Minggu, 27 September 2015

Kesetimbangan Dinamis Asia

Kesetimbangan Dinamis Asia

René L Pattiradjawane ;  Wartawan Senior Kompas
                                                     KOMPAS, 27 September 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Kunjungan bilateral Presiden Tiongkok Xi Jinping ke Washington, AS, pekan lalu, tidak bisa dilihat sebagai kunjungan rutin kepala negara membina hubungan kedua negara besar di dunia ini. Persaingan Tiongkok-AS dalam berbagai bidang, terutama pengaruh politik dan ekonomi seluruh kawasan dunia, merupakan persoalan yang menjadi perhatian banyak negara sebagai antisipasi terjadinya konflik terbuka perebutan pengaruh secara global.

Presiden Tiongkok Xi Jinping menghadiri jamuan makan malam yang digelar Presiden Amerika Serikat Barack Obama, Jumat (25/9), di  East Room, Gedung Putih, Washington, AS. Kunjungan sepekan Xi Jinping ke AS menandai semakin eratnya hubungan dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia tersebut.
AP Photo/Andrew HarnikPresiden Tiongkok Xi Jinping menghadiri jamuan makan malam yang digelar Presiden Amerika Serikat Barack Obama, Jumat (25/9), di East Room, Gedung Putih, Washington, AS. Kunjungan sepekan Xi Jinping ke AS menandai semakin eratnya hubungan dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia tersebut.

Belum pernah dalam sejarah dunia kita melihat kebangkitan sebuah negara yang sangat cepat seperti Tiongkok yang hanya butuh waktu sekitar 30 tahun menjadi kekuatan global melampaui negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat. Banyak pengamat internasional memberikan perhatian khusus atas hubungan AS-Tiongkok, khususnya di kawasan Asia, mencakup beberapa persoalan, mulai dari klaim tumpang tindih kedaulatan di Laut Tiongkok Selatan sampai masalah perang siber yang muncul sebagai perhatian persaingan kedua negara adidaya ini.

Dalam situasi seperti ini, Asia menjadi penting sebagai sentra aktivitas globalisasi di tengah krisis keuangan dan ekonomi yang berkepanjangan sejak 2008. Dibandingkan kawasan lain di dunia, Asia sekarang memiliki lebih banyak penduduk dengan gabungan seluruh negara Asia yang bisa mencapai sekitar 3,5 miliar orang.

Globalisasi menyebabkan kawasan Asia menjadi pusat ekonomi melalui interaksi perdagangan dan keuangan dan dipelopori oleh Tiongkok sebagai kekuatan yang memiliki segalanya, baik sumber daya alam maupun manusia. Tidak mengherankan jika kawasan Asia menjadi obyek studi berbagai macam pengamat, mulai dari lingkungan hidup, politik internasional, keamanan, ekonomi-perdagangan, sampai perubahan iklim.

Kebangkitan Tiongkok

Tantangan geostrategis kawasan Asia adalah dampak yang diakibatkan oleh kebangkitan Tiongkok, bukan dari ekstremnya ekstremisme yang muncul di kawasan Timur Tengah atau kehadiran kembali Rusia sebagai kekuatan penerus Uni Soviet lama ditandai dengan aneksasi Crimea dan krisis di Ukraina.

Dominasi adidaya AS selama 70 tahun dengan ragam ideologi dan kekuatan politik global, ekonomi, dan militer, terancam tidak lagi menjadi sentra bagi perdamaian dan kemakmuran.

Akan tetapi, di sisi lain, Asia juga mengandung potensi konflik yang sangat tinggi, baik menghadapi perubahan dominasi regional maupun kepemimpinan global, dibandingkan dengan kawasan lain di dunia. Perang yang terjadi di antara kekuatan-kekuatan besar bisa jadi adalah refleksi masa lalu. Namun, kalau memang potensi peperangan itu ada, Asia akan menjadi ajang yang memenuhi semua rumusan tentang konflik berdarah.

Kunjungan Xi Jinping bertemu Presiden Barack Obama menjelang masa akhir jabatannya menjadi penting, bukan hanya karena jaminan Tiongkok yang akan terus menjaga komitmen kebangkitannya yang damai, melainkan model hubungan kemitraan yang ingin dibangun kedua negara adidaya ini.

Dalam sambutannya, Xi Jinping kembali menekankan gagasannya tentang xinxing daguo guanxi (model baru hubungan negara besar) AS-Tiongkok, hubungan tanpa konflik, tanpa konfrontasi, saling menghormati, dan kerja sama saling menguntungkan. Menurut Xi Jinping, ini adalah prioritas kebijakan luar negeri Tiongkok yang dianutnya.

Kita di Asia akan selalu mempertanyakan gagasan Presiden Xi Jinping tentang model baru hubungan negara besar ini hanya terkait dalam hubungan Washington-Beijing, tetapi tidak pernah merujuk pada negara lain di kawasan yang selalu kecipratan ulah dua negara besar yang selalu menganggap masing-masing sebagai "kebangkitan negara besar" dan "kemapanan kekuatan negara besar".

Kita ingin memahami, logika pemikiran model baru hubungan negara besar ini apakah bentuk strategi baru menguasai dan memecah menuju jalan penguasaan, khususnya kawasan Asia? Atau, negara kawasan Asia lain tidak memiliki peran penting ikut memelihara stabilitas dan perdamaian kawasan memungkinkan terjadinya pertumbuhan impresif yang diakui dan dilirik untuk menjadi mitra strategis?

Sifat tuntutan

Kita memahami, AS adalah negara besar di kawasan Asia-Pasifik sejak berakhirnya Perang Dunia II. Sejak lama kekuatan AS hadir di kawasan ini, menyediakan payung keamanan memadai setelah menundukkan Jepang sebagai pihak yang kalah perang.

Selama Perang Dingin, AS menjadi kekuatan dominan yang memainkan berbagai konflik melalui perang proksi di Asia, mulai dari Perang Korea sampai Perang Vietnam.

Di sisi lain, Tiongkok, sejak zaman kekuasaan dinasti-dinasti, adalah negara kekuatan besar. Karena itu, bagi kebanyakan negara di Asia Tenggara khususnya, Tiongkok memang negara dengan kekuatan besar di Asia. Persoalannya, baru Tiongkok yang mampu menghadirkan kemakmuran dan kekayaan sekaligus dalam skala sangat jauh dan lebar, sangat cepat, serta mencakup kekuatan di berbagai dimensi politik, ekonomi, perdagangan, dan militer.

Dalam pandangan ini, kita melihat model baru hubungan negara besar memiliki dua dimensi sebagai pendorong utama dinamika hubungan AS-Tiongkok. Pertama, kebangkitan Tiongkok di era globalisasi memiliki sifat tuntutan, baik hak meningkatnya kekuatan di segala bidang, rasa kepentingan sebagai negara besar, maupun tuntutan untuk memiliki suara yang lebih besar atas masalah-masalah dunia.

Kedua, sebagai kekuatan yang ada di kawasan Asia-Pasifik, dominasi AS dalam menyediakan payung keamanan dan keselamatan di berbagai sektor kehidupan mulai ancaman atas ekonomi-perdagangan sampai bencana alam, memiliki rasa takut, rasa tidak aman, dan tekad mempertahankan status quo yang diakui banyak negara Asia.

Tantangan geostrategis ini harus dilalui untuk mempertahankan stabilitas dan perdamaian di kawasan Asia. Tiongkok dengan peradaban 5.000 tahun dan jumlah penduduk 1,3 miliar orang adalah kondisi yang harus dihadapi dan dikelola lintas generasi di banyak negara Asia, termasuk AS.

Diperlukan saling pengertian mendalam mempertahankan kesetimbangan dinamis tidak hanya AS-Tiongkok saja, tetapi juga secara radikal atas tata kelola regional yang menuntut keterlibatan pemimpin pemerintahan dan masyarakat di dalamnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar