Rabu, 28 Desember 2016

Pendidikan, Karakter Bangsa, dan Kesejahteraan

Pendidikan, Karakter Bangsa, dan Kesejahteraan
Ali Khomsan  ;   Guru Besar Fakultas Ekologi Manusia IPB
                                         MEDIA INDONESIA, 27 Desember 2016

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

LOMPATAN teknologi berlangsung begitu cepat dan hal ini menuntut kesiapan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan berkarakter. Tanpa SDM yang andal, bangsa ini akan tertinggal dibandingkan bangsa-bangsa lain di dunia. Tantangan di masa depan mengharuskan umat manusia terlibat dalam persaingan global. Hal ini juga terkait dengan semakin tingginya pemanfaatan sumber daya alam (SDA), sehingga hanya bangsa yang siap secara teknologi yang akan banyak memetik manfaat dari SDA yang semakin langka.

Kekayaan SDA semata sering kali tidak mampu menyejahterakan rakyat apabila SDM loyo alias tidak berkualitas. Indonesia merupakan negara yang gemah ripah loh jinawi, karena alamnya yang subur. Namun, karena SDM kita kurang pendidikan, kurang keterampilan, dan kurang memiliki karakter positif yang menjadi penciri bangsa maju, kita masih harus bergelut dengan kemiskinan dan kebodohan. Dunia yang semakin kompetitif menuntut individu-individu dengan emotional quotient (EQ) yang tinggi.

Pandangan yang menganggap IQ merupakan hal terpenting dalam karier seseorang telah dikoreksi, karena EQ (bukan IQ) dalam kehidupan modern saat ini dianggap lebih dapat memprediksi kesuksesan seseorang. Sekolah dan universitas yang selama ini mendidik SDM seyogianya tidak lagi berfokus pada peningkatan aspek kognitif semata. Ujian, kuis, atau menghapal informasi mungkin masih diperlukan dalam sistem pendidikan, tetapi bukan lagi menjadi porsi yang utama.
Kemajuan teknologi tidak menginginkan manusia-manusia penghapal informasi karena informasi kini bisa diakses dalam hitungan detik melalui internet.

Dalam menghadapi perubahan teknologi yang demikian cepat, lulusan perguruan tinggi yang diharapkan ialah yang memiliki kemampuan bekerja sama (team work), mampu mengambil keputusan dengan cepat dan tepat, dapat berkomunikasi dengan baik, berpikir kreatif, memiliki jiwa kepemimpinan, serta motivasi yang tinggi.

Pendidikan tinggi jangan hanya menghasilkan SDM yang siap menjadi pekerja, tetapi SDM yang memiliki jiwa entrepreneurship, kemampuan analitik, berpikir efektif dan efisien, serta lebih dari itu semua ialah adanya karakter positif (disipilin, kerja keras, dan jujur) yang melekat kuat dalam dirinya.

Karakter buruk

Permasalahan SDM Indonesia ialah banyaknya anak didik yang memiliki lower order thinking skills. Rendahnya performa anak didik di Indonesia berkorelasi positif dengan rendahnya tingkat kesejahteraan rakyat. Untuk mendapatkan anak-anak dengan performa advans, sistem pendidikan harus melatih agar peserta didik mampu mengelola informasi dengan baik, membuat generalisasi, dan cekatan menarik kesimpulan.

Tantangan ke depan sungguh berat. Karakter amoral yang melekat pada bangsa ini yakni ketidakjujuran harus dikikis habis. KPK berkali-kali melakukan operasi tangkap tangan. Namun demikian, toh para koruptor tampak tidak ada jeranya. Saya bermimpi kapan institusi KPK ini ada di tiap provinsi, sehingga para kepala daerah tidak lagi berpikir untuk korupsi. Karakter buruk lain yang harus kita singkirkan ialah manipulatif, arogan, defensif, dan agresif.

Dengan lebih memahami ragam karakter umat manusia, pendidikan harus bisa menghasilkan lulusan dengan identitas diri yang jelas dan berkarakter positip untuk membuat bangsa ini semakin maju.

Kita masih gamang untuk mendeklarasikan diri sebagai negara maju, negara berkembang, atau negara sedang berkembang. Kita belum tahu apakah Indonesia termasuk negara miskin atau negara sejahtera. Pernyataan bahwa penduduk miskin Indonesia hanya sekitar 28 juta orang, rasanya tidak sinkron dengan jumlah penduduk penerima bantuan pangan (dulu raskin) yang mungkin hampir 70 juta jiwa. Kemiskinan di negara kita teramati dengan baik saat kita melihat masyarakat berdesakan menunggu zakat yang dibagikan orang kaya saat Ramadan atau berebut daging kurban saat Hari Raya Idul Adha.

Ada bangsa-bangsa yang dapat dikatakan muda dalam usia, tetapi mampu menyejahterakan rakyatnya, dan ini tidak terlepas dari karakter yang melekat pada bangsa tersebut. Kanada, Australia, atau Selandia Baru ialah negara-negara yang usianya lebih muda daripada Mesir dan India, namun tingkat kemakmuran rakyatnya lebih tinggi. Amerika Serikat merupakan negara melting pot yang dibangun bangsa-bangsa aneka ras, yang tentu saja pada awalnya memiliki beragam budaya seperti Indonesia yang ber-bhinneka tunggal ika. Kini, bangsa Amerika bersatu padu mewujudkan the American Dream.

Dengan kemampuan iptek, budaya, dan karakter bangsanya, Amerika mampu menjadikan dirinya menjadi negara maju. Karakter bangsa-bangsa yang maju adalah beretika, jujur, bertanggung jawab, taat aturan dan hukum, cinta pada pekerjaan, mau bekerja keras, dan disiplin menghargai waktu. Mendidik SDM berjiwa entrepreneurship menjadi kunci penting. Pendidikan tinggi harus mengarahkan agar mahasiswanya kreatif membuka lapangan kerja, jangan hanya berorientasi menjadi PNS. Untuk menjadi negara sejahtera dibutuhkan 2% populasi yang berjiwa entrepreneurship. Konon jumlah entrepreneur di Singapura 7,2% dan Amerika 11,5%.

Dongkrak kesejahteraan

Kita bangga menjadi negara bahari, negara agraris, negara subur dengan kekayaan alam yang luar biasa termasuk sumber daya pertambangan yang tersebar di berbagai pulau. Namun, aset SDA yang kita miliki tidak berkorelasi dengan kesejahteraan rakyatnya. Kata Mahathir Mohammad, SDM yang berkualitas lebih berperan dalam mewujudkan kemakmuran bangsa. Masih banyak PR pemerintah di bidang peningkatan mutu SDM. Kesejahteraan para pegawai di Jakarta mungkin menimbulkan rasa iri bagi pegawai di provinsi lain.

Gaji sopir bus Transjakarta konon akan dinaikkan hingga Rp15 juta per bulan karena tanggung jawabnya yang besar menjaga keselamatan nyawa penumpang. Pekerjaan sopir tak ubahnya pilot pesawat yang sama-sama mengangkut banyak orang. Kita bersyukur bahwa pemerintah kini mengalokasikan gaji ke-13 dan 14. Kenaikan gaji yang signifikan perlu untuk mendongkrak kesejahteraan. Penghasilan yang cukup akan mengurangi semangat korupsi dan menyelewengkan harta negara.

PNS yang bergaji cukup juga akan memberikan komitmennya untuk pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. PNS yang sejahtera tidak akan keluyuran mencari objekan lain untuk tambahan penghasilan. Kita berharap, bantuan pendidikan untuk siswa-siswa miskin semakin diperbesar, sehingga melalui entry point pendidikan inilah mereka bisa lepas dari kungkungan kemiskinan di sekitarnya.

Demikian pula harapan agar PNS ataupun karyawan swasta semakin meningkat kesejahteraannya, agar mereka tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan pangan dan sandangnya, tetapi juga papannya. Harga lahan dan perumahan yang luar biasa tinggi menyebabkan generasi muda yang baru merintis karier pekerjaan tidak mampu mengakses permukiman yang layak, dan ini pasti mengurangi kesejahteraan hidup mereka. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar