Jumat, 17 Juli 2015

Moralitas Menyelamatkan Masa Depan

Moralitas Menyelamatkan Masa Depan

HS Dillon  ;  Kepala Badan Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Nasional, 2001
                                                           KOMPAS, 16 Juli 2015          

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Sekitar medio Juni lalu Paus Fransiskus menyampaikan pesan ”Laudato Si’, mi’ Signore”, atau ”Terpujilah Engkau, Tuhanku” dalam terjemahan bebasnya.

Kendati sesuai dengan tugas pokok dan fungsi seorang Paus, dokumen mengambil bentuk sepucuk surat kepada lingkar uskupnya, pada hakikatnya ensiklik ini merupakan pesan Paus kepada kita semua. Pesan yang bertajuk ”merawat rumah bersama menghadapi perubahan iklim” langsung memicu respons berbagai negara.

Politikus yang dangkal dan ambisius, penganut agama Katolik sekalipun, menampik pesan seraya mendesak agar Paus tidak mencampuri dunia praktis mereka. Yang menyambut sangat antusias justru para pakar dan aktivis perubahan iklim, kesenjangan sosial,kemiskinan, sertakeadilan sosial lintas agama.

Apa sebenarnya yang disampaikan Paus Fransiskus? Dalam 180 halaman ensiklik, terungkaplah sebuah visi terpaut permukiman kumuh Buenos Aires dengan suatu konsistensi teguh keberpihakan kepada kaum papa. Dengan kelugasan mantan guru dan bahasa sangat menyentuh, Paus pada intinya menarik perhatian kita kepada rumah bersama kita yang sedang rusak dengan dampak menimpa semua, terutama negara dan penduduk miskin.Paus membidik konglomerat, maskapai energi, politikus tak berwawasan, ilmuwan vulgar, ekonom neolib, warga tak acuh, serta media yang rabun.

Paus Fransiskus menyesalkan ketakpedulian para penguasa, khususnya pemimpin negara kaya dan para industrialis, yang paling menikmati paradigma bahan bakar fosil sekarang. Ia juga mendakwa negara paling maju telah lebih dulu menikmati penggunaan batubara, minyak, dan gas bumi sehingga berutang sosial yang besar kepada negara berkembang.

Paus mendesak agar para penguasa mengubah pola hidup, produksi, dan konsumsi yang mengancam kelestarian menjadi cara merawat rumah bersama yang lebih bertanggung jawab.

Cara kita kini merawat lingkungan terkait erat dengan cara kita saling merawat. ”Kita bukan menghadapi dua krisis yang berbeda, tetapi sebuah krisis kompleks yang melingkupi aspek sosial maupun lingkungan.”Karena itu, hanya sebuah revolusi kultural yang beraniyang dapat menyelamatkan manusia dari sedotan spiral menghancurkan diri, wanti-wanti sang Paus.

Desakan Joko Widodo

Pada saat bersamaan, pada tataran negara-bangsa, Presiden Joko Widodo pernah mendesak pentingnya melaksanakan revolusi mental untuk menyelamatkan Republik. Wacana revolusi mental tentu lahir untuk mengadakan koreksi mendasar kepada paradigma pertumbuhan ekstraktif yang merusak lingkungan sembari meminggirkan rakyat kecil. Mungkin pesan Paus kali ini hadir tepat waktu untuk kembali mengingatkan kita pada janji Jokowi tersebut.

”Pujian kepadamu, ya Tuhanku”, merupakan madah indah Santo Fransiskus dari Asisi, sosok yang sangat mencintai alam dengan segala makhluknya. Senandung ini mengingatkan bahwa rumah kita ini ibarat saudara perempuan, sahabat kita berbagi kehidupan, dan ibarat seorang ibu cantik yang merangkul kita mesra. Paus mengingatkan bahwa saudara perempuan kita sedang meratap kini karena manusia sudah melukai segala yang diberikan Tuhan kepadanya melalui tindakan tak bertanggung jawab. Manusia memandang diri sebagai tuan dan pemilik yang berhak merampok Ibu Pertiwi sesuka hati.

Kekerasan yang bermukim di hati kita dilukai dosa tecermin juga dalam gejala penyakit yang timbul di lahan, air, udara, dan segala bentuk kehidupan. Itu sebabnya Bumi yang sudah diperkosa terbilang di antara kaum miskin yang paling ditelantarkan. Kita sudah melupakan bahwa kita ini hanya debu, badan kita terbangun dari elemen-elemen Bumi, kita mengirup udaranya dan menerima kehidupan dan penyegaran melalui airnya

Karena itu, Paus Fransiskus menuntut negara maju harus melunasi utang ini dengan mengurangi konsumsi energi tak terbarukan dan membantu negara kurang mampumengimplementasi kebijakan dan program pembangunan berkelanjutan.

Nicholas Stern, ekonom Inggris, yang menerbitkan laporan sangat berpengaruh tentang perubahan iklim beberapa tahun lalu, menyatakan bahwa ensiklik Paus sangat bermakna karena dapat jadi tuntunan bagi pemimpin lain, terutama karena kegagalan kepala negara dan pemerintahan negara industri menampilkan kepemimpinan politik selama ini.

Aktivis Naomi Klein amat bersyukur bahwa Paus telah mengaitkan perubahan iklim dengan kapitalisme, peran ketakadilan ekonomi, konsumtivisme, dan mengajukan tuntutan agar negara maju melunasi utang sosial dan finansial kepada negara berkembang sebagai imbalan kerusakan planet selama ini. Mengutip langsung dari ensiklik: ”Mindset yang menolak mengambil keputusan radikal untuk meluruskan tren pemanasan global adalah mindset serupa yang menghalangi tercapainya tujuan menghapuskan kemiskinan.”

Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon menyambut ensiklik Paus Fransiskus seraya menegaskan bahwa manusia bertanggung jawab besar merawat dan melindungi ru- mah bersama, Bumi, dan menunjukkan solidaritas dengan warga termiskin paling rentan, mereka yang paling menderita akibat dampak perubahan iklim.

Paus Fransiskus menutup ensiklik dengan memanjatkan doa ke hadapan Tuhan yang hadir di seluruh jagat, ”...Oh Tuhan Sang Miskin, kuatkan kami menyelamatkan mereka yang dilupakan dan yang ditelantarkan di Bumi yang demikian berharga di mataMu. Bawalah kesembuhan ke dalam kehidupan kami agar kami melindungi Bumi dan bukan memangsanya, agar kami menyemai keindahan bukan polusi dan kehancuran.”

Beranikah kita memupuk kekuatan moral merebut keadilan sosial menghadapi penguasa dan pengusaha yang sudah demikian dirasuki keserakahan? Jawaban jujur hanya dalam nurani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar