Selasa, 27 Januari 2015

Keseimbangan Investasi dan Konsumsi

Keseimbangan Investasi dan Konsumsi

Firmanzah  ;   Rektor Universitas Paramadina,
Guru Besar FEB Universitas Indonesia
KORAN SINDO, 26 Januari 2015

                                                                                                                                     
                                                

Pertemuan World Economic Forum (WEF) Ke-45 yang berlangsung 21-24 Januari 2015 dan dihadiri tidak kurang dari 2.500 partisipan baru saja ditutup.
Salah satu hal menarik selama pembahasan dalam sesi The New Growth Context , Zhang Xin, CEO dan pendiri SOHO China, menyampaikan bahwa perlambatan pertumbuhan China dalam beberapa tahun terakhir disebabkan oleh fenomena too much investment and not enough consumption.

Pernyataan yang sama jauh hari juga disampaikan oleh Prof Nouriel Roubini awal November 2014, di mana pertumbuhan ekonomi China akan terus mengalami perlambatan karena ada ketidakseimbangan antara investasi dan konsumsi: too much fixed investment, not enough consumption.

Banyak kalangan memprediksi pertumbuhan ekonomi China sepanjang 2014 dalam kisaran 7,3-7,5%. Sementara lembaga pemeringkat Fitch baru- baru ini memproyeksikan pertumbuhan ekonomi China 2015 hanya 6,8% dan 2016 sebesar 6,5%. Salah satu persoalan yang dihadapi ekonomi China adalah overcapacity dari banyak industri ditambah dengan memburuknya profil kredit.

Sementara konsumsi baik domestik maupun internasional melambat yang membuat ekspansi ekonomi semakin terbatas. Bila proyeksi banyak kalangan benar tentang pertumbuhan ekonomi China, negara itu akan mengalami tren pertumbuhan ekonomi terendah dalam satu dekade sepanjang 2014, 2015, dan 2016.

Pengalaman China mengelola ekonomi merupakan pelajaran berharga bagi pengambil kebijakan di Indonesia. Keseimbangan antara investasi dan konsumsi perlu dijaga. Indonesia sebenarnya mengalami tren yang berlawanan arah dibandingkan dengan China. Ketika China mengalami situasi oversupply, Indonesia menghadapi situasi overdemand.

Konsumsi domestik tumbuh jauh lebih cepat seiring semakin membesarnya kelas menengah dibandingkan dengan pertumbuhan output produksi dalam negeri. Akibat itu, ekonomi Indonesia mengalami defisit perdagangan sejak 2012 sampai saat ini. Pada 2011 neraca perdagangan Indonesia masih mencatatkan surplus sebesar USD26 miliar, menjadi defisit sebesar USD1,6 miliar pada 2012.

Pada 2013 neraca perdagangan Indonesia kembali defisit sebesar USD4,06 miliar dan selama Januari-November 2014 terjadi defisit neraca perdagangan sebesar USD2,1 miliar. Tingginya permintaan domestik memerlukan percepatan pembangunan industri manufaktur nasional. Arsitektur industri nasional perlu diarahkan untuk menghasilkan output, baik yang bersifat substitusi impor maupun berorientasi ekspor.

Import-substitution mendesak dilakukan agar kenaikan permintaan domestik tidak menghasilkan ledakan barang-barang impor akibat masih terbatasnya produk dan skala produksi nasional. Sementara arah pengembangan export-oriented menjadi semakin penting agar bangsa kita tidak hanya mengekspor barang mentah.

Hilirisasi produk perkebunan dan perikanan dengan memperbanyak berdirinya industri olahan di banyak daerah penghasil perlu terus dikembangkan. Selain itu, konsistensi dalam menerapkan UU Minerba yang mengharuskan ada proses pemurnian hasil mineral-tambang juga perlu terus dilakukan.

Melalui kebijakan ini, ekspor kita akan lebih bernilai tambah. Seiring intensifikasi dan ekstensifikasi pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah saat ini, menjaga daya beli masyarakat untuk tetap meningkatkan konsumsi perlu terus dilakukan. Menjaga daya beli masyarakat dapat dilakukan melalui peningkatan keterjangkauan barang-barang kebutuhan pokok. Inflasi harus terus dijaga melalui kecukupan pasokan dan kelancaran distribusi.

Selain itu, daya beli masyarakat juga terkait erat dengan terjaganya lapangan kerja baik di sektor formal maupun informal. Terus menjaga iklim dunia usaha melalui serangkaian kebijakan stabilitas politik dan keamanan, debirokratisasi perizinan usaha, sampai stimulus fiskal untuk mendorong semakin membesarnya jumlah wirausaha nasional.

Meningkatkan pembangunan infrastruktur nasional juga perlu diimbangi penguatan sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Sektor UMKM sangat berjasa dalam menjaga dan meningkatkan konsumsi domestik. Data dari Kementerian UKM dan Koperasi menunjukkan, sektor ini memberikan kontribusi lebih dari 52% terhadap produk domestik bruto (PDB), menyerap lebih dari 101 juta tenaga kerja atau lebih dari 97% total tenaga kerja nasional, dan jumlahnya lebih dari 55 juta unit atau 99,8% dari total unit usaha di Indonesia.

Mendorong sektor ini terus berkembang berarti juga menjaga daya beli mayoritas tenaga kerja nasional. Selain itu, di banyak kasus barang-barang input yang dibeli dan digunakan UMKM untuk berproduksi merupakan keluaran dari industri menengah dan besar. Dengan kata lain, terjaganya sektor UMKM akan menopang keberlangsungan industri besar dan menengah.

Antara investasi di bidang infrastruktur dan menjaga kecukupan konsumsi domestik perlu terus dijaga keseimbangannya. Terlebih konsumsi domestik selama ini mendominasi kontribusinya terhadap pembentukan PDB nasional dibandingkan dengan sektor lain seperti belanja pemerintah, pembentukan modal dan net-ekspor.

Tercatat kontribusi konsumsi domestik berada dalam kisaran 54-56% terhadap PDB Indonesia. Terganggunya konsumsi domestik akan berdampak sangat besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

Pengalaman China yang oversupply produksi dan berhadapan dengan permintaan terbatas, dengan pengalaman kita yang overdemand dan terbatasnya kapasitas produksi nasional menjadi lesson-learned untuk menata perekonomian nasional ke depan.

Semangat dan prioritas program kerja pemerintah saat ini yang mengedepankan pembangunan infrastruktur dasar perlu terus diimbangi dengan upaya menjaga konsumsi nasional dan daya beli masyarakat. Itu agar keluaran/output industri nasional dapat terserap dan memberikan jaminan keberlangsungan dunia usaha nasional.

Sementara infrastruktur dasar dan pendukung secara bersamaan dapat terus dibangun. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi nasional dapat terus tumbuh tinggi, berkelanjutan, dan berkeadilan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar