Selasa, 30 Desember 2014

Negara Maritim yang Terbuka

Negara Maritim yang Terbuka

Yasuaki Tanizaki  ;   Duta Besar Jepang untuk Republik Indonesia
KOMPAS, 27 Desember 2014

                                                                                                                       


SAYA baru bertugas di Jakarta September lalu, tetapi saya telah mengenal kata ”Toraja” sebelum datang di Indonesia. Kata ini saya kenal sebagai nama kopi yang enak dengan kemasan bergambar rumah adat Toraja yang disebut ”Tongkonang”. Yang mengejutkan saya, rumah adat ini berbentuk perahu.

Ada pandangan yang mengatakan nenek moyang suku Toraja yang berdiam di pegunungan datang dari wilayah jauh di utara dengan perahu. Hal lain yang pernah saya dengar adalah kata Manado, kota di Sulawesi, berasal dari kata ”Minato” yang artinya pelabuhan dalam bahasa Jepang.

Presiden Joko Widodo mencanangkan Indonesia untuk kembali sebagai negara maritim dan telah menyampaikan gagasan poros maritim. Jepang pun merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri lebih dari 3.000 pulau, dan sebagai sesama negara demokrasi dan maritim, menyambut baik Indonesia.

Dalam Konferensi APEC di Beijing November lalu, PM Abe menyampaikan kepada Presiden Joko Widodo untuk bekerja sama lebih erat lagi sebagai sumbangsih Jepang bagi perdamaian dan kemakmuran wilayah. PM Abe akan mendukung sikap pro-aktif Presiden Joko Widodo dalam mengatasi permasalahan maritim.

PM Abe juga mencanangkan prinsip ”Proactive Contribution to Peace (Prinsip Kontribusi Pro-aktif terhadap Perdamaian)” untuk lebih aktif lagi dalam menyumbang perdamaian dan stabilitas di kawasan dan dunia internasional, serta bekerja sama dengan Amerika Serikat dan negara-negara terkait lainnya.

Menurut saya, kerja sama Indonesia dan Jepang pasti akan memberikan sumbangsih bagi perdamaian dan kestabilan wilayah. Kedua negara dapat bekerja sama di bidang pembangunan infrastruktur pelabuhan, peningkatan kemampuan pengamanan laut, serta pengembangan industri perikanan dan sebagainya.

Harapan

Presiden Joko Widodo menyampaikan harapannya agar Jepang menambah investasi modal dan bekerja sama dalam memperbaiki infrastruktur. Pemerintah Jepang berkeinginan memperdalam hubungan perekonomian yang saling menguntungkan. Untuk itu, pembangunan infrastruktur, seperti penyediaan daya listrik, merupakan unsur yang sangat penting. PM Abe mengatakan, Jepang siap bekerja sama dengan Indonesia dalam menata infrastruktur berkualitas, seperti pelabuhan, MRT, dan pembangkit tenaga listrik.

Jepang sudah lama membantu Indonesia. PLTU Tanjung Priok dibangun melalui kerja sama ekonomi Jepang (ODA) tahun 1969 untuk memenuhi kebutuhan listrik Jakarta, diikuti proyek-proyek pembangkit listrik tenaga air di sejumlah wilayah.

Contoh lain dari kerja sama kedua negara kita adalah penataan infrastruktur pelabuhan perikanan Jakarta yang kini menjadi tempat beroperasi 100 lebih perusahaan perikanan swasta dengan nilai ekspor hasil tangkapan laut lebih dari Rp 10 miliar.

Jepang juga terbuka membantu dalam hal ”sabo”, suatu sistem pengendalian erosi, sedimentasi banjir lahar, dan tanah longsor. Kata ini juga berasal dari bahasa Jepang, dan dapat dikatakan sebagai simbol dari pertalian kerja sama kedua negara. Di daerah Yogyakarta, dekat Gunung Merapi, terdapat ”Pusat Teknik Pengendalian Pasir”, yang menjadi simbol kerja sama penanggulangan bencana erosi kedua negara.

Contoh lain di Jawa Timur, tempat direalisasikannya kerja sama ekonomi Jepang dan Indonesia pertama, berupa proyek yang dinamakan ”Proyek Perencanaan Pembangunan Terpadu Hilir Sungai Brantas” dan telah berlangsung selama lebih dari 40 tahun. Dalam proyek itu terlibat beberapa teknisi Jepang yang mentransfer ilmu dan teknologi kepada para teknisi lokal.

Warisan budaya

Hampir 20 tahun yang lalu saya berkesempatan mengunjungi Candi Borobudur dan Candi Prambanan yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia. Saat itu saya hanya terpana melihat keagungan dan keindahan kedua candi itu. Jepang juga terbuka untuk bekerja sama di bidang pelestarian budaya dan salah satunya adalah dalam menata taman kedua candi itu. Selanjutnya, pertukaran kebudayaan dan pertukaran pemuda.

Akhir-akhir ini, minat anak-anak muda Indonesia terhadap Jepang meningkat dan saat ini jumlah orang Indonesia yang mempelajari bahasa Jepang mencapai 870.000 orang (merupakan jumlah terbanyak nomor dua di dunia). Sebaliknya, di Jepang jumlah universitas ataupun sekolah yang mengajarkan bahasa Indonesia pun meningkat.

Pada 1 Desember 2014, Jepang memberlakukan bebas visa terhadap warga negara Indonesia yang memiliki e-paspor. Hal ini memungkinkan bagi warga Indonesia untuk berkunjung ke Jepang dengan prosedur yang jauh lebih mudah dibandingkan selama ini.

Pada kunjungannya ke Jakarta Januari 2013 lalu, PM Abe berencana menyampaikan pidato, tetapi karena adanya suatu urusan darurat kenegaraan yang harus ditangani, ia harus mempersingkat kunjungannya dan acara ini dibatalkan.

Sebagai gantinya, teks pidato berjudul ”The Bounty of the Open Seas: Five New Principles for Japanese Diplomacy” dimuat di situs Kementerian Luar Negeri Jepang (http://www.mofa.go.jp/announce/pm/abe/abe_0118e.html).

Dalam pidato tersebut, PM Abe menyatakan, ”Dikelilingi oleh lautan, hidup darinya dan memandang keamanan laut sebagai keamanan diri sendiri”, merupakan hal yang sangat wajar secara geopolitik bagi Jepang dan Indonesia sebagai negara maritim. Untuk itu, Jepang selalu berusaha memperkuat kemitraan dengan Amerika Serikat dan negara-negara maritim di Asia, seperti Indonesia.

Menurut Abe, kita harus percaya pada nilai-nilai yang kita pegang teguh. Kita tidak boleh membiarkan, terutama lautan yang merupakan milik kita bersama, menjadi tempat yang dikuasai oleh kekuatan semata. Kita harus menciptakan lebih banyak lagi jaringan perekonomian, meningkatkan pertukaran budaya, dan pembinaan generasi penerus.

Pada akhirnya, saya berharap agar hubungan kerja sama serta pertalian kedua negara akan semakin kuat di pemerintahan Presiden Joko Widodo. Semoga senantiasa damai di laut Asia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar