Senin, 29 September 2014

Internet dan Psikologi

Internet dan Psikologi

Kristi Poerwandari  ;   Kolumnis “Konsultasi Psikologi” Kompas
KOMPAS,  28 September 2014

                                                                                                                       


MENGIKUTI Asian Association of Women’s Studies di Los Baños, Filipina, saya baru benar-benar ”ngeh” mengenai pentingnya kita membahas implikasi kemajuan teknologi informasi terhadap kehidupan secara umum dan terhadap psikologi masyarakat.

Saya baru saja menghadiri simposium yang diselenggarakan Asian Association of Women’s Studies (AAWS) mengenai bagaimana mengantisipasi dan memanfaatkan secara maksimal kemajuan teknologi internet dan digital. Kebetulan presiden AAWS adalah rektor University of the Philippines–Open University, yang menyelenggarakan pendidikan tinggi terbuka di tingkat diploma, S-1, S-2, dan S-3 dengan secara maksimal memanfaatkan teknologi internet.

Bisnis dan internet

Beth Anderson dkk (2012) melakukan review pada berbagai penelitian mengenai Facebook, dan mencatat sambutan luar biasa dari dunia korporasi. Contoh saja, dalam catatan 24 jam pertama sejak dilansirnya Facebook, ada 100.000 organisasi membuat profilnya. Mereka paham potensi pemanfaatan internet, meski mungkin tidak menyangka bahwa sambutan masyarakat demikian luar biasa. Pengguna Facebook antusias mengomunikasikan dukungan pada merek dan produk tertentu, jadi fans dengan meng-klik ’like’, atau berdiskusi tentang produk. Bahkan ada berbagai kompetisi (misalnya berfoto dengan produk dan merek tertentu) yang disambut ramai oleh konsumen.

Kemajuan teknologi luar biasa mengubah cara dan strategi kerja kalangan bisnis, karena penyadaran mengenai keberadaan produk dilakukan online dan dapat menjangkau jaringan sosial nyaris tak terbatas, dengan biaya minimal. Sebenarnya motivasi konsumen untuk melibatkan diri di laman merek tertentu belum tentu murni kesukaan atau kesetiaan pada merek. Bisa jadi ada kebutuhan akan identitas sosial, pengungkapan diri, bahkan antisipasi akan insentif yang dapat diperoleh (misal: menang lomba). Tetapi kalangan bisnis memanfaatkan ini secara maksimal.

Kalangan bisnis kecil yang belum memanfaatkan teknologi online, organisasi-organisasi kemanusiaan non-profit, bahkan lembaga pendidikan, tampaknya perlu mempertimbangkan maksimalisasi penggunaan teknologi internet dan digital. Anderson dkk menemukan bahwa Facebook dapat membantu naiknya kembali citra organisasi yang nyaris kehilangan konsumen.

Perlu dicatat pentingnya membuat laman yang interaktif. Laman statis yang deskriptif saja, apalagi tidak diperbarui secara berkala, dan sudah kedaluwarsa informasinya, tidak akan menciptakan keterlibatan dari konsumen atau masyarakat sasaran. Laman demikian dapat menciptakan kesan organisasi ini tidak dikelola dengan baik, tidak aktif, bahkan ’sudah mati’. Barangkali ini jadi salah satu penjelasan, mengapa lembaga-lembaga kemasyarakatan–yang mungkin bekerja sangat keras di lapangan– cenderung kurang terdengar gaung kerjanya. Yang lebih terdengar adalah yang mampu memanfaatkan teknologi informasi, misalnya CSR perusahaan, yang bagaimanapun memiliki kepentingan profit dan penguatan merek, dengan menyiarkan kerja sosial dari kelompoknya.

Antisipasi persoalan

Kehebatan temuan baru selalu mengandung dua sisi, potensi positif dan antisipasi persoalan yang dimunculkannya. Kita telah mendengar penipuan melalui bisnis online, pemanfaatan internet untuk menyiarkan kehebatan produk atau organisasi (yang ternyata palsu) atau sebaliknya, untuk menyiarkan info buruk mengenai pesaing.

Secara psikologi, individu menggunakan Facebook dan media sosial lain, bisa murni untuk mencari dan berbagi informasi, serta mengembangkan jaringan sosial secara konstruktif. Sebagian yang lain, utamanya anak, remaja, dan orang muda, mungkin masuk ke media sosial untuk memperoleh penerimaan sosial, mencari identitas diri, mencari kelekatan (attachment) dengan orang lain, mencari cara mengatasi kebingungan dan kesepian.

Untuk individu-individu di atas, teknologi informasi dapat membawa kerentanan tertentu. Anak dan remaja dapat dengan mudah masuk dalam situs pornografi, terjebak di dalamnya dan menjadi kacau. Anak dan remaja yang merasa tidak dimengerti orang dewasa di sekitarnya, mereka yang merasa kesepian dan bingung, mungkin lari ke internet dan media sosial untuk mencari jawaban. Mereka dapat dengan mudah berkenalan dengan pihak-pihak yang memang ’mencari mangsa’.

Kasus-kasus psikologi klinis dan di lapangan menunjukkan cukup mengkhawatirkannya gejala remaja yang berpacaran lewat media sosial, ditawari berbagai hal menggiurkan (seperti baju, sepatu, gadget dan komputer terbaru) yang sebenarnya adalah bentuk jebakan. Ketika hati ’tertambat’ dan sudah ’jadian’, mereka membuat janji untuk saling bertemu, dan masuk dalam perangkap.

Di salah satu polres di mana kami bekerja sama melakukan pemeriksaan psikologi, saya menemukan setidaknya satu tersangka pelaku kekerasan seksual yang mengaku membuat profil palsu dengan foto palsu di Facebook untuk menarik perhatian remaja-remaja perempuan, mengajak pacaran, bertemu muka langsung, dan memaksakan hubungan seksual. Ia sudah banyak berhasil dan para perempuan itu tidak berani berbuat apa-apa, hanya yang terakhir yang kemudian berani melaporkan ke polisi.

Di kalangan masyarakat luas, kita perlu waspada bahwa internet juga dapat dimanfaatkan untuk menyiarkan berita bohong, kebencian pada kelompok atau figur-figur tertentu, memutar-balik fakta, menciptakan kebingungan, secara sistematis menciptakan opini yang merugikan, yang tujuannya untuk memecah-belah masyarakat.

Menjadi PR pula untuk kita: bagaimana memastikan agar masyarakat yang miskin atau serba terbatas aksesnya, tidak tertinggal, makin tersisih, dan menjadi korban dari kemajuan teknologi, tetapi dapat ikut memperoleh manfaat maksimal darinya?

Kita tidak dapat kembali ke masa lalu saat komputer belum ditemukan. Untuk dapat bertahan, bertumbuh, dan mengambil peran strategis dalam masyarakat, satu-satunya pilihan adalah memanfaatkan secara maksimal teknologi ini. Hal yang sama penting adalah mengantisipasi berbagai persoalan yang mungkin muncul, dan melakukan langkah-langkah untuk mencegah atau mengatasinya sedini mungkin. Jadi, sudah siapkah kita?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar