Rabu, 30 November 2016

Bhinneka Tunggal Ika

Bhinneka Tunggal Ika
Jakob Sumardjo  ;   Budayawan
                                                    KOMPAS, 30 November 2016

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

The part always has a tendency to unite, with its whole in order to escape, from its imperfection.     Leonardo da Vinci

Kesempurnaan adalah kesatuan-keikaan. Keterpecahan dan keterpisahan adalah ketidaksempurnaan. Semakin kaya perbedaan, semakin tinggi kesempurnaan, asal diikakan.

Nenek moyang orang Jawa mengenal ungkapan ini, "Dunia hanya berisi dua hal saja, yang saling bertentangan sifatnya".

Maka keberadaan ini terdiri dari kebinekaan pasangan-pasangan yang demikian. Ada kaya dan miskin, ada perempuan dan lelaki, ada atas dan bawah, ada baka dan fana, serta jutaan pasangan yang berbalikan sifat.

Kepulauan Indonesia ini juga terdiri dari kebinekaan alamiah, ada perbukitan dan dataran rendah, ada pedalaman dan pesisir, ada subur dan tandus, hutan rimba tak terjamah dan padat penduduk.

Berbagai agama ada di Indonesia sejak dahulu kala. Ada Hindu, Buddha, Islam, Kristen, Katolik, Khonghucu. Bagaimana sistem iman yang berbeda-beda ini dapat hidup berdampingan secara damai di Indonesia?

Nenek moyang bangsa Indonesia sebelum masuknya agama-agama "asing" ke Indonesia telah memiliki beraneka sistem kepercayaan pada setiap suku. Suku-suku di Indonesia tersebut tak pernah menista, memusuhi, dan berperang karena perbedaan sistem kepercayaan suku. Mereka saling memaklumi perbedaan-perbedaan itu. Tak jarang terjadi sistem kepercayaan satu suku masuk ke suku lain dan mereka mengadopsinya sesuai kebutuhan masyarakatnya.

Ada ungkapan dalam bahasa Latin In omnibus glorificetur Deus yang artinya biarlah Tuhan dimuliakan dalam segala cara. Rupanya ungkapan itu juga dimiliki nenek moyang kita pada masa yang jauh lampau. Kepercayaanku adalah kepercayaanku, kepercayaanmu adalah kepercayaanmu. Kita sama-sama memuliakan Tuhan Yang Maha Esa itu. Tidak ada satu pun sistem kepercayaan suku yang memiliki misi menyebarkan kepercayaannya kepada pihak lain.

Religi atau sistem kepercayaan nenek moyang itu merupakan religi perbuatan, tingkah laku, bukan religi kata-kata (logos). Mereka tidak punya semacam "kitab suci". Yang mereka punya hanya hukum adat. Hukum adat itu mengacu pada alam lingkungan masing-masing sehingga alam terkembang menjadi guru manusia. Tengoklah semua pepatah adat, selalu berorientasi pada etika alam. "Tiada rotan akar pun berguna", "air susu dibalas air tuba", "gajah mati meninggalkan gading", serta pepatah lainnya.

Prinsip hidup mereka adalah selamat dan menyelamatkan orang lain. Bukan asal selamat sendirian. Karena etikanya adalah laku atau perbuatan, maka mereka tak segan-segan mengambil logos dari mana pun asal membuahkan perbuatan baik.

Nusa damai

Keberagaman hayati di Indonesia juga membuat Indonesia itu Nusa Damai. Padi hanya tumbuh di dataran rendah Pulau Jawa. Cengkeh, pala, kayu wangi, tidak tumbuh di Jawa, tetapi di Indonesia timur. Mereka saling mengisi dan melengkapi kekurangan masing-masing dengan kelebihan masing-masing. Itulah Bhinneka Tunggal Ika.

Tidak ada ambisi memonopoli jual-beli beras dari suku mana pun. Belanda dengan VOC-nya yang mengenalkan "perdagangan tunggal" alias monopoli itu yang bersifat non-Indonesia.

Kalimantan yang kaya raya produk hayati itu dahulu amat diperlukan oleh suku-suku lain di Indonesia, bahkan bangsa-bangsa lain. Itu sebabnya, ada suku Punan yang pengembara, mengumpulkan produk hayati rimba raya Kalimantan dan kemudian menukarkannya dengan para pedagang pesisir Kalimantan untuk dijual ke seluruh Nusantara, Tiongkok, dan India.

Orang Jawa dahulu memerlukan satu getah pohon untuk bahan membatik. Getah itu berasal dari pohon yang hanya tumbuh di hutan Kalimantan. Batik Jawa baru hidup kalau ada pengikaan dengan Kalimantan.

Orang Indonesia masih percaya bahwa dirinya terdiri dari keanekaan. Namun, apa gunanya keanekaan kalau terpisah-pisah? Setiap ragam memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing karena yang ada pada kita hanya ketidaksempurnaan. Untuk apa kelebihan beras kalau tak punya hutan penghasil kayu untuk membangun rumah? Untuk apa memproduksi kain bagus-bagus kalau daerahnya tandus tak memberikan makanan?

Yang kaya membutuhkan orang miskin untuk tenaga kerjanya, yang miskin memerlukan uang si kaya. Pengukir kayu di Jepara bagaimana dapat berproduksi kalau bermusuhan dengan penghasil kayu di pulau lain?

Kita manusia tidak sempurna, punya kelebihan dan kekurangan. Kita baru sempurna kalau kelebihan orang lain mengisi kekurangan kita. Tidak ada manusia super di sini karena manusia semacam itu tidak membutuhkan orang lain lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar