1254 mengambil secara diam-diam permainan sepak bola dari daratan Asia, khususnya negeri Tiongkok, lalu dibawa ke daratan Eropa. Sejak itu, sepak bola menjadi cermin sosial dan barometer tingkah laku masyarakat. Sampai-sampai pemikir sosial, Antonio Gramsci, menyatakan bahwa sepak bola merupakan model masyarakat yang sangat membutuhkan penegakan hukum fair play dan sportivitas.

 Piala Dunia 2014 juga menyajikan budaya sportivitas dan kreativitas dari para suporter kesebelasan peserta. Berbagai kreativitas suporter akan disuguhkan di dalam dan di luar stadion berupa bermacam atribut hingga suguhan teater tak kalah sensasional dari pertandingan itu sendiri. Para suporter juga menunjukkan daya kecerdasan agar mampu menyedot atensi dan liputan media massa. Daya kreativitas suporter sepak bola global mengeliminasi perilaku suporter yang destruktif dan mentransformasikan menjadi hiburan kolosal atraktif, baik di dalam maupun di luar stadion.

 Transformasi bisa berlangsung secara baik jika perkumpulan suporter mampu membuat tribun penonton tak ubahnya panggung teater yang menyajikan paduan suara, koreografi hingga humor kolosal. Jangan lupa, faktor humor atau komedi yang disisipkan dalam siklus pertandingan sepak bola sangat ampuh meredam emosi sekaligus pembangkit sikap sportivitas.

Usaha membangun budaya sportivitas suporter sepak bola yang bisa menangkal kerusuhan sejalan dengan nilai-nilai seperti dipromosikan Komite Olimpiade Internasional. Partisipasi suporter sehat tak kalah penting ketimbang sebuah angka kemenangan hasil pertandingan.

 Selain untuk membangun karakter bangsa, kini olah raga, khususnya sepak bola, sudah menjadi entitas industri dengan nilai tambah sangat signifikan. Itulah mengapa pengusaha nasional, Erick Thohir, berani mengakuisisi 70 persen saham Inter Milan, klub papan atas Seri A Italia. Kini, Erick telah memiliki mayoritas kepemilikan Nerazzurri setelah menggelontorkan dana sekitar 5,2 triliun.

 Betapa pentingnya mengembangkan industri olah raga nasional. Tren global menunjukkan industri olah raga semakin berpotensi menambah devisa negara. Sayang, pengembangan industri olah raga nasional stagnan. Belum ada terobosan kebijakan dan inisiatif model bisnis luar biasa.

Sudah ada landasan yuridis terkait dengan pengembangan industri olah raga seperti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN). Namun, UU tersebut kurang diimplementasikan secara baik dan masih miskin inisiatif serta sepi inovasi. Meskipun akhir-akhir ini ada beberapa klub sepak bola dunia tersohor datang ke Indonesia, hanya angin lalu dan kurang berdampak signifikan bagi industri olah raga nasional.

Dalam UU SKN, industri olah raga merupakan kegiatan bisnis dalam bentuk produk barang dan jasa. Dia dapat berbentuk prasarana dan sarana yang diproduksi, diperjualbelikan, dan atau disewakan. Bidang ini juga dapat berbentuk jasa penjualan kegiatan cabang olah raga sebagai produk utama yang dikemas secara profesional yang meliputi kejuaraan nasional dan internasional, pekan olah raga daerah, promosi, ekshibisi, festival. Bisa juga keagenan, layanan informasi, dan konsultasi.

Tak bisa dimungkiri bahwa industri tersebut, selain bisa memberi nilai tambah juga telah memperluas lapangan kerja dan menambah ragam profesi. Maka, portofolio ketenagakerjaan di suatu negara spektrumnya semakin luas. Sebagai gambaran, di Korea Selatan, profesi terkait sport semakin menjanjikan. Bahkan, Institute Sport Science Korea sangat serius dan fokus mengembangkan job description terkait dengan sektor ini seperti event, equipment, record data based, dan ticket manager. Ada juga sport law expert, publisher, insurance expert, nutritions, researcher, sponsorship, advertising expert, sport licensing expert, dan seterusnya.

Tiongkok

Tiongkok juga merupakan negara yang sangat progresif dalam mengembang-kan bidang tersebut secara sistemik sejak 1978 dan terus digenjot pasca menjadi tuan rumah Olimpiade 2002. Tiongkok membaginya ke dalam dua sektor: sport service industry (layanan) dan sport good industry (peralatan). Sejak 2005 tiap tahun dihasilkan devisa rata-rata 30 miliar dollar. Bandingkan dengan perputaran ekonomi dari sektor industri olah raga di Amerika Serikat 154 miliar dollar setiap tahun.

Keberhasilan Tiongkok ekspor peralatan olah raga ke Amerika dan Eropa juga patut dicontoh. Nilai ekspor tumbuh dua digit lima tahun terakhir. Industri peralatan mampu mendiferensiasi untuk bersaing dengan industri yang sudah memiliki nama besar. Jenis peralatan yang diekspor antara lain golf, raket, sepatu roda, skateboard, bola, perlengkapan sport air, dan perahu karet.

Struktur industri peralatan sekitar 70 persen dipasok dari Provinsi Guangdong, Zhejiang, dan Jiangsu. Tiongkok berupaya keras agar desain dan produk raket, bola, dan perlengkapan lain sesuai dengan standar Olimpiade. Entitas industri terus didorong memproduksi menggunakan hasil riset tentang ilmu bahan atau material khusus.

Perkembangannya sangat pesat. Ini searah dengan perubahan dalam ilmu olah raga yang berlangsung secara cepat pula. Teknologi terus menyempurnakan tingkat kepuasan penonton di dalam stadion. Bahkan, stadion Olimpiade di beberapa negara maju telah dirancang dengan teknologi yang memungkinkan penonton melakukan wisata virtual tiga dimensi di dalam stadion secara real time menggunakan teknologi virtools.

Produk industri manufaktur penting lainnya rumput buatan untuk stadion yang sangat membantu penyelenggaraan event. Teknologi rumput buatan dirancang memiliki sifat-sifat fisik seperti aslinya. Bahkan, biaya perawatan bisa lebih murah dari rumput alam. Ini sangat tepat untuk menghadapi jadwal kompetisi yang semakin padat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar