Senin, 24 Agustus 2015

PHP

PHP

Samuel Mulia  ;   Penulis kolom “Parodi” Kompas Minggu
                                                       KOMPAS, 23 Agustus 2015      

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Bagi mereka yang tidak tahu, maka judul yang saya tulis itu adalah sebuah singkatan. Singkatan itu berbunyi, Pemberi Harapan Palsu. Kalau disebut pemberi, itu adalah seseorang yang melakukan aktivitas atau kegiatan memberi. Hal apakah yang diberi? Sebuah harapan. Harapan yang seperti apakah? Harapan yang palsu.

Pakai mata dan otak

Apa reaksi Anda ketika menerima sebuah harapan yang palsu? Kalau saya gondoknya setengah mati. Tersinggung, tersakiti. Tersakitinya bukan soal harapan palsunya, tetapi lebih kepada sudah tertipu, telah dijadikan korban. Seperti promosi sebuah produk. Memikat pada awalnya, tetapi bodong pada akhirnya.

Ayah saya pernah tertipu dengan promosi investasi keuangan yang menjanjikan hasil yang tinggi dalam waktu yang tidak terlalu lama. Dasar ayah juga manusia yang masuk ke dalam golongan manusia doyan uang dan tak sabar, ia menggunakan mata dan otaknya saja, sementara nuraninya dibungkam habis. Singkat cerita, investasi yang dilakukan yang hanya memikat di awal itu, berakhir dengan kesia-siaan alias uangnya raib dan ia mencak- mencak.

Kalau ayah saya korban PHP dari sisi investasi uang, saya sebagai anaknya, telah menjadi korban PHP cinta. Keduanya itu, uang dan cinta, tak ada bedanya. Keduanya punya daya tarik yang memikat, menggiurkan, melenakan, seperti narkoba. Keduanya membuat ketergantungan, dan memberi efek yang pada menit pertama mampu membuat otak berkata, keputusan ini benar. Saya akan tambah kaya dalam waktu sekian bulan, hidup saya akan lebih berbahagia karena cinta yang dulu tak pernah saya alami.

Semuanya akan terlihat masuk akal. Tetapi, yang semua masuk akal, belum tentu masuk ke dalam 'akal'-nya nurani. Apa buktinya? Saya pernah mencoba menasihati ayah saya untuk lebih berhati-hati di dalam melakukan investasinya. Karena ia lebih pandai secara matematis, saya KO. Artinya nasihat itu tak masuk ke dalam akalnya. Sekarang kalau saya menengok kembali ke masa itu, saya menyadari bahwa otak itu ternyata bisa tertipu gara-gara mata yang mudah menjadi buta.

Hal yang sama terjadi ketika saya jatuh cinta. Sahabat saya memberi nasihat, ia bahkan meminta waktu khusus untuk berbicara. Selama pembicaraan itu berlangsung, dan selama nasihat itu dicekoki ke dalam kepala bahwa saya tidak perlu melanjutkan perjalanan cinta dengan manusia yang memberi harapan palsu, saya hanya mengangguk-angguk, tetapi otak saya sama sekali tidak berkonsentrasi kepada nasihat mulia itu. Saya hanya memandangi wajahnya, kadang nasihatnya menjadi samar-samar terdengar dan otak saya melayang entah ke mana.

Pakai nurani

Apa persamaan ayah dan saya? Kami sama-sama tidak memedulikan nasihat mulia yang diberikan oleh orang lain yang otaknya tidak terkontaminasi, yang mata dan nuraninya dengan jernih bisa melihat ketidakbenaran sebuah promosi yang hanya menggiurkan pada awalnya saja. Ketika mata sudah terhipnotis, ternyata otak juga ikut-ikutan terhipnotis. Dulu saya tak memercayai kalau mata bisa menipu otak. Sekarang saya percaya benar.

Saya berpikir mata boleh saja kabur dan buta, tetapi otak akan senantiasa sehat walafiat bahkan menjadi satpam untuk mengingatkan mata untuk tak mudah menjadi takabur. Ehhh. ternyata otak yang katanya bisa berpikir logis, KO juga.

Nah, ketika sudah menjadi korban, ketika sudah mengeluarkan teriakan dengan kata-kata yang super kasar, ketika sudah tersakiti, ketika sudah menjadi korban, mata dan otak yang telah terhipnotis baru memiliki kemampuan untuk berpikir secara jelas. Daya sihir yang awalnya melenakan, langsung sirna seketika saat mencak-mencak. Persis seperti mata yang kabur saat membaca atau melihat, kemudian dapat melihat dan membaca secara jelas setelah menggunakan kacamata yang tepat.

Sebagai korban PHP, saya ini benci ditipu. Tetapi kalau dipikir lagi, acap kali saya melakukan perbuatan yang pada akhirnya menjadikan saya menjadi pihak yang tertipu. Karena berdasarkan pengalaman hidup, yang menipu itu selalu indah wujudnya.

Baik. Saya berhenti membicarakan mereka yang menjadi korban, sekarang saya mau berbicara mereka yang melakukan sebuah aktivitas memberi harapan palsu. Setelah mencak-mencak, marah, tersinggung, pertanyaan yang timbul kemudian adalah mengapa ada orang sejahat itu? Memberi harapan palsu yang pada akhirnya mengecewakan orang lain?

Nurani saya menjawab. "Enggak usah tanya mengapa. Orang yang punya niat enggak baik itu ada di mana-mana, sama seperti orang baik itu juga ada di mana-mana. Yang penting sekarang, elo itu kalau jalanin hidup jangan ngelupain nurani. Jangan cuma otak sama mata yang dilatih. Nurani itu kalau rajin dilatih, suaranya bakal nyaring banget kayak penyanyi opera. Saking nyaringnya, elo sendiri bakalan tahu orang itu bakal nipuelo atau enggak.

Nurani itu kalau sering dilatih nyanyi, elo jadi peka dan mata sama otak bakalan KO. Karena mata sama otak itu enggak bakalan bisa melihat jauh menembus ke dalam hati manusia, yang bisa menembus itu kepekaan nurani elo. Masa elo uda setua ini, uda jalanin hidup setengah abad lebih, enggak tahu istilah kepekaan nurani sih? Ke mana aja, bro?"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar