Jumat, 26 Desember 2014

Mengembalikan Terang yang Sejati

                           Mengembalikan Terang yang Sejati

Benny Susetyo  ;   Rohaniwan
KORAN SINDO,  25 Desember 2014

                                                                                                                       


Natal merupakan pancaran cahaya kemuliaan Tuhan dalam pengalaman kesederhanaan di sebuah kandang mungil. Kemuliaan dan kesederhanaan yang kini hampir lenyap dalam jiwa sanubari kaum elite.

Kaum elite sibuk dalam janji perbaikan kehidupan, namun janji itu begitu lama terealisasi dan terkubur dalam mimpi. Mendung dunia politik diciptakan kaum elite karena politik lebih banyak dimaknai sebagai “perdagangan kata-kata” dan tipu sana tipu sini. Wajah masa depan politik yang penuh dengan kepalsuan.

Rakyat dididik bermimpi di siang bolong tanpa memperhatikan kenyataan ekonomi dunia yang begitu berat. Elite politik kehilangan nalarnya untuk memberikan harapan. Para pemimpin kehilangan kesejatiannya karena mereka sibuk dengan dirinya sendiri. Rakyat kehilangan sosok pemimpin sejati yang memiliki kepedulian dan keseriusan untuk membelanya di tengah berbagai gejolak.

Terang Baru

Natal mengajarkan kepada manusia tentang era kehidupan baru, dari kegelapan menuju terang. Terang Natal bukanlah seperti yang diwujudkan dalam warna-warni lampu hias itu semata, melainkan bagaimana secara sadar diri membawa kehidupan baru yang lebih adil dan damai. Manusia membutuhkan momentum untuk merefleksikan diri.

Makna terdalam kedatangan Sang Juru Selamat untuk zaman ini adalah menegaskan kembali semangat-Nya untuk melawan ketidakadilan dan penindasan. Ketidakadilan sudah begitu membudaya. Ketidakadilan telah menggerus kebijaksanaan dalam kehidupan. Ketidakadilan banyak dicerminkan dari kehidupan yang timpang, antara yang kaya dan miskin, bodoh dan pintar, banyak dan sedikit atau elite dan jelata.

Mereka yang miskin dan bodoh selalu menjadi obyek yang dikorbankan oleh yang kaya dan pintar. Mereka yang banyak sering mempermainkan yang sedikit. Mereka yang sedikit tapi pintar dan kaya mengorbankan yang banyak tapi melarat dan bodoh. Harmoni kehidupan tercipta secara tidak seimbang.

Harapan untuk membuat kehidupan bisa saling memberi dan menerima antara yang berkelebihan dan berkekurangan nyaris pupus, sebab mereka yang berkelebihan sering memperolehnya secara paksa atau dengan tipu daya dari mereka yang berkekurangan. Begitu pula dengan yang elite danjelata. Mereka yang jelata berjumlah mayoritas namun menjadi dalam setiap peristiwa, merekalah yang menjadi korban kepintaran kaum elite. Bila suatu kali terjadi amuk massa, itu terjadi karena elite yang keterlaluan memperdayai.

Tak tebersit dalam pikiran mereka, bahwa kekuasaan d anjabatan yang dimilikinya merupakan daulat dari rakyat semesta. Orang kaya pun sering kehilangan kesadaran bahwa kekayaannya, sebagian terbesar merupakan “sumbangan” dari sebagian besar orang yang disebut miskin. Sebab tak ada orang kaya bila tak ada mereka yang dilabeli miskin.

Saat Moralitas Diabaikan

Kehidupan ini semakin merosot ketika moralitas keseimbangan diabaikan. Ketidakadilan dalam berbagai jenisnya dikembangbiakkan dan sering diwarnai seolah-olah itu merupakan fakta alami. Bahkan ketidakadilan dalam berbagai cara, oleh sang penguasa dan orang kaya, diajarkan sebagai suatu keadilan. Kita kehilangan kebijaksanaan dalam hidup.

Agama tak mampu menjadi semangat dan jalan untuk mengoreksi berbagai kekeliruan yang terjadi. Sebab agama sekedar menjadi simbol semata, dan nilai-nilainya tak jarang direduksi dalam kekuasaan atau uang. Pragmatisme kehidupan ini juga dicerminkan dalam budaya komersialisasi yang begitu keras. Pencemaran nilai-nilai agama oleh budaya komersialisme dewasa ini bahkan sudah berada dalam tahap mencemaskan. Tak terkecuali Natal.

Kita mengerti mengapa Paus Benediktus pernah mengkritik tajam Natal yang bercorak komersial sehingga kerap menggerus makna hakikinya. Tanpa disadari, ketercerabutan nilai-nilai agama baik oleh kekuasaan maupun uang sudah nyaris melumpuhkan nilai-nilai kemanusiaan. Penghayatan nilai kemanusiaan luntur oleh situasi yang membolehkan manusia bersikap serakah dan mencaplok hak orang lain.

Kesenjangan adalah wujud ketidakadilan yang paling nyata. Namun bukanlah kesenjangan itu yang dipermasalahkan melainkan mengapa kesenjangan terjadi dan bagaimana sikap untuk mengatasi kesenjangan itulah yang menjadi masalah. Kesenjangan terjadi akibat solidaritas yang lemah, dan upaya untuk mengangkat kesejahteraan diri sering dengan menikam yang lebih lemah.

Setelah itu, kesenjangan itu sedikit demi sedikit dilupakan sebagai masalah, sehingga solidaritas seolah-olah tidak diperlukan lagi. Ini terjadi ketika semua orang berpikir “cari selamat sendiri-sendiri”. Watak individualisme merupakan bawaan dari kebudayaan kapitalisme yang mengajarkan hedonisme melalui penguasaan terhadap harta benda. Komersialisme merupakan media untuk menghantarkan semua orang mendapatkan kesenangan personal.

Kebahagiaan kolektif tercipta akibat kebahagiaan personal. Namun ajaran demikian, yang sekarang semakin nyata dan menjadi perikehidupan sehari-hari, selalu mengabaikan fakta bahwa kebahagiaan individual itu tidak pernah datang secara bersama- sama. Akibatnya, mereka bertarung untuk memperebutkan kebahagiaan individual itu sering dengan menghancurkan lainnya. Inilah “gelap” yang harus dihapus.

 “Gelap” itu sebuah situasi di mana ketidakadilan, kesenjangan, penindasan, penghisapan, nafsu serakah dan kekejaman berbaur menghilangkan toleransi, keadilan dan kebijaksanaan. Masihkah ada kesempatan bagi manusia untuk keluar dari jurang yang gelap ini? Natal merupakan kehidupan baru, yakni momentum bagi refleksi diri manusia agar berubah lebih solider, bijaksana, adil untuk melahirkan budaya damai.

Kelahiran Juru Selamat itu bermakna sebagai kelahiran kehidupan baru yang lebih damai dan menyingkirkan penindasan. Kini penindasan demi penindasan sudah ada di depan mata, bahkan dalam bentuknya yang elok-elok seolah itu bukan penindasan. Makna Natal bagi orang beriman adalah untuk melawan penindasan dengan menegakkan kedamaian dan memperluas sikap solider dan menjunjung tinggi kesadaran berkehidupan bersama. Selamat Natal.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar