Selasa, 14 Juli 2015

Desa Tahun Pertama

Desa Tahun Pertama

Ivanovich Agusta ;  Sosiolog Pedesaan IPB
                                                           KOMPAS, 13 Juli 2015          

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Pergantian rezim mengakibatkan pengembangan pemerintahan desa dan pemberdayaan masyarakat baru dimulai. Sisa waktu anggaran 4-5 bulan ini mengancam penyerapan dana, penyusutan target, hingga penghilangan manfaat pembangunan bagi warga desa. Maka, prioritas desa harus disusun ulang. Penyesuaian tahun pertama pemerintahan baru juga perlu selaras dengan tahun-tahun berikutnya.

Di tingkat kabupaten/kota dan provinsi, perihal desa dikelola badan pemberdayaan masyarakat (BPM). Sebagian wilayah juga memisahkan pengelolaan pemerintahan desa dan kelurahan ke dalam sekretariat daerah.

Dulu, semua lembaga di daerah memiliki acuan sama, yaitu Kementerian Dalam Negeri. Persoalannya kini mereka punya dua acuan: Kemendagri dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT).

Dualitas pemerintah pusat yang kerap menelurkan kebijakan-kebijakan yang tak selaras telah menahan berbagai inisiatif pemerintah daerah. Khawatir melanggar administrasi negara, pemerintah daerah menunda penyiapan pelaksanaan UU No 6/2014 tentang Desa hingga kini.

Bara konflik Kemendagri dan Kemendesa PDTT harus disiram habis. Perlu ditandatangani nota kesepahaman kerja sama penerbitan peraturan menteri, surat edaran direktur jenderal, hingga susunan panduan teknis ke desa. Sesuai PP No 43/2014, khusus untuk pengembangan kawasan di pedesaan, juga melibatkan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Andai penyatuan kebijakan antar-kementerian terwujud, dualitas pengelolaan desa berbalik jadi keunggulan. Ranah kebijakan publik meluas melebihi kementerian lain: mencakup 9 eselon satu Kemendesa PDTT dan 1 eselon satu Kemendagri, bisa ditambah 1 eselon satu Bappenas.

Pada tahun pertama pengelolaan desa, produksi kebijakan perlu dimaksimalkan untuk menentukan aturan main atas desa. Operasionalisasi yang diamanatkan UU No 6/2014 mencakup aturan main penataan desa, pemilihan kepala desa, kesekretariatan desa, atribut pemerintah desa. Berikutnya  pengelolaan keuangan dan kekayaan desa, penyusunan peraturan desa, pengambilan keputusan melalui musyawarah desa. Topik lainnya pengembangan badan usaha milik (BUM) desa, kerja sama antardesa, dan laporan pemerintahan desa.

Dengan kaidah pemberdayaan, kekuasaan pemerintah disalurkan melalui prosedur aturan main, justru guna mencipta ruang keleluasaan pemerintahan desa untuk bekerja. Aturan main juga dimunculkan untuk membuka ruang warga desa memberdayakan diri. Keberhasilan kebijakan desa harus didukung data yang lengkap dan akurat.  Badan Pusat Statistik (BPS) mengumpulkan data potensi desa sejak 1970-an untuk tiga tahunan. Adapun survei tahunan anggaran pendapatan dan belanja desa sejak 2009. Kemendagri memiliki data online sangat rinci dari 41 persen desa. Yang menarik, data satuan keluarga dan desa itu tetap dimiliki pemerintah desa. Profil desa dan kelurahan ini kerap menjadi konfirmasi data desa saat berhadapan dengan pemerintah, swasta, dan LSM.

Kemendesa PDTT menyediakan situs bagi desa. Pemerintah desa bebas mengunggah struktur organisasi, peraturan desa, data pokok, hingga absensi perangkat.

Sayang, meski mengambil obyek yang sama, data desa dikelola lembaga secara terpisah. Maka, saatnya kini data desa disatukan. Atau, pengelolaan terpisah, tetapi basis data tersebut saling berkomunikasi melalui web service. Kedua alternatif tersebut menghindarkan pengambilan data secara dobel, sekaligus mengembangkan data desa bersama-sama dari pusat sampai desa.

Dana untuk desa di Kemendagri dan Kemendesa PDTT sangat besar sehingga sulit terserap sepenuhnya selama sisa lima bulan anggaran. Maka perlu mengalihkan sebagian dana pusat kepada BPM di provinsi dan kabupaten/kota. Agar pemerintah daerah turut berbagi beban kegiatan dengan pemerintah pusat, contohnya pelatihan dan monitoring kepada pemerintah desa serta lembaga kemasyarakatan.

Dana pemerintah pusat perlu segera dicairkan agar berguna bagi desa, sebaliknya dana desa (DD) serta alokasi dana desa (ADD) harus dijaga agar tetap berdiam di dalam desa. DD adalah alokasi langsung pemerintah pusat untuk desa sebesar Rp 20 triliun. Adapun ADD bernilai 10 persen dana perimbangan daerah bagi desa, tahun ini berjumlah sekitar Rp 50 triliun.

Sayang, sejak 2007 dibutuhkan waktu mingguan hingga bulanan untuk menyampaikan dana ke desa. Artinya, dana sampai ke desa Juni hingga November. Konsekuensinya pemerintah desa kehabisan waktu menggunakan hingga melaporkannya. Akibatnya, banyak sisa dana ditarik lagi ke daerah atau pusat. Kini perlu kebijakan terobosan agar DD dan ADD terus bermukim di desa, dan berhak digunakan untuk pembangunan tahun depan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar