Selasa, 24 Maret 2015

Khilafat Teror yang Memikat Muslim

Khilafat Teror yang Memikat Muslim

Smith Alhadar  ;  Penasihat pada ISMES;
Staf Ahli Institute for Democracy Education (IDe)
MEDIA INDONESIA, 23 Maret 2015

                                                                                                                                     
                                                                                                                                                           

DAULAH Islamiyah atau yang lebih populer dengan nama Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) ialah negara Islam tanpa preseden. Para pendirinya menganut paham takfir. Mereka menolak konstitusi, hukum, demokrasi, pemilihan umum, dan parlemen karena dibuat manusia. Bahkan mengafirkan orang yang sekadar mendaftar untuk pemilihan umum. Lebih jauh, demi mendirikan negara Islam yang `murni', mereka tak sekadar membunuh muslim Syiah, penganut Yahudi, Kristen, dan Yazidi, tapi juga kaum muslim Sunni yang tak sepaham dengan mereka. Rumah-rumah ibadah nonmuslim, dan tempat-tempat suci kaum muslim yang sering diziarahi, seperti makam Nabi Yunus--juga artefak-artefak peradaban kuno Irak--dihancurkan.Padahal Alquran melarang kaum muslim membunuh anak-anak, wanita, orang tua, bahkan larangan menghancurkan rumahrumah ibadah nonmuslim dalam keadaan perang sekalipun.

Kendati ajaran dan tindakannya telah jauh menyimpang dari ajaran Islam sehingga ditolak para pemimpin, ulama, dan cendekiawan Islam, ISIS masih saja memikat kaum muslim di seluruh dunia, termasuk dari negara-negara Eropa dan AS. Bahkan pascapemenggalan kepala dua warga Jepang dan pembakaran hidup-hidup pilot Yordania, Anshar Bait Al-Muqaddas di Mesir, muslim militan di Libia, dan Boko Haram di Nigeria membaiat (menyatakan sumpah setia) pada ISIS. Kaum muslim dari berbagai penjuru masih saja mengalir ke wilayah Irak bagian utara dan Suriah bagian utara yang dikuasai ISIS.Wakil Kapolri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti-terkait 16 warga negara Indonesia yang tertahan di Turki dalam perjalanan ke wilayah ISIS--pada 19 Maret mengatakan WNI yang bergabung dengan gerakan radikal meningkat. Apa yang sebenarnya terjadi? Lebih spesifik lagi, mengapa kaum muslim Indonesia tertarik pergi ke kawasan yang jauh dan berbahaya itu, bahkan dengan membawa istri, anak, dan bayi mereka?

Pertama, motif ekonomi. Banyak orang Indonesia yang mengira semua negara Arab kaya. Padahal, dari 22 negara anggota Liga Arab, tak sampai setengah yang bisa dibilang kaya karena petrodolarnya. Karena itu, ketika kondisi ekonomi Indonesia agak seret, ada orang-orang yang memilih hidup di perantauan. Kebetulan yang membuka pintu lebar-lebar ialah ISIS, yang wilayahnya mencakup bagian utara dari dua negara Arab. Setelah melihat status 16 WNI itu, yakni 1 pria berusia 41 tahun, 4 perempuan berusia 30-an, serta 3 anak perempuan dan 8 anak laki-laki dengan rentang usia 1-15 tahun, terbuka kemungkinan mereka didorong motif ekonomi. Kalau tujuannya semata-mata jihad, seharusnya perempuan, anak-anak, dan bayi tidak dibawa serta.

Kedua, cuci otak. Melalui media sosial, seperti Facebook, Twitter, blog, dan sebagaimana, ISIS berhasil memikat kaum muslim. Sebagaimana diketahui, untuk generasi muda, media cetak tak lagi dibaca.Berpindahnya mereka ke media internet sebagai sumber informasi utama membuat mereka rentan terhadap propaganda Islam radikal yang mengajarkan kehidupan fana di bumi yang sia-sia dan menawarkan kehidupan akhirat yang sentosa dan abadi. 
Kebetulan para ideolog jihadis mengembangkan ajaran patriotisme yang berbasis pada konsep hijrah dan jihad. Nah, ISIS salah satu negara ideal untuk dijadikan tempat hijrah dan mewujudkan misi jihad mereka.

Ketiga, menurunnya wibawa ulama. Ulama mainstream di Timur Tengah khususnya dipandang telah terkooptasi oleh pemerintahan sekuler yang menjalankan kebijakan sesuai dengan kepentingan negara-negara Barat yang hegemonik sehingga deradikalisasi umat Islam melalui pernyataan atau fatwa ulama tidak lagi efektif. Ini disebabkan isu sesungguhnya bukan isu agama, melainkan masalah-masalah duniawi seperti isu sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Beruntung kita punya NU dan Muhammadiyah. Untuk NU, peran kiai sangat signifikan dalam meredam propaganda ISIS. Di dalam Muhammadiyah, sikap moderat dan independen lapisan intelektualnya juga berhasil menetralkan propaganda-propaganda muslim radikal. Yang bersimpati pada muslim radikal hanya datang dari ormas-ormas salafi.

Keempat, adanya dukungan dari kelompok Islam di Tanah Air terhadap ISIS dan Al-Qaeda. Sebuah ormas Islam yang cukup populer, bahkan mendukung--sebagaimana dapat dibaca pada situs resminya `seruan dan nasihat pemimpin AlQaeda Syeikh Aiman Az-Zawahiri bahwa seluruh komponen jihad Al-Qaeda baik pasukan Muhammad Al-Jaulani di Suriah maupun pasukan ISIS, serta komponen jihad AlQaeda lainnya agar bersatu dan bersaudara dengan segenap Mujahidin Islam di seluruh dunia untuk melanjutkan jihad di Suriah, Irak, Palestina, dan negeri-negeri Islam lainnya yang tertindas'.

Mengejutkan, ormas yang menyatakan diri menganut ahlu sunnah wal jamaah (Sunni) yang memilih jihad syar'i dan koridor konstitusi mendukung AlQaeda dan ISIS yang jelas-jelas menganut paham takfir. Memang pada butir lain, ormas itu menentang pembunuhan terhadap kelompok agama mana pun. Di sini terlihat adanya inkonsistensi antara apa yang diyakininya dan apa yang dinyatakannya.

Kelima, Turki `membuka' pintu bagi masuknya simpatisan ISIS yang ingin bergabung dengan khilafat teror itu melalui kota-kota perbatasan. Misalnya Kota Suruc, Kilis, dan Antakiya, tiga kota Turki di dekat perbatasan Turki-Suriah. Dari Kota Killis ke Kota Aleppo di Suriah yang dikuasai ISIS hanya 45 kilometer. Jalur tersebut yang dipilih 16 WNI itu.Bahkan dari Kota Antakya ke Aleppo lebih dekat lagi. Ajakan AS agar Turki ikut bergabung dengan NATO untuk bersama Liga Arab memerangi ISIS ditolak Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Erdogan setuju memerangi ISIS asalkan disatukan dengan perang melawan rezim Suriah.

Sudah lama hubungan Turki dan Suriah tidak harmonis. Itu disebabkan rezim Suriah sering menggunakan Partai Pekerja Kurdi (PKK), yang berbasis di bagian utara Suriah, untuk menekan pemerintahan Turki. Dari Suriah, PKK sering masuk perbatasan Turki untuk memprovokasi kaum Kurdi-Turki untuk berontak terhadap Ankara. Bantuan senjata negara-negara Barat pada Kurdi dalam memerangi ISIS kian mengkhawatirkan Turki bahwa Kurdi-Irak bisa memproklamasikan kemerdekaan mereka pascaISIS. Kalau itu terjadi, Turki bakal kerepotan menghadapi etnis Kurdi-nya.

AS menolak keinginan Turki untuk memerangi rezim Bashar al-Assad karena, pertama, AS lebih memilih jalan kompromi rezim Al-Assad. Supaya tak terulang kejadian dan kekerasan di Irak pascakejatuhan Saddam Hussein, Washington ingin rezim Al-Assad diintegrasikan ke dalam pemerintahan baru di Suriah. Kedua, AS khawatir, seandainya rezim Al-Assad jatuh, besarlah kemungkinan negara Islam akan menggantikan negara sekuler Suriah.Hal itu akan mengancam Israel. Bahkan mereka mungkin menolak hegemoni AS.

Ketiga, dipertahankannya rezim Al-Assad mungkin atas permintaan Iran kepada AS, yang sekarang sedang terlibat perundingan program nuklir Iran. AS sedang berupaya merangkul Iran untuk mengontrol Rusia yang nakal dan Tiongkok yang mulai ekspansif. Iran ialah negara kunci dalam konsep Jalur Sutra Tiongkok. Tanpa Iran, tidak ada Jalur Sutra. Pembiaran Turki atas masuknya para jihadis ke Suriah melalui wilayahnya bisa jadi juga bertujuan meningkatkan posisi tawarnya vis a vis NATO.

Untuk mencegah WNI ke Suriah, pemerintah Indonesia harus bekerja sama dengan pemerintah Turki sebagaimana diharapkan Turki. Terkait dengan 16 WNI itu, saat ini pemerintah sedang merumuskan solusinya. Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdijatno mengatakan status kewarganegaraan WNI yang bergabung dengan ISIS tidak otomatis hilang karena belum ada aturannya. Namun, mereka tak otomatis bisa kembali. Pemerintah akan menerbitkan perppu yang mengadopsi sejumlah UU kewarganegaraan dan keimigrasian. 

Kiranya tepat langkah pemerintah ini. Semoga pemerintah juga mendapat kesempatan menginterogasi mereka untuk mengetahui secara persis motivasi mereka untuk bergabung dengan ISIS. Mengidentifikasi motif mereka yang sesungguhnya akan sangat membantu pemerintah menangani potensi jihadis WNI. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar