Rabu, 25 Maret 2015

Cerita yang Baik

Cerita yang Baik

AS Laksana  ;  Sastrawan, Pengarang, Kritikus Sastra yang dikenal aktif menulis di berbagai media cetak nasional di Indonesia
JAWA POS, 22 Maret 2015

                                                                                                                                     
                                                                                                                                                           

MAJALAH Harvard Business Review (HBR) pernah menurunkan tulisan menarik yang berjudul Storytelling that Moved People. Itu tulisan lama, Juni 2003, berupa wawancara dengan Robert McKee, seseorang yang dalam pengantar tulisan itu disebut sebagai ”pengajar penulisan skenario paling terkenal dan sangat dihormati”.

McKee adalah penulis skenario dan sutradara. Ia pun sempat mengajar di University of Southern California setelah menyelesaikan studi doktoralnya dalam bidang seni perfilman. Kemudian, ia membangun usaha sendiri untuk mengajarkan seni bercerita kepada khalayak yang lebih luas. Peserta kuliahnya adalah para penulis, sutradara, produser, aktor, dan para eksekutif dunia hiburan. Pada 1997 ia menerbitkan buku Story: Substance, Structure, Style, and The Principles of Screenwriting yang segera menjadi buku laris di pasaran.

Para siswa McKee telah menulis, menyutradarai, dan memproduksi ratusan film, termasuk Forrest Gump, Erin Brockovich, Gandhi, Sleepless in Seattle, Toy Story, dan Nixon. Saat wawancara diturunkan, mereka telah mengoleksi 18 Academy Awards, 109 Emmy Awards, 19 Writers Guild Awards, dan 16 Directors Guild of America Awards. McKee juga menjadi konsultan untuk perusahaan seperti Disney, Pixar, dan Paramount. Bukan hanya perusahaan-perusahaan film, Microsoft pun secara rutin mengirimkan seluruh staf kreatifnya untuk mengikuti perkuliahan McKee.

HBR, Anda tahu, bukanlah majalah tentang seni mendongeng atau majalah tentang penulisan; ia majalah manajemen, didirikan Sekolah Bisnis Harvard. Wawancara dengan McKee dilakukan karena pemikiran bahwa cerita adalah alat persuasi yang bisa diandalkan dan sudah selayaknya dipahami para pebisnis.

”Cerita adalah perangkat terbaik untuk merangkul orang lain dan menyentuh emosi mereka,” kata McKee. ”Dan menuturkan cerita yang bagus adalah urusan yang sulit. Dibutuhkan wawasan luas dan keterampilan mendongeng agar gagasan yang kita sampaikan bisa terus melekat di dalam ingatan orang.”

Itu pernyataan yang layak disepakati. Ada sejumlah buku yang sudah ditulis orang tentang kekuatan cerita, tentang hal-hal positif yang bisa kita sampaikan kepada orang lain melalui penuturan cerita, dan karena itulah saya selalu ingin mendongeng secara rutin kepada anak-anak saya menjelang mereka tidur. Namun, Anda tahu, tidak selalu kita bisa melakukan apa yang kita ingin lakukan. Pada kenyataannya, saya tidak bisa rutin mendongeng.

Kadang-kadang saya masih melakukannya, karena ingatan bahwa mendengarkan orang mendongeng adalah hal yang mengasyikkan. Dulu ibu saya sering mendongengkan cerita pengantar tidur. Pada masa itu, di kampung saya ada juga seorang kakek yang suka mengumpulkan anak-anak selepas magrib untuk mendongeng. Saya selalu terpesona oleh dongeng apa pun yang ia tuturkan.

Bertahun-tahun kemudian, saya ingin menularkan kegembiraan mendengarkan dongeng itu kepada anak-anak saya.

Saat kali pertama mendongeng untuk anak saya, saya merasa senang sekali. Rasa-rasanya saya telah melakukan pekerjaan besar yang perlu dilakukan orang tua kepada anaknya. Anak saya juga merasa senang dan ia meminta didongengkan lagi pada hari berikutnya, lalu hari berikutnya lagi, dan hari berikutnya lagi. Dan pada akhirnya, ia tidak puas hanya mendengarkan satu cerita. Ketika satu cerita berakhir dan ia belum tidur, ia meminta didongengkan satu lagi. Dan ia tetap belum tidur, maka tambah lagi satu cerita.

Saya kelelahan mendongengkan tiga cerita setiap malam.

Namun, di luar soal saya kelelahan, adalah hal yang wajar jika anak saya menjadi ketagihan. Mendengarkan cerita, Anda tahu, adalah proses dinamis yang sangat menyenangkan. Ketika Anda bercerita, Anda membuat pendengar membayangkan diri mereka berada dalam pelbagai situasi. Mereka akan masuk ke cerita, menjadi tokoh-tokoh cerita, dan mengalami setiap kejadian di dalam cerita yang Anda tuturkan. Ada banyak tantangan di dalam cerita, ada banyak situasi sulit, dan pendengar Anda akan belajar dari cara tokoh utama menyelesaikan masalahnya. Dan yang juga penting, mendongeng adalah aktivitas berbagi, yang akan meningkatkan keakraban dan kegembiraan batin antara dua pihak, yakni pendongeng dan pendengarnya.

Mengenai hal tersebut, mari kita kembali mengingat Kisah Seribu Satu Malam. Kisah tersebut menuturkan riwayat seorang raja yang mengembangkan perilaku patologis karena dikhianati istrinya. Ia tidak percaya lagi ada cinta antara lelaki dan perempuan, ia tidak percaya ada cinta antara suami dan istri, antara raja dan permaisuri, antara sepasang kekasih. Ia mengembangkan keyakinan negatif itu setelah mendapatkan pengalaman buruk: permaisurinya berselingkuh dengan hamba sahaya.

Sang permaisuri dihukum mati karena pengkhianatannya dan setelah itu raja mencari permaisuri baru, perempuan yang bisa menemaninya dalam cinta semalam saja. Esok paginya perempuan itu akan dihukum mati. Raja Syahriar melakukan hal tersebut karena tidak ingin dikhianati lagi. Ia pun berpikir bahwa satu-satunya cara untuk memastikan itu adalah membunuh permaisurinya.

Beberapa perempuan sudah menjadi korban dan situasi kerajaan semakin mencekam.

Suatu hari, Syahrazad, putri penasihat raja, menyampaikan maksud kepada ayahnya agar dirinya mendapatkan giliran menjadi permaisuri. Ayahnya menolak permintaan tersebut. Sebab, itu berarti putrinya akan dipenggal sang raja keesokan harinya.

”Tidak ada bedanya sekarang atau nanti, Ayah,” kata Syahrazad. ”Pada akhirnya toh akan tiba giliranku.”

Akhirnya Syahrazad dinikahkan dengan Raja Syahriar.

Pada malam hari ketika mereka menikmati bulan madu, Syahrazad menuturkan cerita yang sangat menarik kepada sang raja. Saat fajar tiba dan hukuman mati kepada permaisuri harus dijalankan, cerita itu belum rampung dituturkan. Raja merasa penasaran dan ia ingin tahu kelanjutan cerita itu. Maka, ia menunda hukuman mati untuk permaisurinya. Ia pikir, besok saja. Jika permaisuri dihukum mati saat itu juga, raja tidak akan pernah tahu bagaimana cerita itu berakhir. Ia akan menjadi orang yang penasaran seumur hidup karena tidak pernah tahu akhir ceritanya.

Besoknya Syahrazad melanjutkan cerita, dan rupanya ada cerita baru yang sangat menarik. Dan seperti pada malam sebelumnya, ketika fajar tiba, cerita itu masih menggantung dan raja penasaran akan ujung ceritanya. Begitu terus sampai bermalam-malam. Dan raja terus menunda hukuman mati karena dibuat penasaran.

Diam-diam, sepanjang mengikuti cerita yang dituturkan permaisuri dan dibuat penasaran setiap fajar tiba, raja mendapatkan banyak pengetahuan. Ia belajar banyak hal dari cerita-cerita yang setiap malam dituturkan Permaisuri Syahrazad. Akhirnya, dengan pemahaman baru yang didapatnya dari cerita-cerita yang dituturkan permaisuri, dengan keintiman yang muncul setelah bermalam-malam saling berbagi, raja mengubah perilakunya dan membatalkan hukuman mati bagi permaisuri.

Kepada orang-orang yang menanyakan tentang cerita yang menarik, saya sering menjadikan Kisah Seribu Satu Malam itu sebagai salah satu contoh. Syahrazad adalah pendongeng yang baik karena bisa membuat pendengarnya terus penasaran tentang apa yang selanjutnya terjadi. Ia mampu membuat pendengarnya terpukau dan kemudian mengubah perilakunya.

Seorang pendongeng yang baik bisa menjelaskan bagaimana rasanya berhadapan dengan kekuatan-kekuatan yang saling bertentangan, menyerukan kepada protagonis untuk mendalami masalahnya, bekerja dengan sumber daya yang langka, membuat keputusan yang sulit, mengambil tindakan meskipun berisiko, dan akhirnya menemukan kebenaran.

”Semua pendongeng besar –dari masa Yunani kuno sampai Shakespeare, sampai masa sekarang– mereka telah menuturkan konflik mendasar antara harapan subjektif tokoh utama dan realitas yang kejam. Karena itulah, cerita selalu dekat dengan kita, secara sosial maupun psikologis,” kata Robert McKee.

Maka, mendongenglah untuk anak-anak Anda. Cerita adalah alat pengajaran non-didaktik. Anda pasti sepakat bahwa pada dasarnya tidak ada manusia yang suka digurui –pada usia berapa pun mereka. Dan cerita yang baik selalu menjadi perangkat yang tepat untuk menyampaikan pemikiran, karena ia tidak pernah menggurui. Ia memberikan pengalaman yang memperkaya dan ia melakukannya tidak dengan cara menjelas-jelaskan sesuatu. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar