Rabu, 21 Desember 2016

Membenahi Perdagangan

Membenahi Perdagangan
Hendriyo Widi  ;   Wartawan KOMPAS
                                                    KOMPAS, 21 Desember 2016

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Pada tahun ini sektor perdagangan mengalami sejumlah tantangan. Perdagangan luar negeri melambat karena permintaan global masih lemah. Di sisi lain, perdagangan dalam negeri berkutat pada persoalan klasik, yaitu pengendalian harga.

Kinerja ekspor Indonesia pada tahun ini masih belum membaik kendati sejumlah harga komoditas primer mulai membaik. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada Januari-November 2016, ekspor Indonesia sebesar 130,65 miliar dollar Amerika Serikat (AS). Nilai ekspor itu anjlok 5,63 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Ekspor nonmigas juga tercatat turun 1,96 persen.

Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) melihat Indonesia sedang dalam tahap pemulihan ekonomi di tengah kondisi ketidakpastian global dan tren penurunan pertumbuhan ekonomi di banyak negara. AS dan Tiongkok, pasar terbesar ekspor Indonesia, masih mengalami ketidakpastian ekonomi.

Setelah terpilihnya Donald Trump sebagai presiden, AS akan menerapkan kebijakan proteksionisme untuk memperkuat ekonomi di dalam negeri. Dalam kampanyenya, Trump berencana membatasi perdagangan dengan Tiongkok.

Trump menilai AS dirugikan oleh Tiongkok yang menyubsidi ekspor barang-barangnya serta menerapkan praktik pengupahan tenaga kerja dan standar lingkungan yang rendah. Karena itu, Tiongkok mampu menjual barang dengan harga rendah sehingga mematikan produsen dalam negeri AS.

Trump akan mengenakan tarif impor yang tinggi terhadap produk-produk Tiongkok. Jika janji itu direalisasikan, akan berdampak pada kinerja ekspor Indonesia, terutama yang melalui perantara Tiongkok.

Di sisi lain, harga komoditas primer dan kinerja sektor manufaktur belum kembali normal. Nilai ekspor hasil industri pengolahan pada Januari-November 2016 sebesar 99,655 miliar dollar AS. Nilai tersebut turun 0,28 persen daripada periode sama 2015.

Di dalam negeri, perdagangan juga lesu. Daya beli masyarakat atau konsumsi rumah tangga masih lemah. Konsumsi rumah tangga sebagai basis pertumbuhan ekonomi nasional cenderung melambat pertumbuhannya sejak 2015.

Pada 2015, konsumsi rumah tangga tumbuh 4,96 persen. Pada 2013, pertumbuhan konsumsi rumah tangga 5,43 persen, sedangkan pada 2014 sebesar 5,16 persen. Namun, pada semester I-2016, sektor ini hanya tumbuh 4,99 persen.

Persoalan klasik, terutama kenaikan harga bahan pangan pokok, terus menghantui. Sejumlah bahan pokok yang harganya naik adalah beras, cabai, bawang merah, daging sapi, daging ayam ras, dan telur ayam ras.

Pada akhirnya, impor menjadi solusi. Pemerintah menetapkan mengimpor sapi bakalan pada 2016 sebanyak 600.000 ekor. Pemerintah juga mengimpor daging kerbau sebanyak 70.000 ton dari India. Pemerintah juga mengimpor beras sebanyak 1,5 juta ton dan gula mentah sebanyak 381.000 ton untuk enam pabrik gula milik badan usaha milik negara (BUMN).

Untuk mengatasi persoalan klasik perdagangan dalam negeri, Kementerian Perdagangan menetapkan harga acuan di tingkat petani dan konsumen untuk tujuh komoditas pangan, yaitu beras, gula pasir, daging sapi, bawang merah, cabai, kedelai, dan jagung. Namun, harga pangan pokok tersebut masih jauh di atas harga acuan itu.

Terobosan kebijakan

Dalam pembukaan Trade Expo Indonesia 2016 pada Oktober lalu, Presiden Joko Widodo mengatakan, keadaan ekonomi global pada tahun ini memang belum membaik. Pada tahun depan, trennya akan membaik kendati belum kembali normal.

Kendati demikian, Presiden meminta pemangku kepentingan, pelaku usaha, dan masyarakat tetap optimistis. Tahun 2017 perlu dimanfaatkan sebagai momentum membenahi kualitas dan daya saing produk-produk nasional. Tidak hanya produk, tetapi juga regulasi, sumber daya manusia, dan industrinya.

Pemerintah telah melakukan dua terobosan untuk mendongkrak ekspor. Terobosan itu tidak hanya menyangkut solusi klasik diversifikasi pasar dan produk. Pertama adalah menderegulasi kebijakan-kebijakan ekspor dan impor yang dinilai menghambat. Kebijakan itu disebut kemudahan impor tujuan ekspor.

Kedua, Kementerian Perdagangan membuat terobosan baru peningkatan ekspor melalui perdagangan secara elektronik (e-dagang). Salah satu upaya yang ditempuh adalah bekerja sama dengan raksasa e-dagang Tiongkok, Alibaba.com. Produk-produk yang ditawarkan dalam portal itu antara lain mainan, tas, kertas, aroma terapi, sepatu, botol, olahan hasil pertanian, makanan, dan minuman.

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bahkan telah membuat peta jalan dan target peningkatan ekspor sebesar 500 persen hingga 2030. Salah satu pasar utama yang dituju adalah ASEAN. Pasar ekspor ke ASEAN itu tumbuh lebih besar ketimbang pasar ekspor tradisional.

Kadin menargetkan nilai ekspor Indonesia yang tahun ini sebesar 150 miliar dollar AS naik menjadi 750 miliar dollar AS pada 2030. Ada lima strategi untuk merealisasikannya, yakni penambahan jumlah eksportir, diversifikasi produk, peningkatan harga produk ekspor, pengembangan pasar ekspor, dan pengembangan ekosistem ekspor.

Pemerintah mulai menerapkan skema imbal beli untuk meningkatkan ekspor di tengah pelambatan perdagangan global. Melalui imbal beli itu, pemerintah dapat meminta eksportir dari luar negeri membeli produk dalam negeri sebagai pembayaran atas seluruh atau sebagian nilai barang yang diekspornya.

Skema imbal beli itu diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 44 Tahun 2016 tentang Ketentuan Imbal Beli Pengadaan Barang Pemerintah Asal Impor. Imbal beli merupakan salah satu jenis imbal dagang yang merupakan instrumen untuk mengatasi hambatan dan kendala ekspor di luar negeri, serta memperluas pasar ekspor.

Potensi imbal dagang, terutama imbal beli, cukup besar untuk meningkatkan ekspor Indonesia. Saat ini banyak program pemerintah di infrastruktur, seperti kereta cepat, listrik, dan jalan. Regulasi itu dapat diterapkan di sektor lain, seperti dalam pengadaan beras, migas, dan pesawat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar