Sabtu, 31 Januari 2015

Mentee

Mentee

Rhenald Kasali  ;  Akademisi; Praktisi Bisnis; Guru Besar bidang Ilmu Manajemen di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
JAWA POS, 29 Januari 2015

                                                                                                                                     
                                                

TIBA-tiba saya tersentak atas usul asisten saya agar membuka kesempatan bagi anak-anak muda menjadi mentee saya secara formal. ”Bukankah kita sudah merasakan manfaatnya?” ujar bimbingan saya yang sekarang sudah menduduki aneka jabatan di berbagai perusahaan atau jabatan publik.

Maka, lewat social media, pendaftaran pun saya buka. Ini tentu berbeda dengan sekolah atau bekerja. Masa hubungannya juga tidak singkat: dua tahun. Mungkin Anda bisa membayangkan hubungan itu seperti Josh Groban (sebagai mentee) dengan musisi senior David Foster.

Jadi, kesempatan mentorship, yang selama ini hanya saya berikan kepada kalangan terbatas, kini saya buka secara lebih luas dan tentu ada seleksinya yang dilakukan secara ketat. Saya mencari sosok yang mau memperbaiki masa depan, punya kegigihan, disiplin, dan siap belajar. Asal logika berpikirnya bagus, tidak keras kepala, mau berpikir terbuka, dan tidak menyebalkan, tentu bisa ikut seleksi.

Lantas seperti apa sih hubungan antara mentee dan mentornya? Shawn Hitchcock menandaskan, a mentor empowers a person to see a possible future and believe it can be obtained. Kira-kira begitulah. Saya mengantarkan mereka ke masa depan. Tentu saja mereka akan mengikuti saya sehari-hari, termasuk belajar menyiapkan banyak hal, membuat dan mengambil keputusan profesional, turun ke lapangan memeriksa pekerjaan, serta bertemu dengan segala macam orang.

Bukan demi Gelar

Sesungguhnya ini bukan hal baru bagi saya. Beberapa putra taipan terkenal pernah dititipkan kepada saya. Juga mahasiswa pada program S-2. Tetapi, kalau dilakukan di universitas, melalui jalur formal ternyata lebih banyak dukanya daripada sukanya. Maklum, semakin ke sini semakin banyak mahasiswa yang hanya mengejar nilai ujian dan sulit diajak keluar dari zona nyaman. Kalau diajak melakukan hal yang sulit sedikit, mereka cepat merajuk dan mengadu ke mana-mana seakan-akan menjadi sosok yang teraniaya.

Tentu kita perlu melatih agar Strawberry Generation (sebutan bagi generasi manja zaman sekarang) tidak berpikir melalui jalan pintas, tetapi harus ada kerelaan untuk melakukannya. Karena itu, saya pikir lebih baik ini dilakukan secara sukarela ketimbang diwajibkan.

Melalui program tersebut, saya memutuskan untuk membina langsung anak-anak Indonesia yang memiliki impian-impian indah dan mau belajar secara langsung dengan saya dan tinggal di Rumah Perubahan belajar dari pekerjaan langsung, menangani masalah, ikut rapat, bertemu para pemimpin, mengikuti kuliah yang saya berikan, dan bertemu mantan mentee bimbingan saya yang kini telah menjadi somebody.

Mentorship bukanlah hubungan kerja meski selama fase dua tahun mereka diberi uang saku dan ikut mengerjakan tugas-tugas tertentu. Ini adalah hubungan pembinaan yang benar-benar saya persiapkan agar mereka menjadi manusia pandai yang tahan uji. Dan mampu menemukan jalan keluar dari segala kesulitan, adaptif dalam perubahan, serta bekerja dengan tata nilai yang solid.

Siapa tahu Anda atau anak-anak Anda berminat? Ingatlah pesan Kishore Bausal, ”Who really want to succeed follow the principles of his mentor with determination and action.” Saya akan memilih orang-orang yang mau berubah dan siap belajar dengan integritas. Anggap saja saya jendela untuk melihat dunia baru di masa depan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar