Sabtu, 27 Juni 2015

Korban Narkoba bukan sekadar Angka

Korban Narkoba bukan sekadar Angka

  Sudirman Nasir  ;   Pengajar/Peneliti di Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin, Makassar
MEDIA INDONESIA, 26 Juni 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

BANYAK negara, organisasi, dan kelompok masyarakat pada 26 Juni setiap tahun memperingati Hari Antinarkoba Internasional (HANI). Peringatan itu dipelopori PBB untuk melawan penyalahgunaan obat-obatan dan penjualan obat secara ilegal. Peringatan seperti itu dimulai sejak 26 Juni 1988.Tanggal tersebut dipilih untuk mengenang pengungkapan kasus besar perdagangan opium di Humen, Guangdong, Tiongkok, oleh seorang pejabat jujur bernama Lin Zexu, sebelum meletusnya Perang Candu di negeri tersebut.

Lin Zexu (30 Agustus 178522 November 1851) ialah pejabat yang hidup pada masa Kaisar Daoguang dari Dinasti Qing. Ia juga seorang filsuf, ahli kaligrafi, dan penyair. Ia terkenal akan perjuangannya menentang perdagangan opium di Tiongkok. Sosok seperti Lin Sexu sangat penting dalam upaya global mengatasi narkoba. Pencanangan HANI ditandai dengan dikeluarkannya resolusi PBB 42/112 pada 7 Desember 1987.

Saat ini di Indonesia, masalah narkoba sedang mendapatkan sorotan tajam. Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan banyak aparat negara menyebut kita berada dalam `darurat narkoba' karena besarnya tingkat peredaran dan penyalahgunaan narkoba. Hukuman mati bahkan telah diberikan terhadap sejumlah pengedar narkoba. Jokowi dan aparat negara lainnya juga tak henti-hentinya mengingatkan kita bahwa saat ini terdapat sekitar 4,2 sampai 4,5 juta pengguna narkoba di Tanah Air.

Diperkirakan, terdapat 40 sampai 50 orang setiap hari meninggal terkait dengan dampak buruk penggunaan narkoba. Sementara itu, kita hanya mampu merehabilitasi sekitar 18 ribu orang yang mengalami ketergantungan (kecanduan) terhadap narkoba setiap tahun.

Namun, tampaknya kita ha rus melihat masalah narkoba ini secara lebih dalam, bukan sekadar pemaparan angka-angka seperti di atas. Angka-angka sering kali hanya mengantar kita mereka-reka besaran masalah tetapi memiliki keterbatasan untuk memberi pemahaman lebih rinci.

Terdapat pula adagium yang menyatakan `Kematian seorang manusia adalah sebuah tragedi, kematian sejuta orang hanyalah sebuah statistik'. Di balik angka-angka di atas ialah pengalaman nyata dan (sering kali) penderitaan seseorang dan keluarganya (serta lingkungannya) akibat ketergantungan (kecanduan) narkoba. Akan tetapi, untuk memahami pengalaman nyata dan penderitaan akibat narkoba itu, kita mesti memahami terlebih dahulu tingkatan-tingkatan atau perbedaan keterlibatan dalam penggunaan narkoba. Itu sesuatu yang sering kali dikaburkan dalam deretan angka-angka di atas.

Dalam literatur (yang didasarkan pada banyak penelitian atau pengamatan empiris terhadap penggunaan/penyalahgunaan narkoba), terdapat paling sedikit tiga tingkatan penggunaan/penyalahgunaan narkoba. Pertama ialah pengguna coba-coba, yakni orang-orang (lebih banyak berupa orang muda ataupun anakanak dan remaja) yang mulai (inisiasi) menggunakan narkoba karena berbagai alasan seperti rasa penasaran atau ingin tahu, pengaruh kawankawan sebaya, atau keinginan mencari kesenangan atau pengalaman baru.

Patut diingat bahwa hanya segelintir dari pengguna coba-coba itu yang kemudian keterusan terjerumus menjadi pecandu narkoba. Sebagian besar berhenti pada tahap ini ataupun berlanjut untuk beberapa saat tetapi kemudian berhenti. Alasan untuk berhenti sangat beragam, antara lain karena menganggap rasa ingin tahunya sudah terpenuhi, kesenangan yang didapatkan tidak sebanding dengan risiko yang mungkin terjadi atau terutama karena lingkungan sosial terdekatnya tidak menyetujui penggunaan narkoba. Alasan narkoba dapat membahayakan masa depan atau cita-cita yang ingin dicapai juga sering kali menjadi motivasi kuat.

Jenis pengguna yang kedua ialah pengguna terkontrol. Pengguna jenis ini sudah beranjak dari pengguna cobacoba menjadi pengguna teratur tetapi berbeda dengan pecandu. Pengguna terkontrol ini belum mengalami kecanduan (ketergantungan) dan belum mengalami dampak-dampak merugikan (dari segi kesehatan, hukum, ataupun sosial) akibat penggunaan narkoba yang mereka lakukan. Mereka mampu melakukan `kontrol' atau `regulasi' terhadap penggunaan narkoba sehingga dampak-dampak buruk belum muncul. Mereka belum mengalami gejala-gejala putus zat, gejala-gejala menyakitkan secara fisik, ataupun psikis karena ketergantungan narkoba.

Lagi-lagi patut diingat, sangat banyak orang yang mampu berada dalam fase ini dalam jangka waktu lama bahkan permanen, dalam pengertian tidak menjadi pecandu. Tentu saja kondisi ini bukanlah kondisi ideal, tetapi pada kenyataan sehari-hari pengguna jenis ini sangat banyak, bahkan banyak penelitian menunjukkan pengguna jenis ini sebenarnya jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan pecandu. Mereka mampu menjadi pengguna terkontrol karena memiliki kapasitas pribadi ataupun jaringan sosial yang membuat mereka mampu bertindak seperti itu.

Sebagian besar ialah orang-orang yang sudah memiliki pekerjaan dan identitas yang mapan dan tidak ingin mengorbankan hal-hal berharga tersebut dengan memakai narkoba berlebihan yang bisa mengantar mereka menjadi pecandu. Mereka, misalnya, hanya memakai narkoba tertentu sekali setiap minggu atau sekali setiap bulan bersama orang-orang tertentu atau dalam peristiwa-peristiwa tertentu.

Jenis pengguna yang ketiga ialah pecandu. Pecandu atau pengguna problematik ini ialah orang-orang yang sudah mengalami ketergantungan dan sudah mengalami gejala-gejala putus zat yang menyakitkan. Mereka pun umumnya sudah mengalami dampak-dampak buruk dari segi kesehatan, psikologis, ekonomi, hukum, ataupun sosial. Tidak sedikit yang bahkan mengalami dampak parah seperti overdosis, HIV, hepatitis C, radang kulit, radang pembuluh darah jantung, dan depresi. Tidak sedikit pula yang mengalami dampak ekonomi seperti pengangguran berkepanjangan yang lalu mendorong mereka terlibat dalam berbagai tindakan kriminal untuk mendapatkan uang demi membeli narkoba. Hal-hal tersebut membuat mereka semakin terasing dari masyarakat dan mendapatkan stigma buruk.

Ketiga jenis pengguna narkoba ini membutuhkan strategi penanganan berbeda-beda. Pada intinya kita membutuhkan program-program untuk memperkuat faktor-faktor pelindung dan mengurangi faktor-faktor risiko untuk mencegah atau memperlambat anak-anak muda melakukan eksperimentasi menggunakan narkoba dan mencegah orang-orang mengalami kecanduan/ketergantungan. Terhadap mereka yang sudah mengalami ketergantungan/kecanduan, dibutuhkan program rehabilitasi medik dan sosial.

Dengan begitu, mereka dapat mengatasi kecanduannya dan kemudian bisa kembali ke masyarakat serta menjadi anggota masyarakat yang produktif. Program-program terpadu seperti itu memang tidak mudah, tetapi telah terbukti di banyak negara menurunkan angka ketergantungan dan dampak-dampak buruk narkoba. Program-program tersebut memadukan program-program kesehatan, hukum, ekonomi, dan sosial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar