Kamis, 16 Juli 2015

Hak Anak dalam Mudik

Hak Anak dalam Mudik

Paulus Mujiran ;  Aktivis Lembaga Perlindungan Anak;
Direktur Yayasan Kesejahteraan Keluarga Soegijapranata Semarang
                                                         JAWA POS, 15 Juli 2015        

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

PEMENUHAN hak anak dalam mudik mutlak diperlukan. Mudik merupakan aktivitas sosial manusia yang terdiri atas orang dewasa dan anak-anak menuju kampung halaman. Dalam perjalanan mudik, anak-anak kerap mengalami situasi yang dapat mengganggu tumbuh kembang mereka. Karena itu, dalam momen mudik, anak membutuhkan perlindungan khusus karena berpotensi mendapat perlakuan salah, ancaman, penelantaran, bahkan kekerasan.

Dalam momen sebesar itu, pemenuhan hak anak sering diabaikan. Anak-anak kerap menjadi penderita utama dalam mudik. Perjalanan mudik yang mestinya menyenangkan sering berubah menjadi pelanggaran hak anak, bahkan malapetaka, ketika mudik tidak dilakukan dengan persiapan yang saksama. 
Beberapa waktu lalu ada kisah sekeluarga pemudik melakukan perjalanan dari Jakarta ke Jawa Tengah. Tidak pernah diduga sebelumnya, bayi yang dalam gendongan orang tuanya sudah meninggal begitu memasuki Jawa Tengah.

Secara umum, potensi pelanggaran hak anak terjadi pada perjalanan mudik menuju kampung halaman maupun arus balik. Ada beberapa peristiwa mudik yang perlu mendapat perhatian agar anak tetap diprioritaskan. Pertama, pengabaian hak anak kerap terjadi pada moda angkutan umum masal seperti bus, kapal laut, dan kereta api yang tidak menyediakan fasilitas khusus untuk anak-anak. Berdesakdesakan penumpang lebih sering menguntungkan orang dewasa.

Di sinilah perlunya mendidik penumpang untuk peka dan peduli kepada anak-anak. Kedua, untuk pemudik bersepeda motor, anakanak mengalami kondisi yang jauh lebih memiriskan. Anak-anak dipaksa menempuh perjalanan ratusan kilometer tanpa pelindung dan pengaman yang memadai. Anak-anak mengalami terpaan panas matahari di siang hari dan dinginnya malam secara terusmenerus sepanjang perjalanan. Mereka juga rentan menjadi korban kecelakaan lalu lintas. 

Sampai hari ini, pemudik bersepeda motor menyumbang 70 persen kecelakaan lalu lintas. Dalam situasi semacam itu, anak berpotensi mendapat kekerasan dari lingkungan. Ketiga, kebutuhan dasar anak yang tidak terpenuhi. Anak yang masih dalam masa tumbuh dan berkembang memerlukan perhatian dari orang tua. Meski dalam suasana puasa, kebutuhan makan, minum, dan kesehatan pada anak yang menyertai orang tuanya dalam perjalanan mudik harus menjadi prioritas utama.

Karena itu, mengampanyekan mudik ramah anak menjadi keharusan. Pesepeda motor yang berpotensi membahayakan penumpang, terutama anak-anak, harus dihentikan dan dialihkan dengan kendaraan lain. Tindakan tegas harus dilakukan di kota tempat para pemudik berangkat. Pemudik yang membawa anak-anak dianjurkan mempergunakan angkutan masal yang disediakan pemerintah.

Idealnya tersedia fasilitas khusus bagi pemudik anak-anak, khususnya di posko-posko mudik. Di samping posko-posko bagi para pemudik pun harus didesain ramah anak seperti tersedianya tempat menyusui bagi bayi, terdapat sarana prasarana permainan anak, serta kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan anak.

Indonesia sudah meratifikasi Convention on the Rights of the Child yang dicanangkan PBB pada 1989. Di samping kita memiliki UU No 23/2002 yang direvisi menjadi UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak (UUPA). Semua mengatur hak anak seperti hak untuk hidup layak, hak untuk tumbuh dan berkembang optimal, serta hak memperoleh perlindungan.

Namun, dalam kegiatan mudik, hak-hak dasar anak sering dilanggar, termasuk oleh orang tua. Memaksa anak untuk pulang mudik dengan sepeda motor merupakan tindak kekerasan kepada anak. Membiarkan anak naik sepeda motor dalam perjalanan jauh penuh risiko kecelakaan tanpa perlindungan juga merupakan pem biaran dan penelantaran kepada anak.

Pasal 63 UU Perlindungan Anak, ’’Setiap orang dilarang membiarkan anak tanpa perlindungan jiwa.’’ Pasal 77 ayat (2), ’’Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan anak dalam situasi perlakuan salah dan penelantaran…’’ Di ayat b pasal yang sama dikatakan, ’’Penelantaran anak yang mengakibatkan anak mengalami sakit dan penderitaan baik fisik, mental, maupun sosial dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/denda paling banyak Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah).’’

Semangat utama Konvensi Hak Anak maupun UU Perlindungan Anak tidak hanya bertumpu pada aspek yuridis. Di dalamnya juga terkandung upaya penyadaran untuk mengedepankan kepentingan terbaik anak. Karena itu, mengampanyekan mudik yang aman dan melindungi anak sangat penting dilakukan.

Kita berharap pemenuhan hak anak benar-benar mendapat perhatian secara saksama, khususnya saat mudik menjelang Lebaran tahun ini. Korban yang berjatuhan, terutama anak-anak yang tidak berdosa, harus ditekan seminimal mungkin. Dan orang tua, petugas kepolisian, maupun pemudik sendiri harus menyadari betapa pentingnya memenuhi hak anak dalam mudik.

Mudik yang aman dan nyaman tentu akan menjadi kebahagiaan semua, termasuk anak-anak. Negara harus berperan untuk mengampanyekan mudik yang aman dan nyaman bagi anak. Karena itu, tindakan tegas terhadap para pemudik yang membahayakan keselamatan anak-anak diperlukan. Mudik harus dikelola dengan paradigma baru. Yakni, lebih melindungi anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar