Kamis, 19 November 2015

Rupiah Masih Terancam

Rupiah Masih Terancam

Ronny P Sasmita  ;  Analis Ekonomi Politik Internasional Financeroll Indonesia
                                                  REPUBLIKA, 16 November 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Nilai tukar rupiah di pasar spot hari Rabu siang (11/11) menguat lagi ke level 13.567 per dollar AS. Secara matematis, ru­piah menguat 0,3% dari posisi penutupan hari Sela­sa (10/11) yang ada di  level 13.619. Sejurus dengan itu, kondisi serupa juga terjadi pada kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR). Rabu siang, kurs JISDOR rupiah berada di level 13.576 per dollar AS, atau menguat 0,3% dari posisi hari sebelumnya yang ada  di level 13.619.

Penguatan Rupiah di awal minggu ini, terutama hari Rabu, adalah efek pelemahan dolar secara global, yang sedari pengumuman hasil rapat FOMC bulan Oktober lalu, terus mem­per­lihatkan taring berdu­rinya terhadap rival-rival utama Dolar. Pada waktu yang sama, berdasarkan data Bloom­berg generik, Bloom­­­berg Dollar Spot In­dex turun 0,3% menjadi 1.229,50. Pa­da­hal sehari sebelumnya (10/11) indeks acuan dollar ini naik 0,1% dan menyen­tuh level terting­gi dalam 10 tahun ter­akhir.

Terhadap mata uang yen, misalnya,  nilai tukar dollar melemah 0,2% ke level  122,95 yen. Sedangkan ver­sus euro, dollar melemah 0,3% menjadi $ 1,0753 per euro. Sejumlah mata uang dunia lain juga mencatatkan penguatan terhadap dollar AS. Sebut saja misalnya mata uang aussie yang me­nguat 0,4% menjadi 70,57 sen US dan poundsterling yang juga menguat 0,3% menjadi $ 1,5165.

Namun apa yang terjadi pada hari Jumat (13/11), Kurs tengah Bank Indonesia terseret ke level  Rp13.633 per dolar AS pada sesi pagi karena tekanan regional dimana gerakan mayoritas mata uang Asia juga menga­lami pelemahan, dipimpin oleh depresiasi won. Se­men­tara itu, Bank Indonesia juga menetapkan kurs tengah di level Rp13.575 per dolar AS, melemah 58 poin atau terdepresiasi 0,43% dari kurs yang ditetapkan sehari sebelumnya. Dengan rin­cian, kurs jual dipatok di Rp13.701 per dolar AS, sedangkan kurs beli berada di Rp13.565 per dolar AS. Selisih antara kurs jual dan kurs beli adalah sebesar Rp136.

Berdasarkan psikologi pa­sar yang berkembang, pele­mahan dollar yang cu­kup signifikan hari awal pecan lalu disebabkan oleh aksi ambil untung (profit taking) para investor atas gerakan penguatan dollar yang tajam  beberapa waktu sebelumnya. Sepanjang bu­lan ini saja, dollar AS sudah menguat 1% terhadap 10 mata uang utama dunia. Selain itu, pada hari terse­but, investor juga menunggu dirilisnya data ekonomi Tiongkok. Data ini cukup penting karena  akan mem­­berikan petunjuk dan in­dikasi lebih lanjut me­nge­nai posisi ekonomi Tiong­kok ke depan.

Sementara itu, dari sisi non dolar, pernyataan peja­bat tinggi Bank of Japan (BoJ) menjadi penopang penguatan mata uang glo­bal. Anggota Dewan Bank Sentral Jepang, Yutaka Ha­ra­da, mengatakan pada hari rabu (11/11) bahwa pertumbuhan ekonomi Jepang akan melanjutkan proses pemulihan dengan kece­patan yang “moderate”.

Sedangkan untuk per­tum­buhan inflasi konsu­men Jepang sendiri, BOJ memperkirakan akan me­nga­lami kenaikan yang men­dekati 2% di bulan Maret 2016 mendatang. Namun de­mi­kian, pelong­garan kebijakan bisa saja dilakukan jika risi­ko yang mengancam kenai­kan har­ga semakin meluas di Je­pang.

Disisi yang lain, pelema­han dolar ternyata belum mampu memperbaiki kon­disi harga minyak mentah dunia. Pada hari yang sama, Rabu (11/11), harga mi­nyak dunia masih tertekan di bawah level $ 44. Berda­sarkan data Bloomberg, harga kontrak minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Desember turun 66 sen menjadi $ 43,76 per barel di New York Mercantile Exchange sesi siang waktu Hong Kong. Sehari sebe­lumnya, Selasa (10/11), harga kontrak minyak WTI naik 34 sen menjadi $ 44,21 per barel. Ini merupakan kenaikan pertama dalam lima hari sebelumnya.

Namun  setelah jatuh lebih dari satu $1, harga patokan minyak mentah AS, light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Desem­ber, justru semakin terkupas dan turun $1,18 atau 2,7%, untuk kemudian diper­da­gang­kan di level $41,75 per ba­rel di New York Mer­cantile Exchange pada sesi perdagangan pagi hari Ju­mat (13/11), titik terendah baru sejak akhir Agustus 2015. Dan minyak mentah Brent North Sea untuk pe­ngi­riman Desember, patokan global untuk minyak, diperdagangkan di level $44,06 per barel di perdagangan London alias  turun $1,75 (3,8%) dari tingkat penutupan hari Rabu.

Pergerakan harga mi­nyak masih sangat dipe­ngaruhi oleh data cadangan minyak AS yang masih me­lim­pah ruah. Berdasarkan data mutakhir dari Ame­rican Petroleum Institute (API), cadangan minyak AS naik sebesar 6,3 juta barel pada pekan lalu. Sedangkan Energi Information Admi­nistration (EIA)  merilis data suplai minyak dengan  kenaikan sebesar 4,2 juta barel, jauh diatas prediksi para analis 1,3 juta barel.

Sehingga akhirnya mi­nyak benar-benar tak mam­pu mengimbangi pelemahan dolar hari Rabu (11/11) karena harga tersandera oleh pasokan yang kian melimpah ditengah ke­kha­watiran atas perlambatan permintaan global, terutama akibat bersikerasnya OPEC untuk mempertahankan kuo­­ta produksi dan semakin memburuknya per­kem­ba­ngan ekonomi Tiongkok belakangan ini.

Selain faktor ancaman melandainya harga komo­ditas global akibat terseok-seoknya harga minyak du­nia, membaiknya data tena­ga kerja Amerika yang dirilis minggu lalu benar-benar akan menjadi ujian bagi Rupiah menjelang datangnya bulan Desember. Tingkat pengangguran yang sudah bertengger di level 5% adalah titik awal Ame­rika untuk menuju era ting­gal landas dan menuju kon­disi full employment. Se­men­tara data inflasi yang dirilis dua minggu lalu juga sudah benar-benar menem­pel pada  angka incaran the Fed, yakni 1,9% alias men­dekati 2%.

Walhasil, gembar-gem­bor rencana kebijakan ke­nai­­kan suku bunga kredit AS terus dihembuskan. Opti­misme bukan saja ter­lontar dari para petinggi The Fed yang masuk ke dalam komite pengambil kebijakan, tapi juga oleh para ekonom dan pelaku pasar. Mereka me­wan­ti-wanti ancaman eko­no­mi domestik Amerika yang akan menga­la­mi over­hea­ting, jika suku bunga ti­dak juga dinaikan, terutama overheating untuk sek­­tor property atau peru­ma­han.

Meningkatnya ekspek­tasi kenaikan suku bunga The Fed akhirnya ikut meredakan ekspektasi dalam negeri Indonesia yang ber­harap Bank Indonesia se­gera memangkas suku bunga pinjaman, agar ekeonomi riil bisa mendapat oli tam­bahan untuk bergeliat. Wa­lau­pun disisi lain, belum ada alasan yang kuat juga bagi BI untuk menaikan suku bunga seiring gonjang-ganjing kenaikan The Fed’s Rate.

Jadi penguatan semen­tara mata uang rupiah lebih disebabkan oleh sentiment teknikal yang juga bersifat sementara di pasar. Karena jika dilihat dari persepktif yang lebih luas, rupiah justru sedang berada di­bawah ba­yang-bayang yang meng­kha­watirkan, yakni kenai­kan suku bunga The Fed, per­lambatan ekonomi Ti­ong­­kok yang kian jelas, dan ter­tekannya harga ko­mo­di­tas ekspor andalan Indo­ne­sia.

Ketiga bayang-bayang gelap ini akan berjalin ke­lin­dan satu sama lain. Kebi­jakan pengetatan moneter Amerika akan menambah otot dolar terhadap semua mata uang rivalnya dan menekan harga minyak du­nia yang memang telah ter­seok-seok, kemudian akan semakin mengganggu pere­ko­nomian Tiongkok dan Indonesia akibat membe­sarnya bayang-bayang capi­tal outflow.

Disisi lain, harga minyak yang kian melantai akan menekan harga komoditas ekspor andalan Indonesia dan serta-,merta akan me­mang­kas pemasukan negara dari sisi pajak komoditas non migas. Dan perlam­batan ekonomi Tiongkok, mau tak mau, akan mengan­cam stabilitas neraca perda­gangan Indonesia-Tiongkok karena memburuknya pros­pek permintaan atas komo­ditas non migas. Pasalnya, Tiongkok adalah negara mitra dagang kedua terbesar Indonesia untuk komoditas non migas, setelah Amerika.  ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar