Kamis, 28 Mei 2015

Single Pay System bagi Anggota Polri

Single Pay System bagi Anggota Polri

Lukman Cahyono  ;  Komisaris Polisi, Pasis Sespimmen Polri Dikreg 55
JAWA POS, 27 Mei 2015


                                                                                                                                                           
                                                
PASCA berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), wacana untuk mewujudkan single pay system bagi ASN yang terdiri atas pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) begitu kuat. Walaupun dalam UU ASN masih menyebutkan adanya tunjangan yang dibatasi menjadi dua jenis saja bagi PNS, yaitu tunjangan kinerja dan tunjangan kemahalan, semangat untuk menyatukan gaji, tunjangan kinerja, dan tunjangan kemahalan menjadi satu penghasilan PNS yang terintegrasi masih diperjuangkan Kementerian PAN dan RB. Apalagi, selama ini indikator pemotongan tunjangan kinerja masih didominasi tingkat kehadiran ketimbang kinerja itu sendiri.

Single pay system yang digunakan di beberapa negara seperti Amerika Serikat bahwa penghasilan seorang PNS diberikan dalam bentuk produk tunggal, yaitu gaji saja. Tidak ada gaji pokok dan tunjangan-tunjangan seperti yang berlaku di sini. Sistem tersebut memang ideal dilihat dari sisi kacamata manajemen SDM bahwa gaji benar-benar mencerminkan seluruh bobot jabatan yang diemban oleh seorang pegawai, termasuk risiko jabatan yang dihadapi.

Wacana tersebut merupakan reaksi atas sistem gaji PNS yang selama ini menggunakan pendekatan masa kerja dan pangkat-golongan/ruang. Kenaikan gaji pokok berkala setiap tahun ditetapkan berdasar inflasi walaupun tidak seluruhnya demikian. Persoalan inti dari sistem yang berlaku selama ini adalah PGPS (pinter goblok [maaf] penghasilan sama). Istilah PGPS itu sebenarnya merupakan pelesetan dari istilah PGPS yang asli, yaitu peraturan gaji pegawai negeri sipil. Kata kunci gaji dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian adalah ’’adil dan layak’’ bahwa kata kunci tersebut ternyata juga termaktub dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

Lalu, bagaimana sistem gaji yang berlaku bagi anggota Polri selama ini? Persis dengan PNS, sistem gaji pokok anggota Polri juga menggunakan pendekatan masa kerja dan pangkat sebagaimana terlihat pada Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2001 yang telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2014 tentang Peraturan Gaji Anggota Polri. Terdapat kenaikan gaji pokok setiap tahun yang dikaitkan dengan inflasi, meskipun tidak selalu demikian. Terdapat pula berbagai tunjangan, misalnya tunjangan keluarga, tunjangan jabatan, dan tunjangan kinerja, yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2010 tentang Hak-Hak Anggota Polri. Sama dengan jenis-jenis tunjangan yang diberikan kepada PNS selama ini. Dengan demikian, PNS maupun anggota Polri memiliki masalah yang sama dalam sistem penggajian.

Dengan mengacu kepada wacana yang akan diterapkan pada sistem penggajian PNS, bisakah hal itu diterapkan kepada sistem penggajian anggota Polri? Jika mengacu kepada perundang-undangan yang berlaku, jawabannya bisa, namun dengan merevisi 2 PP. Yaitu, PP No 42 Tahun 2010 dan PP No 29 Tahun 2001 jo PP No 36 Tahun 2014 sebagaimana telah dijelaskan di atas.UU Polri sendiri hanya mengamanatkan prinsip utama/filosofinya, yaitu harus ’’adil dan layak’’. Dari perbandingan antara multipay system dan single pay systemsingle pay system lebih kuat dalam memenuhi syarat tersebut. Di manakah letak kuatnya?

Dalam single pay system, organisasi dituntut untuk menyelaraskan visi-misi, program kerja, struktur organisasi, analisis jabatan, dan evaluasi jabatan yang dimiliki. Ketika analisis jabatan sudah dilakukan, didapat uraian jabatan dan syarat jabatan. Kemudian, dalam rangka melaksanakan single pay system, perlu dilakukan evaluasi jabatan yang merupakan kelanjutan dari analisis jabatan.

Pada evaluasi jabatan, tahapan yang dilalui ialah melakukan pembobotan jabatan, pemeringkatan jabatan, dan penghitungan untuk mendapatkan harga jabatan. Terdapat banyak metode dalam mengevaluasi jabatan. Misalnya, menggunakan competency based human resources management  (CBHRM),  factor evaluation system (FES), dan HAY system. Meski demikian, secara keseluruhan, semua menggunakan pendekatan point system. Yaitu, sistem penghitungan gaji yang berdasar atas perkalian antara skor bobot jabatan dan indeks. Indeks didapat dari pembagian antara upah minimum di suatu wilayah dan bobot jabatan terendah di organisasi. Dengan begitu, jabatan yang sama di wilayah yang berbeda dapat memiliki harga jabatan yang berbeda.

Mengacu kepada penjelasan tersebut, single pay system memiliki keunggulan dalam hal efektivitas dan efisiensi. Efektivitas sebagaimana dimaksud ialah menjawab kebutuhan organisasi secara efektif karena tingkat integrasi yang tinggi dengan unsur-unsur organisasi. Efisiensi sebagaimana dimaksud adalah tidak diperlukan lagi tunjangan-tunjangan yang tidak jelas ukuran penetapannya yang hanya akan menjadi biaya bagi negara semata. Selain efektif dan efisien, prinsip keadilan didapat dengan single pay system. Yaitu, equal pay for equal work, sesuai dengan Konvensi ILO Nomor 100. Sementara itu, prinsip kelayakan didapat dari perbedaan gaji pada jabatan yang sama di wilayah yang berbeda berdasarkan inflasi (terkait dengan upah minimum setiap wilayah).

Kesimpulannya adalah single pay system sejalan dengan prinsip gaji yang ’’adil dan layak’’ sebagaimana diamanatkan UU Polri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar