Sabtu, 26 Juli 2014

Mengatasi Rumor Kerusuhan

                                   Mengatasi Rumor Kerusuhan

Triyono Lukmantoro  ;   Dosen Sosiologi Komunikasi, FISIP,
Universitas Diponegoro Semarang
KORAN SINDO, 25 Juli 2014
                                                


Ada kabar menakutkan saat Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan hasil rekapitulasi Pemilihan Presiden pada 22 Juli 2014. Kabar yang telanjur merebak itu menyebutkan kerusuhan besar bakal meletus di negeri ini. Bayangan mengenai kekerasan massa yang terjadi pada pertengahan Mei 1998 pun mencuat dalam ingatan. Pusat-pusat perbelanjaan dibakar. Penjarahan terjadi di mana-mana. Aparat keamanan negara lenyap bagai ditelan kekacauan yang berjalan sistematis. Massa yang bertindak anarki menyerang kelompok etnis minoritas. Ternyata kabar itu tidak terbukti. Jakarta, dan kota-kota lain, aman-aman saja. Kabar tentang kerusuhan yang tidak jelas sumber informasinya itu dinamakan rumor.

Dalam bahasa sehari-hari disebut isu. Namun, rumor politik yang serba menyeramkan sehingga publik dicengkeram kecemasan itu, tidak gampang diredakan. Meskipun aparat negara telah menyiagakan ribuan pasukan dan pejabat pemerintah melontarkan pernyataan yang berupaya memadamkan kobaran kabar keliru tersebut, rumor itu justru menjalar semakin besar. Rumor bergerak sebagaimana bola api salju yang siap menelan siapa pun yang diterjangnya. Semakin bola api rumor itu berupaya dipadamkan, ironisnya, justru semakin berkobarkobar.

Merebaknya rumor politik yang menciptakan ketakutan itu juga tidak terlepas dari hasil hitung cepat (quick count) yang dijalankan lembaga survei. Ada lembaga survei yang memenangkan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Namun, ada pula lembaga survei yang memenangkan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Itulah peristiwa pertama dalam pemilihan presiden yang memperlihatkan hasil hitung cepat berbagai lembaga survei terbelah menjadi dua kubu yang berlainan. Hasil hitung cepat lembaga survei itu dijadikan klaim menyatakan kemenangan. Jika rekapitulasi suara yang dilakukan oleh KPU bertentangan dengan hasil hitung cepat yang dijadikan dasar pernyataan, ada potensi konflik politik dan hukum yang memang dapat meletup.

Situasi Kerumunan

Rumor merupakan fenomena yang terjadi dalam suasana kolektivitas, yakni situasi kerumunan manusia. Namun, kerumunan dalam konteks rumor bersifat sangat menyebar, melampaui geografi yang demikian luas. Inilah perbedaan yang kuat antara rumor dan demonstrasi yang berakhir anarki, misalnya. Demonstrasi terjadi dalam ruang geografis yang spesifik. Sementara itu, rumor tidak bisa dipastikan aspek jangkauan geografisnya. Terlebih lagi dengan kehadiran teknologi komunikasi dan informasi, rumor justru tidak gampang dijinakkan.

Demonstrasi yang rusuh dapat dikendalikan oleh ratusan atau ribuan polisi terlatih. Namun, rumor yang mengabarkan tentang kerusuhan tidak dapat dikendalikan oleh aparat negara yang sama. Rumor tidak mudah dijinakkan bukan saja karena alasan geografis, melainkan juga karena aspek psikologis yang ada di dalamnya. Seseorang akan mengingat dan menyebarkan rumor, demikian Paul B Horton dan Chester L Hunt (Sociology, 1964), menguraikan, apabila rumor itu mampu melepaskan, membenarkan, dan menjelaskan ketegangan-ketegangan yang dialaminya. Jadi, rumor memang terkait demikian kuat dengan tensi sosial yang terjadi.

Semakin tinggi ketegangan sosial yang menimpa masyarakat, maka merebaknya rumor bisa diandaikan layaknya padang ilalang kering yang mulai terbakar pada sebuah bagian kecil. Seiring angin bertiup kencang, dengan sendirinya bag ian-bag ian yang lebih luas dari padang ilalang itu pun bakal hangus. Ketegangan akibat suhu politik yang terus memanas memang tidaklah mudah diturunkan. Di sinilah tensi dari individu-individu yang mengidentifikasi diri sebagai kelompok- ke lompok sosial yang kemungkinan besar dijadikan sebagai objek dalam kerusuhan semakin meningkat.

Merebak pula rumor bahwa kalangan etnis minoritas yang biasa menjadi sasaran amuk massa telah menyiapkan evakuasi ke Singapura. Berbagai aset bisnis yang mereka miliki pun sudah diasuransikan. Ini semua adalah langkahlangkah antisipasi yang sebenarnya rasional dilakukan. Pasalnya, harkat hidup manusia tidak boleh dikorbankan oleh hasrat berkuasa segelintir oknum. Namun pada sisi lain, kalau semua itu tersulut akibat rumor politik merupakan hal yang irasional.

Suasana Ketidakpastian

Rumor, sebagai informasi yang tidak dapat dipastikan kebenarannya, mampu merebak dengan kuat akibat suasana ketidakpastian yang terus merebak. Hasil hitung cepat yang berlainan menjadikan ketidakpastian politik meninggi. Penghitungan suara yang ditingkahi perilaku kecurangan juga memperkeruh suasana yang telah tidak pasti ini.

Terlebih lagi pernyataan-pernyataan dari kalangan elite politik yang terlibat dalam pemilihan presiden makin menajamkan ketidakpastian karena masing-masing pihak telah menyatakan klaim kemenangan. Perbedaan seakanakan semakin ditajamkan. Akan tetapi, rumor jelasjelas bisa diredakan jika dikenali sejumlah karakteristiknya. Ada tiga sifat dasar rumor, ungkap John J Macionis (Sociology: 14th Edition , 2012). Pertama, rumor merebak dalam iklim sosial yang mengalami ketidak-pastian. Kedua, rumor bersifat tidak stabil. Dan ketiga, rumor sulit dihentikan.

Pada sifat yang pertama ditunjukkan bahwa rumor terjadi karena masyarakat tidak memiliki informasi yang jelas dan dijamin kebenarannya pada pokok persoalan tertentu. Pada sifat kedua, rumor gampang sekali berganti-ganti karena setiap individu yang menerima rumor akan melakukan pemelintiran sesuai dengan kepentingannya sendiri-sendiri. Pada ciri ketiga, rumor sulit diredam perluasannya karena setiap orang segera berkirim rumor dalam jejaring sosial dengan menggunakan teknologi yang semakin canggih.

Rumor tentang kerusuhan, ternyata, mampu diatasi dengan sejumlah langkah. Pertama, negara memberi jaminan keamanan bagi setiap warga. Bukan hanya melalui pernyataan, melainkan juga langkah-langkah nyata. Kedua, aparat keamanan disiagakan dengan melakukan gelar pasukan secara kontinu.

Ketiga, masing-masing calon presiden-wakil presiden selalu mengimbau kepada para pendukungnya untuk tidak mengerahkan massa dan menerima keputusan politik apa pun yang terjadi. Keempat, pihak media massa mampu menyajikan pemberitaan yang benar-benar telah dikonfirmasi, sehingga masyarakat bisa mendapatkan kepastian informasi. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar