Sabtu, 30 Agustus 2014

IS, Pergolakan dan Perdamaian

IS, Pergolakan dan Perdamaian

Ibnu Burdah  ;   Pemerhati Timur Tengah dan Dunia Islam
UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta
KOMPAS, 29 Agustus 2014

                                                                                                                       


DI tengah perbedaan tajam dan konflik keras di antara berbagai kekuatan di Timur Tengah, ada satu hal yang menyamakan mereka saat ini, yaitu memandang IS (Islamic State/Dawlah Islamiyyah) di Irak dan Suriah sebagai ancaman nyata, termasuk bagi negara atau kelompok yang secara langsung atau tidak turut melahirkan dan membesarkan kelompok ini.

Pemerintahan Obama yang terus berupaya tak melibatkan kekuatannya di lapangan selama beberapa tahun terakhir akhirnya turun gelanggang.
Meski berjanji tak akan menurunkan pasukan di bumi Irak dan serangan akan bersifat terbatas, hal itu menunjukkan besarnya ancaman IS dalam persepsi pemerintahan Obama.

Keberhasilan kelompok seradikal itu mengkreasikan sebuah ”negara” di kawasan dan dengan kepercayaan sangat tinggi yang menuntut semua pihak patuh kepadanya adalah akibat dari kesalahan kolektif aktor-aktor di kawasan Timur Tengah selama ini. Kesalahan itu terkristalkan dalam dua hal, yaitu kegagalan menghentikan kekacauan dan menciptakan perdamaian di kawasan.

Kekacauan

Kelompok-kelompok radikal sangat sulit tumbuh dan membesar di masyarakat yang sehat, normal, dan stabil. Mereka memerlukan ladang persemaian berupa abnormalitas masyarakat, yaitu kekacauan yang biasanya diakibatkan oleh konflik destruktif dan berkepanjangan.

Kekacauan adalah persemaian paling subur bagi aksi-aksi kelompok radikal, dari perekrutan anggota sebanyak-banyaknya, penanaman militansi dan kesetiaan tanpa batas, hingga penguatan jaringan dan logistik, semuanya akan lancar jika situasi benar-benar kacau.

Kekacauan merupakan ”madrasah” terbaik bagi mereka untuk melancarkan berbagai aktivitas yang membuat mereka semakin terlatih dan ”sempurna” sebagai ekstremis radikal.

Harus diakui, salah satu implikasi dari gerakan protes di sejumlah negara Arab sejak akhir 2010 adalah meletusnya konflik horizontal dan vertikal di mana-mana. Semuanya berujung pada kekacauan. Inilah ladang subur berkembangnya gerakan-gerakan radikal.

Kelompok IS adalah kelompok yang lahir dan dibesarkan oleh situasi semacam ini. Di samping kekacauan panjang di Irak setelah perang AS-Irak, kemampuan mereka sebagai ekstremis garis keras juga diasah dengan petualangan mereka dalam perang destruktif di Suriah selama sekitar tiga tahun.

Kegagalan perdamaian

Keberhasilan kelompok IS sejauh ini dipastikan tak akan tercapai jika berbagai proyek perdamaian Timur Tengah berhasil. Mereka tak akan memiliki kekuatan sebesar sekarang seandainya upaya perdamaian dalam perang Suriah berhasil dicapai.

Taruhlah perdamaian Geneva II yang merupakan opsi damai yang tersedia selama setahun terakhir. Patut disesalkan, proyek itu telah kolaps, bahkan sebelum isu-isu penting dibicarakan.

Berbagai kegagalan dalam proyek perdamaian lain di Timur Tengah, termasuk Palestina-Israel, semakin memberikan ruang bagi lahir dan berkembangnya kelompok-kelompok radikal itu.

Kegagalan upaya perdamaian memberikan argumen nyata bagi para pengikut kelompok ekstremis untuk tegas mengambil jalan senjata. Sebab, jalan lain dipandang sudah tak ada lagi. Upaya perdamaian dan negosiasi adalah kesia-siaan belaka.

Peristiwa-peristiwa belakangan di kawasan itu juga memperkuat keyakinan mereka bahwa jalan demokrasi adalah sesat. Bagaimana mereka akan percaya demokrasi ketika sejumlah pemerintahan hasil pilihan rakyat melalui pemilu dijatuhkan dengan semena-mena.

Belum hilang ingatan mereka tentang Hamas dan FIS, keduanya pernah menjadi pemenang pemilu di Palestina dan Aljazair, tetapi kemudian dijatuhkan secara paksa, tiba-tiba peristiwa Mesir terjadi.

Pemerintahan pilihan rakyat lewat pemilu demokratis dijatuhkan oleh militer dan gerakan massa secara paksa. Bahkan, mereka mengalami nasib yang begitu tragis. Pemerintahan Nahdhah di Tunisia juga mengalami hal yang kurang lebih sama kendati dengan pola dan nasib sedikit berbeda.

Semua pengalaman itu tentu sangat berpengaruh terhadap cara pandang kelompok-kelompok di Timur Tengah, termasuk kelompok-kelompok ekstrem itu, bahkan suatu saat bisa jadi terhadap kelompok moderat seperti Ikhwan di Mesir.
Siapa bisa menjamin, kelompok Ikhwan Mesir akan terus mengambil jalan damai jika terus diperlakukan seperti sekarang. Mereka bisa semakin yakin bahwa demokrasi sama sekali tak akan mengantarkan mereka kepada tujuan. Demokrasi tak lain adalah bualan, bahkan jebakan yang bisa menjerumuskan mereka ke jurang.

Untuk jangka panjang, satu-satunya jalan yang mesti ditempuh untuk melemahkan dan menghambat tumbuhnya gerakan-gerakan radikal baru adalah membangun masyarakat kawasan yang normal, yaitu masyarakat yang aman, damai, dan stabil.

Untuk itu, proses perdamaian harus terus didorong tanpa lelah dan dengan berbagai terobosan yang gagah berani. Pada titik ini, keterlibatan Pemerintah RI dalam upaya mewujudkan berbagai perdamaian di Timur Tengah tampak jelas sebagai bagian dari kepentingan nasional Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar