Minggu, 31 Januari 2016

Akuntabilitas Kementerian

Akuntabilitas Kementerian

Miftah Thoha ;  Guru Besar Ilmu Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada
                                                      KOMPAS, 29 Januari 2016

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Baru-baru ini, dengan alasan melakukan akuntabilitas publik, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi melakukan evaluasi kinerja kementerian dan lembaga-lembaga negara lainnya. Hasil evaluasi ini menggegerkan, membuat gaduh publik, karena bertendensi politis, dan bukan aspirasi publik yang obyektif dan netral. Dalam suasana menjelang perombakan kabinet, evaluasi yang dilakukan mengandung aspirasi politik terselubung. Kritik pun bermunculan. Benarkah dengan alasan akuntabilitas publik Menpan-RB melakukan tindakan yang menyalahi adat kebiasaan selama ini?

Selama ini publik belum pernah tahu bahwa Menpan-RB memiliki kewenangan mengevaluasi kinerja para menteri seperti kali ini terjadi. Rakyat hanya tahu bahwa kementerian ini melakukan kewenangan melampau kewenangan presidennya. Evaluasi kinerja para menteri bertendensi ada kemungkinan hasilnya bahwa nanti ada kementerian yang kinerjanyatidak baik dan akan diganti oleh Presiden.

Dulu, ketika kementerian ini didirikan pada Pemerintahan Orde Lama, awalnya memang kewenangannya untuk melakukan retooling aparatur negara yang berseberangan dengan kemauan pemerintah. Sekarang, kementerian ini berwenang bukan untuk itu, melainkan melakukan pendayagunaan aparatur negara: mengupayakan agar terwujudnya tata kepemerintahan yang baik. Untuk para aparatur yang berseberangan dengan kebijakan pemerintah, waktu itu kementerian ini yang berwenang mencopotnya. Sekarang, menjelang perombakan kabinet, kementerian ini jangan cari muka melakukan evaluasi kinerja teman kerjanya sesama kementerian terkait siapa yang patut di-retool.

Tugas dan tanggung jawab Kementerian PAN dan RB inisekarang tekanannya untuk memberdayakan kinerja aparatur negara dan melakukan reformasi birokrasi pemerintah. Jadi, kalau sekarang kementerian inimelakukan evaluasi kinerja akuntabilitas publik lembaga-lembaga negara, termasuk kementerian negara, bukankah ini upaya mengulangi cara-cara Orde Lama menggeser institusi dan pejabatnya yang sama sekali tak berdasarkan kepentingan publik, melainkan kepentingansubyektif politik tertentu. Dengan alasan pembenaran apa pun, termasuk menggunakan landasan peraturan perundangan yang ada, yang dilakukan Menpan-RB akan banyak mengundang kritikan karena di luar kebiasaan dan di luar aspirasi serta kepentingan publik.

Dewasa ini, banyak tugas kementerian ini yang ditunggu-tunggu realisasinya oleh publik. Tugas memberdayakan aparatur negara atau pemerintah bukan main besar, kompleks, dan mulia. Meningkatkan kompetensi, keahlian, dan profesionalisme kinerja aparatur yang dinilai kurang atau tak mampu bersaing dengan kemampuan aparatur nonpemerintah tidak akan ada henti dilakukan. Namun, wujud daritugas dan kewenangan ini justru kurang mendapat perhatian kementerian ini.

Upaya perbaikan pelayanan publik oleh aparatur pemerintah masih tergolong kalah bersaing kinerjanya. Tugas melakukan reformasi birokrasi pemerintah sampai sekarang ditunggu-tunggu apa hasilnya. Reformasi birokrasi seharusnya berdampak semakin efektif dan efisien tata laksana manajemen pemerintahan. Organisasi lembaga pemerintahan—terutama organisasi kementerian—semakin hari kian besar dan tumpang-tindih dan tidak ramping, menyulitkan koordinasi dan memakandana anggaran yang banyak. Menurut pengakuan Menpan-RB, APBN kita ini digunakan membiayai kepegawaian sebanyak 60-70 persen. Karena itu, perlu ada upaya rasionalisasi kepegawaian.

Jumlah pegawai yang banyak, yang memakan banyak anggaran itu, disebabkan tak adanya evaluasi struktur dan jumlah organisasi lembaga birokrasi kementerian yang besar. Organisasi yang besar perlu jumlah pegawai tidak sedikit. Rasionalisasi kepegawaian bukan upaya reformasi birokrasi, melainkan justru akan menimbulkan masalah baru. Tamatan perguruan tinggi makin banyak, mau dibawa ke mana mereka kalau pemerintah tak membuka kesempatan kerja, sementara lapangan kerja non-pemerintah belum memberikan harapan bagi mereka? Dua tugas pokok kementerian ini sepertinya belum membuahkan hasil yang diharapkan sesuai aspirasi publik. Tiba-tiba kita dikejutkan oleh upaya kementerian ini melakukan tugas-tugas di luar tugas pokoknya.

Akuntabilitas kinerja

UU Aparatur Sipil Negara (ASN) yang implementasinya memerlukan tindak lanjut membutuhkan kesiapan dan kerja keras kementerian ini. Bagaimana tindak lanjut dikeluarkannya kebijakan realisasi UU ini? Peraturan-peraturan pemerintah yang harus dirumuskan dan dibuat kementerian ini sangat ditunggu supaya UU ASN bisa segera efektif dilaksanakan.

Salah satu ketentuan UU ASN tentang tindak lanjut netralitas birokrasi pemerintah terhadap intervensi politiksistem dan aturan main harus segera diberlakukan. Netralitas birokrasi pemerintah dari intervensi politik dari zaman dahulu sampai kini yang belum pernah tuntas mestinya dituntaskan oleh kementerian ini. Bukan hanya dengan pernyataan Menpan-RB bahwa PNS yang terlibat kampanye pemilu kepala daerah akan mendapat sanksi tegas.

Dalam UU ASN ditentukan jenis kepegawaian nanti ada pegawai tetap PNS atau pegawai pemerintah didasarkan atas perjanjian atau kontrak (PPPK). Ketentuan pelaksana jenis kepegawaian ini belum ada, tiba-tiba Menpan-RB melakukan evaluasi rasionalisasi PNS dan bakal tidak menerima calon PNS dari jalur umum.

Selain itu, UU ASN menetapkan bahwa ASN itu merupakan jenis jabatan profesi. Bagaimana ketentuan hukum jabatan profesi bagi ASN ini masih ditunggu masyarakat. Banyak tugas yang harus dikerjakan Kementerian PAN dan RB ini, tetapi sepertinya tugas semacam itu tidak menarik dan merangsang politik yang diembannya.

Selain itu, mari kita lihat evaluasi kinerja yang dilakukan kementerian ini. Menurut pernyataan publik Menpan-RB, akuntabilitas kinerja kementeriannya lebih bagus ketimbang sejumlah kementerian lain. Di dalam ilmu administrasi negara/publik dikenal istilah akuntabilitas kinerja selain akuntabilitas publik, yakni suatu upaya mempertanggungjawabkan pelaksanaankewajiban, wewenang, tugas, dan aktivitas yang dibebankan atau diterima dari pejabat atasan kepada staf atau bawahannya. Dalam istilah struktur organisasi birokrasi, akuntabilitas kinerja merupakan pertanggungan jawab hierarkis dari bawahan ke atasannya. Hal ini berarti akuntabilitas kinerja secara otomatis dilakukan secara rutin di dalam tiap organisasi pemerintah, tak perlu dilakukan oleh atau atas inisiatif lembaga organisasi lain. Istilah akuntabilitas kinerja itu dikenal pula istilah lain, yang acap kali dipergunakan dalam kosakata administrasi negara, yakni responsibilitas kinerja.

Dengan demikian, setiap kementerian negara otomatis mempunyai kewajiban melakukan responsibilitas atau akuntabilitas kinerja masing-masing dari aparatur di bawah sampai ke pucuk pimpinan tanpa harus menunggu inisiatif Menpan-RB. Dengan kata lain, kementerian ini bukan pada tempatnya melakukan evaluasi akuntabilitas kinerja kementerian lain selain kementeriannya sendiri. Tugas dan kewenangannya sendiri belum banyak dikerjakan, tetapi sudah mengerjakan evaluasi kinerja kementerian lain.

Akuntabilitas publik

Di dalam sistem tata kepemerintahan yang demokratis, landasan keabsahan kebijakan pemerintahan itu harus didasarkan pada aspirasi kepentingan publik, bukan semata-mata pada kekuasaan pejabat. Oleh karena itu, ilmu administrasi publik orientasi pelaksanaan kinerjanya tak bisa dipisahkan dari memperhitungkan kepentingan dan aspirasi publik

Akuntabilitas publik berbeda dengan akuntabilitas kinerja. Akuntabilitas kinerja, pertanggungjawabannya dilakukan ke dalam organisasi mengikuti jalur hierarki, sementara akuntabilitas publik dilakukan keluar ke arah publik (rakyat). Hal ini karena pada hakikatnya pemerintahan suatu negara dibentuk berdasarkan kemauan dan kepentingan seluruh rakyat di suatu negara tertentu. Dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Maka, pejabat-pejabat administrasi pemerintahan yang mendapatkan kepercayaan rakyat mempunyai tanggung jawab kepada rakyat. Dengan kata lain, rakyat mempunyai hak untuk meminta pertanggungjawaban pemerintah atas kinerjanya, apakah sudah sesuai aspirasi rakyat atau justru sebaliknya.

Dengan landasan pemikiran seperti itu, mari kita coba analisis akuntabilitas publik yang digunakan Menpan-RB mengevaluasi lembaga-lembaga negara, termasuk kementerian negara di kabinet presidensial kita. Ada dua hal pokok yang dilupakan Menpan-RB. Pertama, wewenang melakukan evaluasi kinerja lembaga kementerian dan lainnya dalam kabinet presidensial bukan kewenangan menteri, tetapi merupakan kewenangan presiden. Walau dengan alasan evaluasi yang dilakukan itu telah berdasarkan perundangan yang berlaku, ia tetap harus ditolak karena dalam pemerintahan presidensial—berdasarkan konstitusi kita—kewenangan itu berada di tangan Presiden. Dengan demikian, evaluasi kementerian seperti yang dilakukan Menpan-RB tidak sesuai konstitusi kita.

Hal kedua yang dilupakan Menpan-RB adalah penggunaan alasan akuntabilitas publik yang meninggalkan kepentingan publik. Jika akuntabilitas publik yang digunakan, makayang melakukan evaluasi itu bukan Menpan-RB atau bersumber dari aspirasi (mungkin politik) Menpan-RB, melainkan dari aspirasi publik. Bisa saja aspirasi publik itu oleh publikdipercayakan kepada lembaga akademis ilmiah yang netral, misalnya dari universitas atau lembaga swadaya masyarakat.

Kegaduhan politik akhir-akhir ini, selain barangkali didorong oleh upaya Presiden melakukan perombakan kabinet sehingga banyak partai politik ingin bergabung ke pemerintah memperoleh jatah memimpin kementerian, juga barangkali yang amat menonjol karena profesionalisme dan kemampuan para menteri yang tidak sesuai jabatan yang diembannya. Oleh karena itu, situasi seperti ini sangat bergantung pada kepiawaian dan kepemimpinan Presiden menentukan orang-orang yang tepat pada posisi yang tepat, bukan didasarkan semata-mata karena dorongan keinginan dari partai politik yang berminat bergabung dengan pemerintah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar