Kamis, 31 Desember 2015

Pemerintah, Lokomotif Perekonomian Nasional

WAWANCARA

Pemerintah, Lokomotif Perekonomian Nasional

  Bambang PS Brodjonegoro  ;  Menteri Keuangan RI
                                                      KOMPAS, 29 Desember 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Proyeksi terbaru tentang perekonomian 2016 tidak secerah perkiraan sebelumnya. Ada kemungkinan kondisinya sama berat seperti tahun ini. Indonesia pun tentu tidak di luar orbit tersebut. Upaya proaktif akan menjadi jalan paling tepat.

Kompas berkesempatan mewawancarai Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro di rumah dinasnya di Jakarta, beberapa waktu lalu. Berikut petikan wawancara yang berlangsung dalam 1 jam 15 menit itu.

Bagaimana kondisi perekonomian 2016?

Pemerintah telah menargetkan pertumbuhan ekonomi 2016 sebesar 5,3 persen. Menurut saya, itu cukup moderat meskipun IMF (Dana Moneter Internasional) memproyeksikan tahun depan belum tentu lebih baik daripada tahun ini. IMF akan menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global. Proyeksi IMF sejauh ini 3,6 persen, jauh lebih tinggi dari proyeksi tahun ini sekitar 3,1 persen. Kelesuan global akan panjang, bukan setahun sampai dua tahun saja. Pasar ekspor masih penuh tekanan. Permintaan Tiongkok turun. Ini juga terjadi pada negara-negara lain.

Apa strategi pemerintah?

Selain mengupayakan agar ekspor lebih baik, terpenting adalah menumbuhkan permintaan domestik dan mendorong substitusi impor. Dalam hal ini, industri perantara jadi penting. Industri nasional yang lemah terutama adalah industri hulu dan industri antara. Untuk itu, pemerintah tetap harus menjadi lokomotif perekonomian nasional. Pada 2011-2014, lokomotifnya adalah swasta. Tahun 2015, lokomotifnya pemerintah. Tahun 2016, masih harus pemerintah. Dalam kondisi hari-hari ini, pemerintah harus bergerak lebih dulu. Pemerintah harus jadi penarik, bukan swasta.

Caranya?

Porsi anggaran belanja infrastruktur harus semakin kuat agar pertumbuhan tidak terlalu rendah. Anggaran infrastruktur 2015 sebesar Rp 290 triliun. Tahun depan Rp 310 triliun. Itu sudah termasuk dana alokasi khusus untuk infrastruktur yang ditransfer ke daerah. Peran BUMN juga harus semakin kuat.

Alokasi transfer ke daerah juga semakin besar. Ini semestinya juga memberi sumbangan pada pertumbuhan ekonomi. Pekerjaan rumahnya mengurangi dana mengendap di daerah. Akumulasi dana mengendap di daerah per akhir tahun terus meningkat dari Rp 79,24 triliun per akhir 2011 menjadi Rp 113,07 triliun per akhir 2014. Per akhir November ini, dana mengendap di daerah Rp 247,24 triliun. Pada akhir tahun, perkiraan dana mengendap sekitar Rp 140 triliun.

Untuk mengurangi pengendapan, mulai 2016 pemerintah memberikan transfer dalam bentuk Surat Utang Negara kepada daerah yang dana endapannya tidak wajar. Kriteria dana mengendap tidak wajar adalah nilainya lebih dari kebutuhan operasional selama tiga bulan.
Selain itu?

Pemerintah akan memperbaiki kualitas penyerapan anggaran belanja, terutama belanja modal. Pada 2016, penyerapan diharapkan bisa dimulai pada Januari dan merata sepanjang tahun. Salah satu caranya, lelang dini pada tahun ini. Ini sudah dilakukan kementerian yang mempunyai proyek-proyek infrastruktur. Persoalannya, selama ini penyerapan anggaran di triwulan pertama nyaris nihil. Triwulan II sudah mulai ada, tetapi minim. Triwulan III mulai banyak dan akhirnya menumpuk di triwulan terakhir.

Bagaimana pendanaan pada awal tahun?

Pemerintah sudah punya uang tunai lumayan banyak pada Januari 2016, diperoleh dari prefunding yang dilakukan Desember 2015 dan private placement. Ada Sisa Anggaran Lebih untuk bantalan yang posisi terakhirnya Rp 55 triliun.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, pemerintah telah menarik utang pada Desember untuk kebutuhan pembiayaan awal 2016. Utangnya dalam bentuk valuta asing 3,5 miliar dollar AS. Menggunakan kurs Rp 13.900 per dollar AS, nilai itu setara dengan Rp 48,65 triliun.

Pendanaan secara umum di sepanjang 2016?

Terutama dari pajak. Dari sisi pajak, program utamanya ekstensifikasi wajib pajak orang pribadi dan penguatan teknologi informasi di Direktorat Jenderal Pajak. Juga pengampunan pajak. Jumlah wajib pajak orang pribadi 27 juta jiwa, baru 10 juta di antaranya yang melaporkan surat pemberitahuan tahunan (SPT). Dari jumlah itu, baru 900.000 orang (bukan karyawan) yang membayar pajak. Nilainya Rp 5 triliun. Karyawan sumbangannya Rp 100 triliun.

Untuk pengampunan pajak?

Kalau pengampunan pajak berjalan, pasti menambah penerimaan pajak. Sebab, ada upah tebusnya, yakni 2 persen (Januari-Maret), 4 persen (April-Juni), dan 6 persen (Juli-Desember).

Potensinya?

Kami sudah punya data orang-orangnya. Gambarannya, aset di luar negeri (yang belum dilaporkan) Rp 2.700 triliun. Aset di dalam negeri (yang belum dilaporkan) Rp 1.400 triliun. Ini akan menambah penerimaan pajak tahun depan.

Bagaimana soal repatriasi?

Repatriasi harus disiapkan. Tidak cuma masuk, lalu membuka rekening di bank dalam negeri. Kita sedang menyiapkan obligasi khusus, tidak lewat lelang, melainkan semacam penempatan langsung. Ini bisa mengurangi kepemilikan asing dalam Surat Utang Negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar