Jumat, 26 Juni 2015

Pentingnya Kantor Desa

Pentingnya Kantor Desa

  M. Zainal Anwar,  ;   Manajer Program Governance and Policy Reform
Institute for Research and Empowerment (IRE), Yogyakarta
KORAN TEMPO, 25 Juni 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Ikhtiar pemerintahan Jokowi-JK untuk membangun Indonesia dengan memperkuat desa dalam kerangka negara kesatuan sebagaimana tercantum dalam Nawa Cita tampaknya menghadapi tantangan serius. Salah satunya terkait dengan masih banyaknya desa yang belum memiliki kantor atau balai desa. Ketika berkunjung ke salah satu kabupaten di Provinsi Papua beberapa waktu lalu, penulis memperoleh cerita pilu betapa masih banyak kampung (nama desa di Papua) yang belum punya kantor.

Kantor desa sejatinya tidak sekadar menunjuk pada bangunan yang berdiri di atas sebidang tanah. Lebih dari itu, kantor desa adalah tempat di mana organisasi manusia yang mengurus, mengatur, dan melayani desa berkumpul. Tidak berlebihan jika kantor desa adalah pusat pemerintahan dan pelayanan publik di desa dan tempat di mana warga dengan pemimpin desa, dari kepala desa hingga aparat desa, berinteraksi. Tapi begitulah faktanya. Ternyata belum semua desa di Indonesia punya kantor desa. Mayoritas desa di wilayah Jawa mungkin punya kantor desa yang megah, kontras dengan desa di luar Jawa.

Tanpa kantor, desa akan kesulitan melayani warga. Kebutuhan warga terhadap layanan surat-menyurat akan terhambat karena tidak ada tempat yang layak dan pasti untuk mencari pelayanan. Tidak adanya kantor desa berpotensi menjadikan kepala desa ibarat kantor "berjalan". Di mana ada kepala desa, di situlah warga bisa memperoleh pelayanan sekaligus mendapat informasi terkait dengan program atau kegiatan skala desa. Celakanya, ketika kepala desa punya urusan ke luar desa, otomatis pelayanan dan informasi kepada warga desa menjadi mandek.

Dalam kondisi desa yang tidak memiliki kantor, fungsi kantor desa pada akhirnya akan terpersonifikasi ke individu kepala desa. Ini jelas rentan disalahgunakan. Kepala desa yang berwatak jahat jelas akan dengan mudahnya menyalahgunakan aset desa untuk kepentingannya sendiri, karena warga atau legislatif desa sulit mengawasi. Filosofi pemimpin yang melayani juga sulit terwujud. Sebaliknya, yang ada adalah pemimpin yang dilayani.

Lebih dari itu, tanpa adanya kantor desa, koordinasi antar-aparatur desa berpotensi sulit dilakukan. Tanpa adanya koordinasi, bagaimana desa bisa bermanfaat secara optimal? Desa sejatinya tidak hanya berfungsi administrasi pemerintahan, tapi juga memiliki fungsi pembangunan, pemberdayaan, dan sosial kemasyarakatan. Walhasil, sistem pemerintahan desa jelas akan terganggu dengan ketiadaan kantor desa. Jelas ini bukanlah persoalan sepele. Ketiadaan kantor juga satu derajat dengan kondisi adanya kantor desa tapi tidak dimanfaatkan.

Sebagai unit pemerintahan yang langsung berinteraksi dengan warga, desa wajib memiliki kantor. Kementerian Desa dan pemerintah kabupaten harus segera mendata keberadaan kantor desa dan menyelisik kondisinya. Program Nawa Kerja yang diluncurkan Kementerian Desa juga tampaknya abai terhadap isu pendataan kantor desa. Gerakan desa mandiri yang dicanangkan Kementerian Desa akan tidak bermakna jika desa tak punya kantor. Keberadaan kantor desa dan penguatan organisasi yang mengurus, mengatur, dan melayani desa adalah langkah awal untuk membangun Indonesia dari desa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar