Rabu, 22 April 2015

Emansipasi untuk Saling Melengkapi

Emansipasi untuk Saling Melengkapi

Parwati Surjaudaja  ;   Presiden Direktur PT Bank OCBC NISP Tbk
KORAN SINDO, 21 April 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Hari ini, tanggal 21 April, menjadi hari yang memiliki makna tersendiri bagi kaum perempuan. Imajinasi serasa melayang ke Kota Jepara, Jawa Tengah di tahun 1879, saat lahirnya RA Kartini, yang tumbuh menjadi salah satu simbol perjuangan perempuan Indonesia.

Semasa kecil, Kartini termasuk anak yang rajin dan gemar membaca buku hingga membuka kesempatan meraih beasiswa dan melanjutkan sekolah ke Negara Belanda. Namun, kesempatan itu belum dimanfaatkan oleh Kartini karena harus menikah dengan Raden Adipati Joyodiningrat. Perjuangannya tak sampai di situ. Setelah menikah, dia mendirikan sekolah khusus perempuan di berbagai tempat.

Berkat perjuangan beliau, kaum wanita yang tidak boleh sekolah dapat mengenyam pendidikan seperti halnya kaum pria. Hal ini membuat seakan dunia berubah seperti kumpulan tulisannya yang berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang yang dikumpulkan Mr JH Abendanon. Perjuangan Kartini mendapat dukungan penuh dari suaminya berhenti ketika dia mengembuskan napas yang terakhir di usia yang muda, yaitu 25 tahun, pada 17 September 1904.

Petikan sejarah Kartini di atas membuat bangsa ini bangga akan perjuangannya. Kesadaran beliau dalam mendapatkan hak perempuan untuk mendapatkan pendidikan terus bergulir hingga kini. Sekarang perempuan sudah mendapatkan akses pendidikan bebas sampai jenjang yang dia mampu. Kaum perempuan masa kini tak lagi identik dengan sektor domestik (berperan sebagai istri dan seorang ibu di rumah).

Namun mampu berperan di semua sektor dan profesi berbagai bidang yang dapat mengangkat martabat bangsa. Perjuangan Kartini telah membawa dampak yang sangat luar biasa. Saat ini wajar saja melihat perempuan berada di posisi puncak, dan pasti bukanlah hal yang tabu lagi. Namun, adat ketimuran bangsa ini mesti tetap kita junjung tinggi.

Oleh karena itu, sebagai kaum wanita hendaknya tidak melupakan kodratnya yang memiliki tugas utama sebagai seorang ibu, meskipun kita sebagai wanita karier yang berkarya dan berprofesi di bidang apa pun. Setelah 25 tahun bergelut di dunia perbankan, saya kian memahami makna perjuangan Kartini dibandingkan saat di bangku sekolah dulu.

Khususnya saat harus memimpin salah satu bank besar di Tanah Air saat ini. Apa yang diperjuangkan beliau semakin jelas, bukanlah sesuatu yang kecil. Jika hari ini perempuan tidak lagi dibedakan dalam pendidikan, itu tidak terlepas dari semangat perjuangan Kartini. Begitu pentingnya akses pendidikan, dan menjadi dasar segala kemajuan yang kita capai hari ini.

Kita harus sadari, apa yang kita dapatkan hari ini bukanlah sesuatu tanpa perjuangan. Sudah seharusnya hari ini menjadi momentum bagi kita untuk melanjutkan, dan terus mengembangkan jejak pemikiran Kartini lebih baik lagi. Perempuan Indonesia, kita harus berbangga bahwa hak kita saat ini tidak kalah mewah dibandingkan negara maju di belahan dunia lainnya. Bahkan, jauh lebih baik dibandingkan saudari kita di negara otoriter apalagi di kawasan konflik sana.

Bersyukur juga kita dikaruniai tradisi budaya dan alam pikiran berbineka, yang mendukung dan membuka banyak kesempatan bagi perempuan di negeri ini. Lalu setelah mendapatkan luasnya kesempatan, maka pertanyaannya bagaimana mengembangkannya lebih baik lagi? Dan setelah hak yang sama ini maka jangan pula lalu melupakan kodrat kita, sebagai perempuan.

Dengan mudah kita lihat peran wanita Indonesia semakin terus berkembang signifikan dengan kontribusi yang tidak bisa dikerdilkan. Ke depannya peran itu pasti juga akan jauh lebih besar. Karena tidak terlalu sulit membayangkannya, ketika semua sektor di manapun kini membutuhkan sosok perempuan. Dan yang lebih membanggakan ialah pencapaian kita hari ini adalah sesuatu yang alamiah. Bukan sesuatu yang dipaksakan dengan kuota, batas minimal, atau semacamnya.

Namun sudah seharusnya, sesuai dengan kapasitas dan kemampuan perempuan Indonesia yang kian berkembang dan beragam. Ini pasti berdampak jauh lebih baik dan sustainable di masa akan datang karena sifatnya yang alamiah. Perempuan Indonesia juga harus semakin dewasa. Emansipasi tidak harus diterjemahkan melulu sebagai persaingan hak, namun sebaliknya harus semakin saling mengisi.

Karena sejatinya perempuan dan lakilaki mempunyai karakter dan kodrat yang berbeda. Meskipun berbeda kecenderungan atau karakter, pun juga tidak bisa disamaratakan. Toh tidak ada juga yang senang mendapatkan stereotipe alias cap. Sudah kecenderungannya perempuan memiliki kemampuan multitasking, atau ego yang cenderung tidak terlalu mendominasi.

Karakter ini membuat perempuan kerap unggul di dunia profesional. Karena dapat melayani konsumen lebih utuh, atau juga kata sepakat yang lebih cepat didapat dalam berorganisasi. Ini harus dijadikan nilai tambah yang mesti dikembangkan. Karakter ini dapat melengkapi karakter pria yang dikenal memiliki ego lebih besar dan ini kerap kali dapat mempersulit urusan pekerjaan.

Di sinilah emansipasi bermakna positif dan sustainable. Namun kembali lagi itu tidak bisa digeneralisasi. Karena tidak semua perempuan multitasking dan begitu pun tidak semua pria juga egois. Emansipasi juga semakin dibutuhkan dalam dunia perbankan yang sangat dinamis dan berkembang dengan cepat, karena perbankan hanya melayani satu pimpinan, yaitu nasabah. Pelayanan kepada konsumen berarti menghilangkan kepentingan kelompok atau gender.

Semua insan perbankan harus terus belajar tanpa pengecualian untuk mengikuti dinamika perekonomian yang sangat dinamis. Ini menjadi hal yang paling berkesan untuk saya saat merintis karier di dunia perbankan. Ada perubahan cara pandang terhadap dunia perbankan. Dulu saya membayangkan ini dunia yang sangat statis dan alangkah betapa kakunya kehidupan dunia perbankan.

Ternyata semua berubah, setelah saya masuk perbankan ternyata berbeda dan sangat dinamis baik peraturan, terlebih lagi perkembangan bisnis sehingga jelas kita tidak boleh berhenti belajar dan membaca. Saya percaya sosok wanita ideal ialah yang tidak menyia-nyiakan talentanya. Tapi juga tidak melupakan kodratnya sebagai seorang perempuan, anak atau ibu.

Jadi, kodrat tidak ditinggalkan tapi kemampuan ditingkatkan. Setidaknya, momentum ini bisa membuat rasa nasionalisme kita ada dan bertumbuh, untuk menyegarkan semangat kita, untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam membangun bangsa kita tercinta ini. Selamat Hari Kartini!  ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar