Rabu, 26 November 2014

Iklan ‘Membunuh’, Sebuah Peringatan dan Tanda Tanya

                                                  Iklan ‘Membunuh’,

Sebuah Peringatan dan Tanda Tanya

Zainoel B Biran  ;   Psikolog Sosial
KORAN TEMPO,  26 November 2014

                                                                                                                       


Berbagai media elektronik visual di Indonesia menayangkan iklan rokok dengan sebuah peringatan tertulis yang gamblang. Tulisannya ada yang besar, ada pula yang kecil; ada yang berhuruf tebal, ada pula yang berhuruf tipis. Kalau kata-kata yang digunakan dirangkaikan, kita akan mendapatkan sebuah rangkaian pemaknaan yang bisa sangat menarik.

Merokok (itu) Membunuhmu. (Tapi) It's an Adventure! (Merokok itu memberikan) Pleasure-Style-Confidence, (juga) Inspirasi Tanpa Batas. (Merokok itu) Stylish, (juga) My (own) Life, My (own) Adventure. (Orang boleh saja berbeda, karena itu) Be Yourself, Rise & Shine. Break the Limit! Taste the Power. Gerak Lebih Cepat, (dan) Let's Do It! (Ingat, rokok itu) Anugerah Alam Indonesia.

Kita bisa saja membuat tafsiran yang bermacam-macam tentang iklan rokok seperti yang terpampang di banyak media. Salah satunya, merokok (itu boleh jadi) membunuhmu. Tapi, apa iya? Buktinya, para perokok banyak yang masih hidup, bahkan ada yang berumur panjang; bahkan mungkin pula ada yang sempat ikut lomba maraton. Kebutuhan akan rokok nyatanya tetap tinggi. Merokok itu juga memberi kenikmatan, kepuasan, dan merupakan sebuah tantangan bagi sang pemberani.

Di dalam masyarakat yang tengah dilanda konsumerisme, hedonisme, heroisme, dan juga kecenderungan "berani mati", seperti yang kita alami dewasa ini, apa yang ditawarkan menjadi sebongkah magnet yang berdaya kuat bagi sebagian warganya. Belum lagi imbauan bahwa rokok merupakan produk negeri sendiri. So, bila cinta negerimu, beli dan isaplah rokok-karena rokok (maksudnya, tembakau, juga cengkeh, atau rempah lainnya) adalah suatu anugerah yang alami dan memang telah disediakan untuk negerimu.

Banyak alasan lain yang dapat diajukan untuk mendukung pemuasan kebutuhan akan rokok ini. Dengan banyaknya dalih yang memuat kontradiksi, tapi menarik, ada kemungkinan orang akan berhenti membeli rokok demi alasan kesehatan (yang dapat berakibat kematian) menjadi sangat terbatas-tidak ada disonansi kognitif yang dapat memicu perubahan sikap dan keyakinan orang.

Bila pemerintah benar-benar berniat mengubah perilaku merokok orang Indonesia, sikap yang lebih mengarah ke "cinta rokok" perlu dibanjiri dengan informasi faktual (dan ilmiah) tentang dampak merokok pada kesehatan diri, juga pada kesehatan anggota keluarga atau orang lain yang menjadi perokok pasif. Sajikan juga secara visual, dan auditif, apa yang terjadi pada tubuh bila kita menjadi perokok aktif ataupun pasif. Tayangan "berhentilah menikmati rokok sebelum rokok menikmati dirimu" masih perlu dikaji dampaknya karena hanya memuat satu informasi tentang kanker leher. Bagaimana pun, menurut saya, merokok harus dilarang. Sebab, seirama dengan gerak pemerintah baru yang menekankan "kerja-kerja-kerja", merokok juga membatasi semangat, laju, dan kesinambungan kegiatan kerja orang, selain juga menjadi penyebab dari banyak bencana. Merokok dulu, ah! Asyiiiik…

Pemerintah agaknya perlu juga segera memikirkan dan melaksanakan upaya-upaya "memperbaiki" nasib para petani dan pekerja pendukung industri rokok, dan mencari sumber penghasilan negara pengganti untuk mendapatkan dana yang selama ini diperoleh dari cukai rokok dan hal-hal lain yang berkaitan. Semoga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar