Kamis, 25 Desember 2014

Fenomena Tahrike Taliban Pakistan

Fenomena Tahrike Taliban Pakistan

Smith Alhadar  ;  Penasihat pada The Indonesian Society for Middle East Studies, Staf Ahli pada Institute for Democracy Education
MEDIA INDONESIA,  24 Desember 2014

                                                                                                                       


PADA 16 Desember, kelompok jihadis Pakistan kembali menggemparkan dunia dan membuat shock seluruh masyarakat Pakistan, setelah membunuh 149 orang, 130-an di antaranya murid sekolah. Dua tahun sebelumnya, Oktober 2012, kelompok sama yang bernama Tahrike Taliban Pakistan (TTP) menembak kepala seorang remaja yang bercita-cita memajukan pendidikan bagi perempuan. Dia ialah Malala Yousafzai yang ketika itu baru berusia 15 tahun. Peristiwa yang tak kalah menggemparkan dan sempat membuat hubungan Pakistan-India sangat tegang ialah serangan TTP yang menewaskan 166 orang di Mumbai, India, pada 2008.

Meskipun bernama Republik Islam Pakistan, konstitusinya tidak mencantumkan penerapan syariat bagi masyarakat. Meskipun 97% dari 180 juta penduduknya ialah muslim. Para founding fathers Pakistan hanya melihat Islam sebagai identitas kultural. Terwujudnya kondisi sosial yang tertib dan keadilan ekonomi bagi semua, itulah Islam yang harus diperjuangkan. Munculnya kelompok-kelompok militan Islam saat ini paling tidak disebabkan 3 faktor, yakni invasi tentara merah Uni Soviet ke Afghanistan pada 1979, islamisasi Pakistan yang dilakukan Jenderal Zia ul-Haq pada tahun itu juga, dan keterlibatan intelijen Pakistan (ISI).

Invasi tentara tidak bertuhan ke negeri yang masih sangat tradisional dan religius itu telah menciptakan banjir pengungsi Afghanistan ke Pakistan, terutama di Kota Peshawar, Provinsi Khyber Pakhtunkhwa. Khyber Pakhtunkhwa ialah wilayah paling miskin, konservatif, dan terbelakang di segala bidang bersama kawasan Waziristan, tempat hunian kelompok suku di barat daya Pakistan. Kawasan sunyi dan dilupakan dunia itu tiba-tiba berubah menjadi wilayah gegap gempita dengan masuknya jutaan pengungsi Afghanistan. Sekitar 15.000-25.000 mujahidin asing yang kelak berubah menjadi Al-Qaeda.

Ideologi Islam militan dipandang cocok untuk membebaskan Afghanistan dan penguasa komunis lokal yang ditopang sekitar 100.000 tentara Uni Soviet. Jihadisme dijadikan inti dari Islam itu sendiri demi membebaskan muslim dari komunisme dan kebudayaan Barat yang mengisolasi diri, domestikasi perempuan, dan pelarangan ilmu dan teknologi.

Jihadisme itu tumbuh subur di sekolah-sekolah darurat di sepanjang perbatasan Pakistan-Afghanistan. Paling tidak selama 14 tahun (19801994), khususnya kota Peshawar, tempat beredarnya berbagai buku jihad dan ideologi Islam radikal, seperti buku yang ditulis Ayman al-Zawahiri, pemimpin al-Qaeda sekarang, dan buku-buku Syeikh Abdullah Azzam, ideolog jihadisme yang menjadi guru Osama bin Laden.

Buku yang ditulis Imam Samudra, pentolan Jamaah Islamiyah yang pernah hidup di Peshawar. Jelas itu banyak merujuk pada buku-buku jihadisme yang diterbitkan Maktab Al-Khadimiyah (Biro Pelayanan) yang dipimpin Abdullah Azzam dan Osama bin Laden di Peshawar. negeri yang masih sang dan religius itu telah menciptakan banjir pengungsi Afghanistan ke Pakistan, terutama di Kota Peshawar, Provinsi Khyber Pakhtunkhwa. Khyber Pakhtunkhwa ialah wilayah paling miskin, konservatif, miskin, konservatif, dan terbelakang di segala bidang bersama kawasan Waziristan, tem pat hunian kelompok suku di barat daya Pakistan. Kawasan sunyi dan di lupakan dunia itu tiba-tiba berubah menjadi wilayah gegap gempita dengan masuknya jutaan pengungsi Afghanistan. Sekitar 15.000-25.000 mujahidin asing yang kelak berubah menjadi Al-Qaeda.

Ideologi Islam militan dipandang cocok untuk membebaskan Afghanistan dan penguasa komunis lokal yang ditopang sekitar 100.000 tentara Uni Soviet. Jihadisme dijadikan inti dari Islam itu sendiri demi membe baskan muslim dari komunisme dan kebudayaan Barat yang mengisolasi diri, domestikasi perempuan, dan pelarangan ilmu dan teknologi.

Jihadisme itu tumbuh subur di sekolah-sekolah darurat di sepanjang perbatasan Pakistan-Afghanistan. Paling tidak selama 14 tahun (1980 1994), khususnya kota Peshawar, tempat beredarnya berbagai buku jihad dan ideologi Islam radikal, seperti buku yang ditulis Ayman al-Zawahiri, pemimpin al-Qaeda sekarang, dan buku-buku Syeikh Abdullah Azzam, ideolog jihadisme yang menjadi guru Osama bin Laden. Buku yang ditulis Imam Samudra, pentolan Jamaah Islamiyah yang pernah hidup di Peshawar. Jelas itu banyak merujuk pada buku-buku jihadisme yang diterbitkan Maktab Al-Khadimiyah (Biro Pelayanan) yang dipimpin Abdullah Azzam dan Osama bin Laden di Peshawar.

Ketika rezim komunis Afghanistan runtuh (1989), puluhan kelompok mujahidin berebut kekuasaan tanpa prospek kemenangan bagi salah satu pihak. Maka, dari lembaga-lembaga pendidikan darurat yang lebih banyak mengkhotbahkan Islam radikal, intelijen Pakistan (ISI) menciptakan Taliban untuk menghancurkan kebuntuan di kalangan kelompok mujahidin. Dengan bantuan keuangan dari Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, persenjataan dari AS, serta pelatihan militer Pakistan dan ISI, Taliban telah menguasai sekitar 90% teritorial Afghanistan, sejak 1996 sampai Oktober 2001, sebelum dihancurkan AS.

Iklim religius yang tercipta oleh invasi Soviet itu dimanfaatkan Jenderal Zia ul-Haq yang kekuasaannya diperoleh melalui kudeta dengan melancarkan islamisasi di Pakistan guna menarik dukungan muslim konservatif. Rezim Zia ul-Haq bisa survive karena pada masa kekuasaannya (1979-1988) ekonomi Pakistan tumbuh pesat, belum pernah dialami negara itu sejak merdeka pada 1947.

Dukungan Pakistan terhadap perjuangan membebaskan Afghanistan bukan saja membuat tindakan kudeta dan Islamisasi tidak dipertanyakan Barat, malah uang bantuan dari AS dan sekutu Barat serta negara-negara Arab kaya minyak mengalir deras ke Pakistan. ISI tidak hanya melatih Taliban, tetapi juga membangun kamp-kamp ‘mujahidin’ di wilayah Kashmir. Para mujahidin dari kamp-kamp itulah yang banyak terlibat teror di Kashmir ataupun di India, seperti Mumbai.

ISI bertindak atas dasar ‘kepentingan nasional’ Pakistan. Ketika dibentuk dan disokong, rezim Taliban diharapkan menjadi ‘negara boneka’ Pakistan untuk mengamankan geostrateginya di sebelah timur dan membuka akses Pakistan ke kawasan Asia Tengah. Runtuhnya Taliban membuat Pakistan cemas karena di Afghanistan, baru pemimpin Presiden Hamid Karzai berkiblat pada India. Akibatnya, ISI tetap ‘memelihara’ Taliban dengan harapan pemerintahan Kabul dapat dipaksa mengakomodasi aliran Islam ultrakonservatif itu.

TTP berideologi sama dengan Taliban Afghanistan, tetapi punya tujuan berbeda. TTP ialah orang-orang Pakistan yang telah termakan ideologi jihadisme Al-Qaeda dan merupakan organisasi payung bagi belasan kelompok jihadis. Upaya setengah hati memberantas TTP menyebabkan Pakistan yang relatif miskin harus menghabiskan US$67 miliar untuk melawan TTP yang telah membunuh 3 juta warga sipil sejak kemunculannya pada awal 2000-an.

Namun, upaya pembasmian TTP tak akan berhasil selama ISI masih memelihara Taliban-Afghanistan dan pemerintahan Pakistan tidak solid. Pemerintahan Pakistan, pemimpin PM Nawaz Sharif dari partai Pakistan Muslim League mendapat tekanan kuat dari dua partai oposisi utama Pakistan Peoples Party dan Pakistan Movement for Justice. Kemenangannya dalam pemilu lalu dipandang curang oleh partai oposisi. Pemerintahannya dituduh melakukan nepotisme dan korupsi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar