Selasa, 26 Mei 2015

Setelah Energi Fosil

Setelah Energi Fosil

Sudirman Said  ;  Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
REPUBLIKA, 04 Mei 2015


                                                                                                                                                           
                                                
Sebanyak 80 persen produksi saat ini diambil dari lapangan tua yang ditemukan sebelum 1980. Batu bara kita memang masih cukup, tetapi tetap saja akan surut cadangannya.

Di Tanah Air, minyak sudah terkuras lebih dari 130 tahun lampau sejak pengeboran di Telaga Said, Sumatra Utara. Pengeboran di bawah NV Koninglijke Nederlansche Maatschappij tot Exploitatie van Petroleumbronnen in Nederlandsch Indie—belakangan menjadi the Royal Dutch/BPM dan sekarang perusahaan raksasa Shell—itu dilakukan pada 1884.

Masa keemasan produksi minyak Indonesia telah lewat. Tercatat dua kali puncak tertinggi produksi minyak Indonesia, yakni pada 1977 (1,6 juta barel per hari) dan 1991 (1,58 juta barel per hari)—bandingkan dengan produksi saat ini yang mendekati 800 ribu barel per hari. Di antara kedua puncak itu, produksinya fluktuatif.

Namun, sejak 1991, tren produksinya menurun seiring berkurangnya tingkat pengembalian cadangan akibat tidak ditemukannya cadangan baru. Untuk minyak bumi, cadangan signifikan baru ditemukan di Lapangan Banyu Urip, Bojonegoro, pada 2001. Adapun untuk gas, cadangan signifikan barunya ditemukan di Lapangan Abadi, Maluku Selatan, pada 2000.

Menurut data SKK Migas, produksi migas kita merosot dan tingkat pengembalian cadangan pada 2012 tidak sampai 53 persen. Berdasarkan hal itu, menurut hitungan BP Statistical Review 2014, cadangan terbukti minyak kita tinggal 3,74 miliar barel (sekitar 0,2 persen dari cadangan dunia) dan diperkirakan habis 13 tahun lagi.

Cadangan terbukti gas alam kita tinggal 103,3 triliun kaki kubik (sekitar 1,57 persen dari cadangan dunia) dan diprediksi tandas dalam 34 tahun lagi. Sejak 1997, produksi dan lifting migas terus turun, bahkan pada lima tahun terakhir belum pernah sekalipun menyentuh target.

Selama ini Indonesia sangat bergantung pada sumber energi fosil yang mayoritas didapatkan melalui impor sehingga rentan akan perubahan harga di pasaran. Ini tentu tidak sehat bagi kemandirian energi kita. Karena itu, fokus terus-menerus ke sumber energi fosil bukanlah sikap bijaksana.

Indonesia merupakan importir bahan bakar minyak (BBM) kedua terbesar di dunia, dan kelak menjadi importir BBM terbesar dunia jika tidak ada terobosan signifikan. Kilang pengolahan minyak kita rata-rata sudah uzur sehingga tak efisien lagi.

Sejak satu dasawarsa terakhir, APBN kita telah mengeluarkan Rp 2.600 triliun untuk memberikan subsidi pada energi fosil. Ketika resources mengalami penurunan begitu cepat, kemudian kita belum punya cadangan untuk energi baru, APBN kita tidak akan cukup serius mengalokasikan jumlah yang cukup baik untuk membangun energi baru.

Ke depan, pengembangan energi akan diutamakan dengan mempertimbangkan keseimbangan keekonomian energi, keamanan pasokan energi, dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Energi terbarukan adalah jawabannya.

Saat ini Indonesia memiliki potensi tenaga hidro cukup besar, yakni 75 gw, dan potensi surya 112 gwp. Selain ini salah satu energi yang kini belum dikembangkan massal di Indonesia adalah energi laut sebesar 60 gw. Bila dikembangkan, ketiga potensi ini dapat mendukung program pemerintah mencapai rasio elektrifikasi di atas 95 persen dalam lima tahun ke depan.

Horizon perencanaan juga harus kita jaga. Tak jarang kita terperangkap pada pikiran berjangka pendek hingga alpa merumuskan pikiran jauh ke depan. Tahu-tahu, ketika masanya tiba, kita mendadak menjadi sibuk. Kita seperti disergap jebakan "zona nyaman" yang, celakanya, juga kita nikmati itu.

Prasyarat utama untuk itu bagaimana mengubah dapur pemikiran dan kebijakan energi kita. Kementerian ESDM dan seluruh institusinya dituntut berbenah total agar tidak terperangkap dalam pola pikir dan cara pandang lama.

Misalnya, mengapa energi yang sudah pasti akan habis malah disubsidi, sedangkan energi terbarukan yang berkesinambungan malah tak didukung. Cara pengambilan keputusan yang terkontaminasi orientasi politik harus digeser ke profesionalisme yang menjunjung tinggi prinsip meritokrasi.

Semangat transformasi itu juga diterapkan di lingkup dapur KESDM, antara lain, pertama, penyegaran organisasi di KESDM. Penyegaran bukan saja dilakukan pada eselon I dan II, juga pada institusi terkait, termasuk SKK Migas serta BUMN sektor energi, seperti PT PLN dan PT Pertamina.

Kedua, peningkatan koordinasi antarunit dengan menyelenggarakan berbagai forum dialog untuk menyelesaikan permasalahan bersama dengan melibatkan lintas pemangku kepentingan. Satu yang menggembirakan, arah jangka panjang pembangunan kemandirian energi nasional telah tertata.

Ketiga, pembentukan unit penguraian sumbatan, antara lain, (a) Unit Pengendali Kinerja, diisi oleh kombinasi antara profesional pilihan dari luar KESDM serta individu terpilih dari dalam KESDM dan BUMN sektor untuk menjembatani menteri ESDM dengan pelbagai unit kerja di lingkungan KESDM. (b) Tim Reformasi Tata Kelola Migas, memberikan rekomendasi tentang perbaikan tata kelola migas untuk mencegah pemburu rente dan merumuskan tata kelola migas dari hulu ke hilir secara lebih berkeadilan. (c) Unit Pelaksana Program Pembangunan KetenagalistrikanNasional, project management unit "penotok nadi" dan perekat koordinasi lintas kementerian/lembaga untuk pengawal program 35 ribu mw.

Pada 5-10 tahun mendatang, jelas kiranya kami masih memiliki sejumlah besar pekerjaan rumah. Dalam jangka pendek, 1-3 tahun, pembangunan infrastruktur harus dipercepat. Jaringan pipa transmisi dan distribusi gas harus dibangun secepatnya guna mendorong konversi dari BBM ke BBG, termasuk membangun jaringan gas untuk 7,9 juta rumah tangga di perkotaan.

Porsi biofuel untuk BBM akan ditingkatkan menjadi 30 persen dalam 2-3 tahun ke depan. Kami akan bekerja keras menata iklim investasi di hulu agar kegiatan eksplorasi dapat dilakukan habis-habisan guna menambah cadangan terbukti migas.

Jaringan pipa dan saran penyimpanan BBM harus ditingkatkan keandalannya, dari kemampuan menyimpan 18-20 hari menjadi minimal 30 hari dalam tiga tahun mendatang. Seiring itu, fasilitas pengolahan migas akan direvitalisasi dan dibangun yang baru.

Konsisten dengan arah perubahan orientasi menuju pembangunan energi baru terbarukan, alokasi anggaran dan sumber daya akan digelontorkan untuk membangun pusat energi baru. Gerakan konservasi energi harus dijadikan gerakan yang masif dan meyakinkan dalam memberikan manfaat bagi seluruh rakyat Indonesia.

Semua itu hanya dapat terwujud jika seluruh pemangku kepentingan menjaga konsistensi dan energi untuk berpikir jangka panjang, bertekad keluar dari zona nyaman cara pengelolaan energi. Terakhir dan yang terpenting: dahulukan kepentingan rakyat dan masa depan bangsa seraya buang jauh-jauh vested interest pribadi maupun golongan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar