Sabtu, 26 Juli 2014

Dua Nakhoda Baru

                                                  Dua Nakhoda Baru

Indra J Piliang  ;   Direktur Eksekutif The Gerilya Institute
KORAN JAKARTA, 25 Juli 2014
                                                


Selesai sudah proses pemilihan presiden dan wakil presiden Republik Indonesia yang penuh emosi. Ir H Joko Widodo ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai presiden terpilih, sementara Drs H Muhammad Jusuf Kalla sebagai wakil presiden. Perbedaan suaranya di atas 8 juta.

Sungguh suatu kemenangan yang manis, walaupun dipenuhi dengan beragam kampanye hitam. Seiring dengan semakin berkembangnya demokrasi, Indonesia menjadi ladang penyampaian pendapat yang deras. Semua orang kian bebas berbicara tentang apa pun, termasuk sesuatu yang tak diketahui dengan baik. Penetapan KPU bukan berarti akhir segalanya, melainkan justru awal keberangkatan kapal besar Indonesia yang penuh penumpang ke pulau tujuan.

Dari jarak dekat, dapat disaksikan langsung pidato yang disampaikan Joko Widodo di atas kapal berbentuk pinisi di Pelabuhan Sunda Kelapa. Pidato yang mengukuhkan kembali keindonesiaan awal, ketika Sunda Kelapa jadi ajang perebutan pengaruh Fatahillah dan Belanda yang awal mula menancapkan kaki.

Pelabuhan yang penuh sesak di masa lalu ini, sekarang menyisakan berbagai kapal dalam negeri yang menyeberangi pulau-pulau di Indonesia. Kejayaan bahari yang mudah-mudahan bisa digali dan dikembangkan lagi Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Tak ada pesta yang terlalu bergemuruh dari kemenangan ini. Justru pesannya jelas: kerja keras. Kilometer 0 belum dimulai. Itu akan terjadi pada tanggal 20 Oktober 2014 nanti, ketika keduanya dilantik di depan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.

Sebelum tanggal itu datang, tentulah banyak persiapan diperlukan agar waktu bisa dipakai seefektif mungkin. Pemerintahan baru nanti haruslah bekerja dari jam pertama, guna menyelesaikan sejumlah persoalan yang ditinggalkan pemerintahan sekarang, sembari menghadapi persoalan-persoalan baru di depan. Tidak boleh ada lagi kelalaian dalam menjalankan amanat rakyat dan amanah yang sudah diberikan rakyat Indonesia. Kemenangan Jokowi dan JK bukan tanpa persoalan. Timkamnas Prabowo- Hatta sama sekali belum mengakuinya, dengan sejumlah alasan dan argumen. Intinya adalah kelemahan dari sisi penyelenggaraan pemilihan presiden dan wakil presiden ini. Kalau dilihat secara detail, pihak yang dirugikan bukan hanya Prabowo-Hatta, melaikan juga Jokowi-JK.

KPU sama sekali kurang sosialisasi secara masif menyangkut hari pencoblosan sehingga partisipasi, meski meningkat, belum maksimal. Hasil survei menunjukkan banyaknya pemilih yang akan menggunakan hak, yakni sekitar 90 persen lebih, sementara angka partisipasi hanya 70 persen. Belum lagi cara mengurus formulir A5, yang digunakan pemilih di luar tempat tinggal menurut kartu tanda penduduk. Di luar itu, terdapat sejumlah tempat pemungutan suara yang hanya memberikan 0 (nol) suara, baik kepada pasangan nomor urut satu maupun dua.

Tetapi, patut disimak, perbaikan sudah banyak dilakukan KPU. Dibanding pemilu legislatif pada 9 April 2014 lalu, Pilpres 9 Juli 2014 jauh lebih baik. KPU bahkan melakukan digitalisasi dokumen paling penting, formulir C-1. Setiap orang bisa melihat hasil pemilihan di TPS masing-masing di website KPU. Tentu ada kekuatan lain yang ingin menghancurkan data itu. Ini terbukti dengan banyaknya jumlah hacker menyerang situs KPU. Untunglah, Indonesia memiliki semakin banyak ahli teknologi informasi sehingga bisa menghadapinya.

Para relawan juga berkontribusi positif, antara lain dengan membuat situs Kawal Pemilu 2014 yang berisikan perhitungan atas hasil C-1 yang sudah diungguh KPU. Ada pihak berniat jahat, tetapi lebih banyak yang baik dan pada gilirannya memenangkan seluruh proses melelahkan ini. Tuntutan Warga Walau belum dilantik, Indonesia sudah memiliki dua nakhoda baru, satu dengan nama presiden terpilih Ir H Joko Widodo, satu lagi dengan nama wakil presiden terpilih Drs H Muhammad Jusuf Kalla. Sejarah akan mencatat cara keduanya memimpin Indonesia dan prestasi mereka. Setiap pemerintahan tentunya ingin melakukan kerja yang lebih baik dari sebelumnya.

Di luar itu, masyarakat juga menuntut harapan semakin tinggi. Tingkat kecerdasan warga kian baik, begitu juga gizi dan nalar. Hanya pemerintahan yang mampu menggerakkan seluruh energi positif masyarakatlah akan bisa mencapai tujuan-tujuan nasional bangsa Indonesia secara lebih maju. Jokowi dan JK adalah dua sosok yang tak mengambil jarak dari masyarakat. Foto-foto yang beredar di social media menunjukkan betapa keduanya dengan mudah bisa berfoto bersama masyarakat, di mana pun dan kapan pun.

Walau mungkin menghabiskan waktu, keduanya sama sekali tak keberatan untuk sekadar berfoto, bahkan berdua saja. Setiap warga negara yang memiliki ponsel bisa menaruh foto mereka bersama kedua orang bersahaja ini. Tangan keduanya yang bersalaman dengan lapisan masyarakat apa pun bisa menjadi bukti kedekatan mereka dengan rakyat. Tentu kita juga berharap hal yang sama kepada orang-orang di sekeliling mereka.

Janganlah kedua nakhoda ini dipisahkan dari penumpang kapal Indonesia yang majemuk dan berasal dari beragam etnis, agama, tingkat pendidikan, dan sekaligus juga status sosialekonomi. Kedua nakhoda ini berasal dari rahim rakyat Indonesia, disokong ratusan ribu relawan, baik yang terkoordinasi ataupun tidak, baik yang terdaftar ataupun tidak. Keduanya tentu memiliki keberuntungan tersendiri karena bisa memicu partisipasi luar biasa berbagai kalangan.

Bangsa ini tidak hanya menyaksikan dua pemimpin hadir, melainkan juga memandang bahwa warga bisa bekerja sama dalam suatu kontestasi yang sebelumnya tak terbayangkan, yakni hadirnya kekuatan rakyat pada saat kritis. Ada kekuatan ilahi yang menggerakkan para relawan, selain tentunya juga jutaan harapan setiap bentuk partisipasi.

Selamat datang presiden dan wakil yang baru. Peganglah kemudi kapal kuat-kuat agar tidak salah arah: menuju Indonesia yang lebih adil, lebih sejahtera, dan lebih manusiawi. Teruslah melaju! ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar