Selasa, 13 Juni 2017

Pendidikan dan Otonomi Guru

Pendidikan dan Otonomi Guru
Fachrurrazi ;  Guru di Sekolah Sukma Bangsa Bireuen, Aceh
                                               MEDIA INDONESIA, 12 Juni 2017




                                                           
OTONOMI ialah sebuah istilah yang berarti bahwa seseorang mempunyai kewenangan dan kebebasan bertindak dan melakukan sesuatu. Pemberian otonomi dalam dunia pendidikan memerlukan banyak guru kreatif karena free will dalam pekerjaannya. Artinya, guru akan bekerja secara otonom dalam mengembangkan bahan ajar dan metode ajarnya.
Tak perlulah guru didikte pihak-pihak lain agar mengikuti prosedur tertentu dalam mengajar. Ia akan mengajar dengan sangat baik jika ia dapat menerapkan semua ide-idenya di kelas.

Guru seharusnya seorang yang dilatih khusus sehingga ia paham kebutuhan anak didiknya dan mampu bertindak memenuhi kebutuhan itu.
Bagaimana kita bisa memberikan otonomi penuh pada seorang guru?

Hal paling utama harus ditanamkan pada diri seorang guru ialah pentingnya memberi kepercayaan pada orang lain.  Pihak-pihak dalam lingkungan sekolah harus percaya bahwa seorang guru ialah seorang profesional yang di-training khusus untuk menghadapi segala tantangan di bidangnya. Hal ini perlu dipahami pihak otoritas sekolah agar mereka bisa memperluas ruang gerak guru bekerja dan memberikan kebebasan berimprovisasi dalam mengajar. Para orangtua juga harus memberikan kepercayaan penuh.

Guru yang meriset

Guru ialah periset aktif yang setiap hari berhadapan dengan informasi baru dalam kelasnya. Guru mengajar dan meriset. Hasil risetnya menambah pengetahuannya dan melengkapi informasi keilmuannya.
Seterusnya ia bekerja dengan berbekal informasi itu.

Ia akan mulai menjadi fasilitator belajar semua siswanya sekaligus menjadi periset yang menemukan hal baru dan menarik seputaran dunia pengajaran. Ia mengobservasi, mewawancarai, dan mencatat semua hal berkaitan temuan barunya agar bisa menuliskan kembali pengalamannya untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

Ada banyak metode penelitian yang bisa digunakan guru di ruang kelas.
Beberapa metode aplikatif di kelas ialah penelitian tindakan kelas, penelitian survei, kasus, dll. Dewasa ini para ilmuan memanfaatkan segala kegiatan di ruang kelas sebagai bahan penelitian.

Kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan metode mengajar, second language learning & acquisition, sosio atau psikolinguisik atau bahkan discourse analysis perlu diuji coba di ruang kelas secara terbatas sebelum dinyatakan pantas, tepat, dan cocok diterapkan secara umum di sekolah.
Di sinilah ruang gerak guru periset bekerja.

Guru bisa bekerja secara mandiri dengan kelebihannya yang menguasai lapangan (ruang kelas) atau juga bekerja sama dengan para ilmuan yang menguasai teori.

Layaknya seorang profesional, guru perlu melakukan penelitian.

Salah satu yang paling tepat ialah penelitian di ruang kelasnya sendiri karena segala macam kegiatan atau 'aksi tindakan kelas' ini merupakan ranah yang sangat dipahami.

Guru sebagai 'pemilik' ruang kelas yang sudah dijadikan sebagai lapangan sekaligus laboratorium penelitian oleh para ilmuan harus secara aktif ikut menumpahkan perhatiannya pada kegiatan-kegiatan kelas dimaksud.

Purwoko (2010) mengatakan para guru harus mulai mengamati dan meneliti dan akhirnya melaporkannya dalam bentuk publikasi agar profesionalitas para guru terus berkembang dan fenomena kegiatan kelas yang sayang untuk diabaikan itu semakin terekspos dan terang benderang sehingga pengetahuan berkembang pesat.

Siswa yang otonom

Mengajar bukanlah kegiatan menceritakan semua hal kepada siswa.
Demikian juga, belajar bukanlah konsekuensi otomatis ketika semua informasi dituangkan ke dalam otak dan benak siswa. Sebaliknya, belajar memerlukan keterlibatan mental, kerja, dan partisipasi aktif. Belajar aktif menuntut siswa mengerjakan banyak sekali tugas. Siswa secara mandiri harus menggunakan otak, mengkaji gagasan, memecahkan masalah dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Untuk bisa mempelajari sesuatu dengan baik siswa perlu mendengarnya, melihat, mengajukan pertanyaan dan membahas dengan orang lain. Seterusnya tahapan yang paling penting, bagaimana siswa mengerjakannya, yakni menggambarkan dengan cara mereka sendiri, menunjukkan contoh, mempraktikkan keterampilan dan mengerjakan tugas.

Agar siswa mendapatkan kesempatan mempraktikkan semua hal di atas, siswa harus mendapatkan otonominya secara utuh. Siswa juga agen yang otonom. Ibarat otonomi sang guru, siswa juga harus diberikan kebebasan luas dalam belajar. Janganlah guru membatasi siswa mengerjakan hanya latihan-latihan yang disiapkan guru. Berilah kebebasan siswa berlatih dengan materi latihan pilihannya sendiri. Janganlah rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dirancang kaku dengan langkah kerja sangat prosedural sehingga siswa harus melakukan kegiatan sangat rigid dalam setiap pelajaran.

Idealnya, guru merancang sebuah rancangan pembelajaran yang fleksibel dan menyediakan ruang kreativitas siawa untuk menerapkan ide pribadinya dalam menyelesaikan latihan-latihan pada setiap pelajaran.

Siswa harus diarahkan saling membantu dan bekerja dalam kelompok untuk mencapai atau mengalami sebuah proses pembelajaran.

Guru dalam sebuah kegiatan kelas hanya bertugas mengarahkan peserta pembelajaran dan peran guru tidak terstruktur dalam kegiatan apa pun.

Siswa bekerja sama dengan peer atau berkelompok.

Untuk bahan konsultasi, sudah banyak sekali buku yang menyajikan kegiatan yang bisa dilakukan di kelas agar siswa semakin aktif.

Beberapa tema yang dibahas seperti memperkenalkan belajar aktif, menjadikan siswa aktif sejak awal pembelajaran, membantu mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap secara aktif, dan bagaimana menjadikan belajar tidak terlupakan?

Tema-tema itu dilengkapi strategi-aplikatif yang bisa dilakukan guru dan siswa di ruang kelas seperti yang disarankan oleh Silberman (2006) dalam bukunya Active Learning.

Adalah independensi yang membuat setiap profesi itu mampu mengeluarkan seluruh potensinya. Dengan kebebasan dimaksud, setiap individu mampu memaksimalkan dan berimprovisasi untuk memberikan segalanya dalam pekerjaannya. Ia juga akan merasa sangat dihargai karena dipercaya dan diberikan keleluasaan bertindak.

Selain itu, ada hubungan yang saling memengaruhi antara otonomi dan kompetensi seseorang. Artinya, jika otonomi seseorang ditambah, secara signifikan tingkat kompetensinya membaik. Demikian juga, jika otonominya dikurangi, secara signifikan tingkat kompetensinya berkurang. Salah satu hal yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kompetensi seseorang ialah meningkatkan otonomi di bidang kerjanya. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar